flashdandelion
.
.
.Beradaptasi adalah salah satu hal yang Alva benci.
Sejak saat kardus terakhir turun dari mobil, ia mulai mengamati rumah dihadapannya. Tidak sebesar rumahnya dulu, tapi terkesan nyaman dan hangat.
Dari tempatnya berdiri, Alva bisa melihat balkon dari kamar yang menghadap langsung ke lembah dingin disana. Ingatkan ia untuk mendapatkan kamar itu.
Deru mesin mobil mengalihkan pandangannya, mobil pickup tadi menjauh, meninggalkan kepulan asap yang cukup hitam.
"Lihat, bukan pilihan yang buruk untuk pindah ke kota kecil." Alva menoleh mendengar suara itu.
Ayahnya membuka gerbang. Dengan sedikit menggigil, laki-laki itu mendorong gerbang besi tinggi. Sebulan tinggal ditempat ini belum membuat laki-laki tiga puluh tujuh tahun itu terbiasa dengan udara dingin pagi hari.
"Sudah dicek lagi? Barangkali barangmu ada yang tertinggal." ucapnya menatap beberapa kardus besar yang anaknya bawa.
"Hanya enam bulan, buat apa bawa banyak barang."
Rahardian hanya tersenyum. "Oke. Kamu bisa masuk, biar Ayah panggil Jaya buat ngangkut keatas."
Alva bergumam lalu masuk mendahului Ayahnya. Sepatunya menginjak kerikil di sepanjang halaman rumah, menimbulkan bunyi yang tak pernah ia dengar sebelumnya.
Mengingat ia lahir dan besar di kota metropolitan, suasana sejuk dan tenang seperti ini baru pertama kali ia dapatkan. Sejenak membuatnya lupa akan tujuan Ayahnya memboyong ia kemari.
Suara langkah kaki terdengar dari dalam.
Jaya berlari kecil menghampiri majikannya. "Hehehe selamat datang, Den." ucapannya hanya dibalas decakan malas dari Alva.
Jaya sudah kelewat tahu dengan sikap Alva. Sepuluh tahun bekerja dengan Rahardian membuat Jaya terbiasa dengan sikap dingin dan cuek anak majikannya, tapi tak jarang juga mereka akur, melemparkan candaan satu sama lain.
Melihat wajah dingin milik Alva sebenarnya membuat Jaya sedikit merasa bersalah. Sebulan ini ia mengikuti perintah majikannya untuk meninggalkan Alva di kota sendirian.
Ia dijadikan umpan agar Alva mau untuk pindah kesini. Mereka cukup dekat, mau tak mau Alva menyetujui permintaan Ayahnya.
Jujur saja Alva sedikit merasa kesepian tanpa Jaya yang selalu menemaninya.
"Kenapa bengong? Bawa barang gue keatas!" perintah Alva dengan garang.
"Hehe siap, Den!" Jaya mengacungkan jempolnya.
****
Ranjang dengan seprei abu-abu menjadi pemandangan pertama saat Alva membuka pintu kamar.
Dindingnya yang berwarna coklat terang masih terlihat kosong, hanya ada dua lukisan tumbuhan yang tak menarik. Alva akan menggantinya nanti.
Matanya menyapu seluruh ruangan. Ada satu lemari besar disisi kiri ranjang, meja belajar dan satu sofa biru tua yang jaraknya berjauhan.
Kamar barunya tidak terlalu buruk, mungkin setelah ini ia akan meminta Jaya membelikan cat putih. Memenuhi dinding kamar dengan hasil karyanya sendiri lebih membuat Alva puas.
Seperti keinginannya tadi, kamarnya menghadap langsung ke lembah cantik yang mengelilingi kota kecil ini, seolah melindunginya dari kejahatan dunia luar.
Ceklek
Pintu kamarnya dibuka lagi. Jaya mengangkat kardus diikuti Ayahnya. Alva melemparkan ranselnya ke ranjang, sedikit meregangkan tubuh, empat jam perjalanan cukup membuat tubuhnya lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Make You Mine
Ficção Adolescente[Boyslove] [Romance] [Yaoi] Hubungan manis antara majikan dengan pembantunya. Alva×Jian Start: 16-08-2020 End: - Warning! Cerita ini berisi konten tentang YAOI. So, don't read if you don't like!