11. | First Date

2.8K 195 0
                                    

<flashdandelion>

.

.

.


Matahari telah siap kembali ke peraduannya. Namun, tangan Jian masih enggan berhenti membelai kelopak bunga-bunga mawar yang basah karena guyuran hujan.

Angin berhembus membelai kulitnya. Terasa dingin namun menenangkan. Sabtu sore ini Jian habiskan untuk menilik bunga-bunga yang sempat ia tanam bersama Jaya tempo hari. Memastikannya agar tumbuh dengan baik.

Majikannya baru saja pergi keluar. Pasangan suami istri itu tampaknya ingin menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan.

Dewi sudah mengiriminya pesan untuk tidak lupa dengan acara malam minggu ini. Mereka akan pergi ke pasar malam bersama. Sahabatnya itu juga sedang sibuk memikirkan pakaian apa yang cocok untuk dikenakan nanti malam. Katanya bersiap, barangkali Dito akan menembaknya. Jian balas mengamini.

Sebenarnya ia juga sedang berfikir akan mengenakan pakaian seperti apa. Alva juga akan pergi bersamanya, setidaknya Jian ingin terlihat lebih pantas untuk berada di samping cowoknya itu.

Ini pertama kalinya mereka pergi bersama setelah menjadi sepasang kekasih. Pipi Jian memanas, apakah ini yang disebut kencan pertama?

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" suara itu membuat Jian menoleh.

Alva berdiri menjulang di samping pintu. Cowok itu menatapnya tersenyum. Jian bangun dari tempatnya.

"Mas Alva dari mana?" tanyanya. Sejak pagi tadi ia memang tak bertemu dengan cowok itu. Hanya berpapasan sebentar sebelum pacarnya itu pergi menaiki mobil dengan Jaya.

"Ada beberapa urusan tadi. Kenapa nanyain, kangen?" ujarnya lalu menghampiri Jian.

Tangan Alva terulur memainkan helai rambut Jian. Satu-satunya alasan yang membuat Alva ingin segera pulang adalah untuk melihat pacarnya yang menggemaskan ini. Rasa lelahnya terasa berkurang.

"Apa cuma gue yang kangen disini?" ucapnya pura-pura memasang wajah sedih.

"Um, J-jian juga." balas Jian pelan. Alva tersenyum mendengarnya.

Tangannya meraih kedua paha Jian. Mengangkatnya dengan begitu mudah.

Jian tak protes. Alva senang sekali menggendongnya seperti ini. Cowok tinggi itu membawanya masuk sambil sesekali mencuri kecupan dari pipinya. Jian sedikit terkejut saat tubuhnya didudukkan di atas meja makan. Kedua kakinya terbuka, tubuh Alva mengisi kekosongan yang ada disana.

Dari jarak sedekat ini wangi musk milik Alva bisa Jian cium dengan jelas. Dengan ragu tangannya menyentuh rambut Alva. Jian mengusapnya dengan sayang.

Usapan lembut itu seperti tak terasa asing untuk Alva. Lalu ketika jemari Jian meluncur turun melewati lehernya, tubuh Alva seperti tersengat. Gejolak aneh itu muncul lagi.

"Can I kiss you?" suaranya jatuh lebih rendah. Alva menginginkan bibir itu.

Jian membiarkan jemari dingin Alva menyentuh bibirnya. Ia tak akan marah lagi. Matanya terpejam seiring dengan Alva yang mulai mengikis jarak diantara wajah mereka.

Alva mendapatkan bibir merah itu. Tangan Jian bergerak kaku di lehernya. Bibir Alva mulai bergerak pelan, menyesap rasa yang akan menjadi candunya mulai hari ini. Tidak ada ciuman tergesa, hanya ada lumatan manis di setiap gerakannya. Jian meremas pundak Alva saat oksigen di dadanya mulai menipis.

Mata mereka bertemu, saling mengagumi paras masing-masing. Jian menjatuhkan kepalanya di bahu Alva.

"Kenapa?"

[BL] Make You Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang