Tiada gading yang tak retak, artinya tak ada sesuatu yang benar-benar sempurna. Kalimat itu bukan hanya sekedar pribahasa, namun memang benar adanya.
-Utuh bukan berarti sempurna-
••••
Ansel, cowok tampan, berotak encer, yang terlahir dari sendok em...
Gimana nih kabarnya? How your day?? Are you happy now??
Udah nungguin chapter ini belum nih??
Absen dulu yuk, jam berapa kalian baca chapter ini?
Jangan lupa kasih bintang dan tinggalin komen yaaa
Happy reading!! Enjoy gengss!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Kalo ada foto Ansel sama Arsel gini, anggap aja mereka mirip yups🤭)
◾◽◾
I know, people come and go in this life, but to lose you I'm never ready
Aku sudah kehilangan impian, kasih sayang, bahkan diriku sendiri, apa sekarang aku juga harus kehilangan dirimu? No! This is just a dream, a nightmare that will end soon
🍇🍇🍇
Hari ini Ansel datang ke sekolah lebih siang dari biasanya, jujur jika bukan karena kewajiban dan tanggung jawab Ansel akan lebih memilih menemani Olina di rumah sakit, menunggu sang nenek sampai siuman, tapi apalah daya Ansel yang dipundaknya diberi tanggung jawab besar sebagai seorang anak pertama dan seorang ketua OSIS, tidak mungkin Ansel akan izin dengan alasan menunggu nenek yang sedang sakit.
Langkah yang sebenarnya lelah itu tetap Ansel giring menuju ruang OSIS, ia harus menemui Fandhi dan menanyakan soal bazar kemarin.
"Ansel" Suara itu menghentikan langkah Ansel. Ansel membalikkan badannya dan mendapati Fandhi sedang berjalan cepat kearahnya.
"Gimana kemarin?" Tanpa basa-basi Ansel langsung bertanya.
"Kebetulan banget ketemu disini, soal bazar lancar, dana juga udah terkumpul bahkan lebih dari anggaran kita, jadi kita ada dana cadangan semisal ada yang kurang" Terang Fandhi dengan ekspresi ceria, wajah frustasi yang dilihat Ansel beberapa hari ini lenyap entah kemana.