Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih. Enjoy!
-Han Shinwa
Dokter Lau menghampiri Chen Mo yang duduk seorang diri di lobi rumah sakit, hendak memberitahu kondisi terbaru terkait Irene. Ditepuk pundaknya oleh Dokter Lau, kemudian diberikannya selembaran kertas, "Tumor ganas dalam otaknya berhasil kita tahan untuk sementara waktu, beruntung tidak sampai mengganggu beberapa fungsi dari tubuhnya. Proses selanjutnya adalah menjalankan kemoterapi, kita akan pastikan agar tumor itu tidak berkembang dengan memberikan obat. Saya memohon untuk Anda segera menandatangani dokumen yang tersedia di kasir untuk bisa melanjutkan proses kemoterapi." Tulisnya dalam kertas itu.
Chen Mo mengangguk, tidak bisa mengatakannya tapi dia berterima kasih. Lalu segera beranjak menuju kasir agar istrinya bisa melakukan proses pengobatan selanjutnya. Di sana perawat memberikan detail mengenai pengobatan kemoterapi, keberuntungan kali ini tidak memihak Chen Mo. Asuransi kesehatan tidak bisa membantu klaim karena Chen Mo mendaftarkan dirinya baru-baru ini, otomatis dia harus mengeluarkan uangnya sendiri.
Mungkin bisa diproses jika menunggu 3 hingga 4 pekan, tapi tidak mungkinnya Chen Mo menunggu selama ini sedangkan istrinya sudah begitu kesakitan. Jika dia memberitahu kepada Chung Mui, itu akan membebani dirinya jika ayah Irene tahu betapa mahalnya pengobatan yang satu ini.
Tabungan miliknya masih cukup untuk menutupi biaya kemoterapi, dia berlari menuju sepedanya dan mulai mengayuh melesat menuju rumah. Matahari perlahan mulai turun, tidak lagi menunjukkan cahayanya. Pikiran Chen Mo terbang ke berbagai macam arah, bagaimana dengan Chen Lili di rumah, lalu di mana Chen Leung saat ini, dan dia harus segera membantu istrinya yang jatuh sakit. Namun saat ini prioritasnya adalah untuk membayarkan biaya pengobatan ini.
Chen Mo tiba di rumah, dengan cepat mengambil tabungannya yang berada di dalam lemari pakaiannya, "Pakai uang ini dulu, ya. Belilah makanan untukmu, Nak." Tulis Chen Mo dalam secarik kertas dan memberikan uang kepada Chen Lili. Dia mencium kening Chen Lili, sekonyong-konyong sudah pergi menghilang dari rumah bersama sepeda bututnya.
Tidak terkira pastinya rasa lelah yang menimpa tubuh Chen Mo, tidak dia hiraukan itu, sudah menjadi tanggung jawab sepenuhnya sejak saat dia mengambil Irene dari ayahnya. Tidak mungkin dia bisa melepaskan Irene semudah itu.
Karena malam telah tiba, dengan sepeda butut tanpa lampu sedikit sulit untuk melihat jalanan. Meski diterangi oleh beberapa cahaya lampu mobil, Chen Mo harus tetap berada di pinggir agar tidak mengganggu mobil yang berjalan melaluinya. Dibanding menaiki bus, sepeda bututnya ini bisa jauh lebih cepat mengantarkan ke rumah sakit.
Chen Leung duduk lesu di depan pintu rumahnya setelah seharian dipenuhi dengan perjalanan, tutur batinnya terlalu lelah untuk mengungkapkan rasa malam ini. Dia merenung seorang diri, melihat ke arah jalan gang yang semakin malam semakin sepi, bahkan hampir tidak ada orang yang berlalu lagi.
Suara plastik dijinjing mendekati, di dalamnya mungkin terdapat beberapa soda atau alkohol kalengan, "Chen Leung?" Di dalam remang-remangnya cahaya lampu gang, Chen Leung memicingkan matanya, dilihatnya baik-baik orang dengan topi biru gelap tersebut. Kemudian orang itu membuka topinya.
"Kau pulang pekan ini?" Itu adalah Faye, teman sekolah Chen Leung dulu.
"Ah, Faye. Benar, aku pulang pekan ini." Nostalgia kembali, Chen Leung tersenyum melihat Faye. Wajahnya sedikit berubah setelah cukup lama tidak bertemu, dia jauh tampak lebih cerah dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moment
Aktuelle Literatur(MOMEN TANPA SUARA) Chen Leung, di tangannya sebuah kamera mampu menangkap gambar mahakarya. Hidupnya tidaklah mudah dijalani, usah pikirkan. Kesedihan, penderitaan, kesunyian, air mata, dan kegelapan kerap kali datang. Namun, kebahagiaan, kesenanga...