TTL 10

2.5K 56 0
                                    

" Terima kasih atas informasinya. Silahkan kamu bisa pergi"

Setelah mengantarkan seseorang sampai didepan pintu ruangannya dan mengucapkan Terima kasih, Nick bersandar di tepi meja kerjanya dengan wajah yang dihiasi senyum khasnya.

Akhirnya, Nick mengetahui informasi mengenai Arbei. Selama mereka bersama dulu, Nick sama sekali tidak berniat mencari tahu segala sesuatu tentang Arbei karena Nick jatuh cinta pada pandangan pertama pada Arbei. Dan entah kenapa Nick langsung percaya begitu saja.

Nick tahu ini sudah melewati batas. Arbei sangat tidak suka jika ada yang mengusik kehidupan pribadinya ataupun mencari sesuatu mengenai hidupnya. Maka itu, Nick hanya tahu kalau Arbei seorang model yang nyaris sempurna dan sangat bisa memuaskan dan melengkapinya.

Dipikir Arbei hanya seorang model foto yang cukup terkenal, tapi ternyata Arbei adalah anak dari pasangan pengusaha yang dulunya menjadi saingan perusahaan orangtuanya.

Masih menjadi pertanyaan di kepala Nick, mengapa Arbei tidak meneruskan mengurus perusahaan orangtuanya padahal Nick tahu Arbei adalah wanita yang cerdas. Walaupun bukan lulusan bisnis, tapi Nick yakin Arbei bisa menghandle dengan sangat baik.

Satu hal yang membuat Nick merasa bersalah, Orangtua Arbei sudah meninggal tiga tahun setelah mereka bertemu dan Nick baru mengetahuinya. Mestinya Nick memberinya kehidupan dan kasih sayang seperti orangtua Arbei sementara Nick menjalani hubungan tidak jelas dengannya.

Nick merogoh ponselnya dan menekan sederet angka lalu mencoba menelfon.

" Halo, bisa bertemu siang ini jika anda tidak sibuk? "

" ----------- "

" Kebetulan saya berada di sekitar kantor anda. " Ucap Nick bohong.

" ---------- "

" Baik, saya segera ke sana. Terima kasih atas waktu anda, Pak Arash "

Setelah mendengar Arash menyetujui kunjungan nya, Nick menutup telfon dan memainkan ponsel di ttangannya sambil membayangkan wajah Arbei.

" Sepertinya benar takdir selalu membawaku menuju mu, sayang "

----------------------------------------------------------

Arbei melirik jam ditangannya ternyata sudah pukul 2 siang dan Arbei sadar kalau dirinya sama sekali belum mengisi perutnya sejak pagi karena bertarung dengan pekerjaan.

" Kenapa Arash belum kembali? Apakah masih meeting? " Gumam Arbei.

Ingin menelfon Arash tapi Arbei takut mengganggu kakaknya. Tanpa memikirkannya lagi, Arbei ingin keluar mencari makan.

Sedikit merapikan riasan wajahnya dan mengurai rambutnya, Arbei bersiap meninggalkan ruangannya yang berada di puncak gedung yang cukup terkenal di kota ini.

Lift terbuka dan Arbei segera masuk. Memastikan tidak ada yang ingin masuk, Arbei kemudian menutup dan menekan tombol lobby.

Angka terus berkurang dan tanda panah berjalan terus menerus tanpa ada yang menghentikan lift. Tapi entah kenapa, Arbei merasakan perutnya nyeri dan kepalanya terputar hebat.

Peluh mulai bermunculan di wajah cantiknya. Arbei sampai bersandar di dinding lift dan memegang erat pegangan yang ada dalam lift.

Matanya melirik ke papan tombol lift, dan ternyata dirinya masih berada di lantai 10. Arbei meringis dan merasa lift kenapa berjalan lambat.

" Aaaargghh " Salah satu tangan Arbei meremas perutnya.

Kepalanya semakin sakit dan pandangannya terputar sampai melihat angka di lift itu seperti bayangan yang banyak.

The Last Love  (  A R B E I  ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang