Lesson That Never Be Learned

9 2 0
                                    

Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih.
Enjoy!

-Han Shinwa


Tahun pertama di SMA Paviliun Emas telah dimulai, seperti kebanyakan sekolah semua murid baru akan mulai berkenalan satu sama lain, termasuk juga Chen Leung. Sekolah ini memang terkenal dengan didikannya yang berkelas dan berkomitmen tinggi, tidak heran jika ibunya dan kakeknya setuju menyekolahkan Chen Leung di sekolah satu ini. Biayanya yang tidak sedikit telah ditanggungkan oleh Chung Mui demi cucunya tersebut, bukan masalah besar baginya jika hanya perihal uang.

Chen Leung mengira bahwa sekolah ini akan terasa sangat berbeda, tapi nyatanya sekolah tetaplah sekolah. Masih sama seperti sekolah umumnya, hanya saja bangunan sekolah ini emang sedikit berbeda dari sekolah pada umumnya. Gedung megah penuh dengan dekorasi emas ditambah warna base-nya yang hitam, membuat ornamen demi ornamen terasa sangat mewah nan berkelas. Terasa sekali nuansa sekolah "mahal" itu. Tapi menurut pandangan Chen Leung tetap sama, sekolah tetaplah sekolah. Tiada hal menarik selain tugas, ujian, dan belajar.

Teman-teman satu kelasnya juga seperti biasa saja, tidak ada yang merupakan superhero, tidak ada yang merupakan seorang tentara, musikus, politukus, aparatus, kuadratus, emeritus atau semacamnya. Kategori pencarian siswa di sekolah yang merupakan superhero tadi buah dari pemikiran aneh milik Chen Leung karena dia masih merasa kesal harus sekolah jauh-jauh seperti ini.

Hari pertama berlalu begitu saja, masa SMA harusnya menjadi hal yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, tapi kelihatannya itu tidak berlaku kepada Chen Leung. Alasannya? Tidak ada yang tahu, bahkan jika boleh jujur, Chen Leung sendiri tidak tahu alasannya. Gairahnya untuk bersekolah sudah sirna, lenyap, luntur begitu saja.

"Hai," seseorang memanggil Chen Leung, menolehlah, "aku yang tadi duduk di sebelahmu, aku ingin berkenalan tadi tapi gurunya melakukan pidato sangat lama, bukan pidato, sih, melainkan penjelasan-penjelasan mengenai sekolah ini. Chow Mo Fai, salam kenal." Lelaki tersebut menjulurkan tangannya, dijabati tangan itu oleh Chen Leung.

"Lin Chen Leung, salam kenal juga." Ditawari pulang jalan bersama, Chen Leung menerimanya.

Rumah Mo Fai tidaklah satu arah dengan rumah kakek Chen Leung, sehingga mereka harus berpisah di persimpangan. Akhirnya Chen Leung berjalan sendiri memasuki rumah kakeknya itu yang bisa dibilang terlihat besar dari pekarangannya saja. Saat memasuki pekarangan, kakeknya itu sudah menunggunya dengan pakaian khas yang sering dipakai olehnya, kira-kira menurut Chen Leung seperti itu. Pakaian yang sering digunakan kakeknya selalu memiliki ciri khasnya tersendiri.

"Chen Leung, lekaslah ganti pakaianmu. Ikutlah dengan Kakek." Tidak tahu apa yang ingin dilakukan kakeknya itu, Chen Leung segera masuk dan mengganti pakaiannya, kemudian keluar kembali bersama kakeknya.

Dibawanya Chen Leung ke suatu tempat yang ramai oleh Chung Mui, bukan ramai seperti pasar, melainkan sebuah perguruan seni bela diri. Orang-orang berjejer melatih kemampuan dirinya, melatih gerakan ilmunya, lalu di sisi seberang sana terdapat orang duduk berjejer sembari memejamkan mata mereka, melatih ketenangan. Meski semua orang-orang di sini sudah pasti penggiat seni bela diri, namun bangunannya ini tidak tampak seperti sebuah perguruan dari luar.

"Rong!" Panggil kakeknya itu, lalu muncullah seseorang dengan pakaian serba hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki, "Sudah lama, bagaimana kabarmu?"

Pria berambut panjang sebahu, pakaian serba hitam, mata kanannya yang buta, kedua tangannya disimpukan di belakang tubuhnya, timbul diterangi sinar matahari. "Master Chung, seperti apa aku harus memanggilmu sekarang, manusia tidak tahu diri?" Chung tertawa mendengarnya, kemudian mendekati Rong.

Silent MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang