22. | This Mess We're In

1K 95 2
                                    

Flashdandelion
.
.
.

Pagi hari seharusnya menjadi waktu tenang di rumah Rahardian. Terlebih lagi jam bahkan belum menunjukkan pukul enam namun laki-laki itu dibangunkan oleh suara tangisan istrinya.

Masih dengan piyama tidurnya Rahardian mengikuti langkah istrinya yang masih sesenggukan untuk keluar dari kamar. Tadi saat Maria ingin ke dapur untuk mengambil minum, ia dikejutkan dengan Alva yang tertidur pulas di sofa ruang keluarga. Perempuan itu sangat bersyukur melihat anak tirinya kembali ke rumah meskipun setelah diamati banyak luka memar di wajah tampannya. Sontak saja ia menangis dan bergegas membangunkan Rahardian.

Begitu melihat kondisi anaknya, laki laki itu berteriak memanggil Jaya. Tak sampai satu menit supirya itu muncul diikuti oleh Jian dibelakangnya. Rahardian memasang wajah tegas.

"Kapan kalian pulang?" ia melontarkan pertanyaan pada Jaya.

"Semalam tuan."

"Dia berkelahi dengan siapa?"

Jaya menundukkan kepala tak berani menatap mata majikannya. "Maafkan saya tuan. Motor saya dibawa kabur gerombolan perampok di kota kemarin sore. Den Alva coba mengejar dan bisa bawa motor saya balik tapi diserang sampai seperti itu. Ini salah saya tuan."

Dari dapur Jian bisa melihat Jaya menjatuhkan lututnya ke lantai. Ia juga baru mendengar kejadian itu pagi ini.

"Ini bukan salah kamu Jaya. Terima kasih sudah membawa Alva pulang." Maria menyanggah dan menyuruh Jaya untuk kembali berdiri.

"Suruh orang-orang Mas buat cari para perampok itu. Aku tidak terima mereka sudah melukai anak kita Mas."

Rahardian memijat kepalanya dan menengok ke arah Alva yang kini terlihat menggerakkan matanya. Maria ingin sekali menghampiri Alva dan memeluknya namun sadar bahwa Alva tak akan menyukainya.

Orang yang dari tadi menjadi topik pembicaraan akhirnya bangun. Sebenarnya ia tidur di kamar Jaya semalam namun seperti biasa pembantunya itu mendengkur keras. Cowok itu tak tahan dan memilih keluar.

Alva mencoba duduk hingga tersadar semua orang di ruang keluarga ini menatapnya dengan berbagai macam ekspresi. Rahardian dan Maria menatapnya cemas sedangkan Jaya memberikan tatapan minta tolong agar tidak dipecat oleh ayahnya. Tentu saja Jaya tahu kalau ia tak akan mati hanya karena serangan para perampok kemarin sore.

Mata Alva justru melirik ke dapur. Ia bangun dari sofa begitu melihat punggung Jian yang terlihat sedang memasak.

"Luka mu perlu dijahit, pergilah ke rumah sakit dengan Jaya. Papa akan ke kota untuk mengurus ini." ujarnya saat Alva beranjak.

"Nggak perlu." ia menjawab singkat saat melewati Rahardian.

Alva melepaskan kaosnya kemudian melemparnya ke keranjang berisi cucian kotor. Tubuh bagian atasnya terekspos dan membuat mata semua orang di sana melebar syok kecuali Jaya pastinya. Luka sayatan panjang terlihat di sepanjang pinggang dan lengan kiri Alva. Punggung serta dada bidang Alva juga dihiasi dengan memar bekas pukulan yang cukup menjelaskan seberapa brutal para perampok menyerangnya.

Tidak mengejutkan saat Maria pingsan setelah melihatnya.


****

[BL] Make You Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang