Bab 32

2.9K 253 4
                                    

Bagian 32

Aku berhasil meminta cuti selama tiga hari, menghabiskan jatah cuti dengan alasan akan melangsungkan pernikahan ternyata ampuh. Hampir saja ijin tidak kukantongi jika bukan bantuan dari Bang Sultan yang merupakan seorang Dandim. Aku mempelajari sedikit demi sedikit apa saja yang harus kulakukan nanti saat menjadi istri Dandim. Hanan dan juga Qodril sering membantu hingga mengenalkanku pada Ibu-ibu Kartika Candra Kirana.

Perjalanan menuju Jogja di warnai dengan insiden aku yang menjatuhkan koperku saat akan naik ke pesawat milik TNI. Bang Sultan membantuku tanpa banyak bicara. Aneh rasanya membayangkan jika dua hari lagi dia akan menjadi suamiku. Bagaimana kami akan bicara, bagaimana aku akan memanggilnya, hingga apakah aku harus bersikap layaknya istri pada umumnya? Hal itulah yang membuat aku gundah luar biasa.

Bagaimana aku harus menjelaskan pada Ibu, kak Sidni hingg bang Sasran. Bagaimana kalau mereka tidak setuju dan menolak? Bagaimana jika banyak pertanyaan yang rancu?

"Setelah menikah nanti kamu tidur di kamarku, kamarku luas,  hanya saja untuk menghindari hal-hal yang tidak penting kamu harus bisa memposisikan diri sebagai istriku selama dua hari ke depan termasuk saat Sidni menikah. Aku juga akan menjelaskan kepada semua keluarga besar soal alasan kenapa pilihan kota resepsi jatuh ke tempat tugasku. Mereka pasti akan tahu juga kalau kamu sedang tugas di sana, so... ini cukup rasional bukan?"

Lalu apakah aku juga harus memainkan peran sebagai istri yang sangat mencintai suaminya? Aku juga harus melayani Bang Sultan? Aku harus bilang apa?

"Baik Bang. sehari sebelum akad beberapa barang akan Disa pindahkan, tapi kapan Abang akan umumkan jika Disa calon istri abang?"kataku. ternyata semua hanya bisa menggantung di dalam benakku. Aku tidak bisa mengeluarkan semua isi kepalaku.

"Malam sebelum akad nikah. Aku akan bikin pengumuman."

"Apa itu tidak akan beresiko kita di komplain?"dadaku makin berdebar tidak karuan. Apalagi sejak minggu lalu kak Sidni sudah menyiapkan seragam untukku dan terus menanyaiku

"Kamu masih bisa mikir komplain? Kalau Keluarga komplain itu sudah jelas, mereka akan komplain dan menanyakan kenapa bisa terjadi. Nanti kamu bisa mulai dengan penjelasan jika kita sama-sama memutuskan ini karena pertimbangan matang. Hanya saja aku berusaha meminimalisir resiko yang lebih besar terjadi, karena kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi."

Aku membeku. Apa yang dikatakan Bang Sultan benar adanya. Namun masih ada yang mengganjal

"Disa udah tahu bang, hanya saja kita harus satu suara tentang kesepakatan detail sebelum hingga setelah pernikahan. Karena semua pasti bertanya terutama kak Sidni hingga bang Sasran."tuturku pasrah. Namun saat aku mengangkat wajah aku menemukan wajah Bang Sultan yang seolah membuatku memaksaku menatapnya


"Pehelatan nikahan Sidni akan membuatmu menyadari jika keputusanmu memintaku menikahimu adalah keputusan yang sangat dan amat salah. Namun aku tegaskan sekali lagi, yang berhak memutuskan pernikahan ini hanya Aku. jadi, pastikan kalau aku tidak mendengar kabar apapun tentang kelakuanmu minusmu selama menjadi istriku."

Ya. aku sudah tahu jika ini tidak mudah. Tapi mendengarnya menghinaku juga merupakan kesyukuran bagiku. Jadi besok aku tidak perlu takut kemungkinan Bang Sultan akan memperlakukanku sebagai wanita.

"Terus Disa akan tinggal di rumah Abang sampai selesai nikahan kak Sidni?"

"Kita akan pulang ke Luwuk sehari setelah acaranya Sidni. Ibu sudah kuberitahu. Kalau kamu rasa bisa mempercayai Sidni, silahkan kamu beritahu."

"Aku masih belum memindahkan semua barang-barangku ke rumah dinas."selaku.

"Minta Hanan menyelesaikannya saat kita tiba di luwuk, bu Tini istrinya komandan Hanif akan memberitahu dan membimbing banyak hal, ada banyak acara yang kamu hadiri dan wajib berpartisipasi. Ada acara wajib dan acara tidak wajib. Kamu yang harus menyesuaikan diri dengan pekerjaanmu nanti."

Aku menghela napas keras.

"Resepsi akan diadakan minggu depan di aula, aku mengundang rekan sejawat dan pimpinan. Namun jika kamu ingin mengundang temanmu, berniat menanggung akomodasi dan menyewakan mereka hotel atau penginapan kamu pasti tahu jika gaji seorang anggota TNI tidak akan cukup untuk membiayai itu semua."

Aku kembali menghela napas. Apakah dia pikir aku ini orang yang tidak punya perasaan?

"Iya Bang, DIsa tahu."

"Cincin nikah baru akan kupersiapkan besok. Ada permintaan khusus?"

"Tidak ada Bang. Cincin aja cukup."

Aku mendengarnya tertawa. Apakah itu jenis tawa bahagia? Tidak. Itu jenis tawa meremehkan. Apakah aku memiliki salah? Kalau iya dimana letak kesalahanku?

"Kamu tahu, Disa? Kamu mengingatkan aku akan Selena. Wanita yang tidak meminta banyak diawal namun pada akhirnya dia menyedot semua yang kupunya, membuatku terpedaya hingga tidak berpikir rasional. Asal kamu tahu, aku hanya akan memberikanmu uang belanja sebagaimana mestinya, jadi jika kamu ingin sesuatu silahkan menggunakan uangmu sendiri."

"Iya Bang. Disa tahu."

"Dan jangan pernah berniat berbuat curang padaku, karena aku pasti akan marah besar jika kamu melakukan sesuatu dibelakangku tanpa sepengetahuanku, mengerti?"

Aku tak lagi berniat berdebat. Pesawat tiba di Jogja sore hari dengan aku yang lebih dulu diantar di rumahku. Cuaca di jogja sore hari memperlihatkan langit mendung. Awan tebal terlihat menyelimuti langit. Aku turun dari mobil dengan bantuan Hans yang membantuku membawa barangku. Hans bukan seorang prajurit, namun mantan perajurit yang diperjakan Bang Sultan di rumahnya. Itu yang aku tahu. Saat sampai di pintu aku bertemu Uti lalu memeluknya erat. Ah, baru beberapa bulan ternyata aku sudah serindu ini padanya.

Saat malam hari Uti menanyaiku panjang lebar tentang keputusanku menikah dengan Bang Sultan. Awalnya aku ingin menyembunyikannya, namun hanya Uti-lah satu-satunya orang yang melihatku tumbuh sejak kecil. Jadi aku menjelaskan alasanku yang sesungguhnya hingga peluang aku bisa menemukan keberadaan Ayahku.

"Tapi itu sudah lama berlalu, Disa. Apa kamu tidak takut nduk? Kok aku khawatir yo, nanti terjadi apa-apa sama kamu."

"Nggak kok Uti. Doain aja Disa bisa tahu keberadaan Ayah, agar Disa bisa hidup dengan tenang dan tidak dihantui rasa bersalah."

"Terus? Gimana nasibmu kalau nanti kamu udah tahu alasan kematian Ayahmu? Apa semua...semuanya juga berakhir?"Uti menyelaku dengan nada kawatir yang tidak dia tutupi.

"Entahlah Uti. Namun satu yang aku tahu, Hanya Bang Sultan yang bisa menyudahi pernikahan ini, karena Disa yang memulainya, kamu membaginya dengan adil, Bang Sultan.... Disa yakin akan bertidnak jujur juga adil."

"Yo.. nggak gitu. Gimanapun di aitu pria, pria itu punya kebutuhan. Gimana misalnya kamu hamil? Udah kamu bicarakan?"

"Yaa gimana mau hamil, Uti. Disa yakin Bang Sultan gak akan mendekati Disa."

"Hah? Kenapa kamu bisa yakin? Coba kamu yakinkan Uti, Uti tidak mau kamu dirugikan, belum lagi ada keluarganya yang membencimu kan? Intinya seandainya kamu hamil, gimana?"tanya Uti lagi dengan sorot kekhawatiran yang tak bisa dia sembunyikan.

"Astaga... uti, itu kemungkinan yang tidak akan pernah datang. Disa yakin."

Bagaimana dia akan tidur bersamaku jika dimatanya aku adalah wanita pembawa penyakit dengan kelakuan minus? Sepertinya semua ini ada untungnya buatku.

Jodoh Beda UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang