Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih. Enjoy!
-Han Shinwa
Langkah kaki berlari Chen Leung menemui Madelaine hendak menanyakan apa yang telah terjadi kepadanya setelah beberapa kali latihan seorang diri untuk memberanikan dirinya, dan saat ini adalah percobaan sesungguhnya. Meski di hadapan teman-temannya Madelaine, sungguh ini adalah persiapan penuh dari Chen Leung, dia terus menatap Madelaine dengan lamat-lamat tanpa peduli dengan gadis-gadis lainnya.
"Kelihatannya kau sedang sibuk berbincang, kita bicara nanti saja," seharusnya tidak seperti ini, tapi rasa canggung dalam Chen Leung terus bergejolak sehingga secara tidak terkendali dia mengatakan hal semacam itu.
Chen Leung membalikkan badannya, "Tunggu, kita bisa bicara sekarang juga," Madelaine beranjak dari duduknya, melambaikan jari-jarinya mengucapkan sampai jumpa kepada teman-temannya. Sedangkan Chen Leung semakin berdegup kencang jantungnya. "Aku bisa berbicara denganmu saat ini, jika kau perlu tempat lain, mari kita cari untuk berbincang." Bukan main, perasaan ini sungguh bergetar.
Madelaine berjalan diikuti oleh Chen Leung tepat di belakangnya menuju halaman belakang sekolah, bisa terbilang halaman belakang sekolah ini cukup kecil dan tidak ramai dikunjungi oleh siapa pun. Bahkan hampir tidak ada yang pernah ke sini, jikalau ada pun pasti akan segera muncul desas-desus kasus pelecehan.
"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya Madelaine.
Langsung saja, "Kenapa aku mengganggumu?"
Tiada basa-basi, terlihat sekali jika Chen Leung bukanlah orang yang mudah terjatuh dalam kisah asmara jatuh cinta pada umumnya. Dia selalu berfokus pada kepastian dan kejelasan, itu saja, padahal biasanya asmara itu sendiri rumit.
"Bahkan jutaan kata pun tak mampu menjelaskannya kepadamu, bentuk dari hanya memastikan dirimu saja mungkin bisa kukatakan seperti itu," Chen Leung mengerutkan dahinya, "aku tidak menyangka akan jatuh sejauh ini ke dalam dirimu, padahal seharusnya sejak awal aku menjaga jarak, menjauh, memberi batas agar tidak kelewat batas. Namun, nyatanya aku terlalu melewati batas tersebut." Sambung Madelaine.
"Kalimatmu berbelit-belit, aku tidak bisa memahami satu pun maksud dari perkataanmu itu. Yang kutanyakan adalah mengapa bisa aku mengganggumu, dan apa penyebabnya? Itu saja yang ingin kutahu." Ucap Chen Leung.
Madelaine tersenyum, matanya sedikit sembap, "Kehadiranmu di duniaku adalah penyebab dari mengapa kau selalu menggangguku. Alasannya, karena setiap kali aku melihat dirimu, aku selalu tidak berdaya untuk menahan betapa perihnya luka yang pernah ditorehkan kepada diriku. Mungkin kau akan bertanya lagi, luka seperti apa? Aku tidak bisa menjawabnya, sampai kapan pun hal itu tidak akan pernah terjawab." Meninggalkan Chen Leung sendirian, dalam langkahnya menuju kembali ke kelas, air mata Madelaine perlahan lepas.
Dalam suasana hati yang sendu, Chen Leung menengadah, mungkin selama ini ada sesuatu yang membuat Madelaine pada akhirnya mengatakan hal sepert itu. Mencampakkannya, adalah hal utama yang bisa dipikirkan oleh Chen Leung, karena dia sendiri tidak menebak penyebab pastinya. Yang jelas, terlihat jika Madelaine sangatlah sungguh-sungguh mengatakan itu kepadanya.
Melihat Chen Leung yang lesu, Guan Ching dan Ka-fai tidak melepas pandangan darinya, seakan terdapat tarikan magnet yang terus-menerus membuat mereka memperhatikannya. "Belakangan ini kerap kali mendapati orang-orang yang tengah dirundung kesedihan, ya." Ucap Guan Ching.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moment
General Fiction(MOMEN TANPA SUARA) Chen Leung, di tangannya sebuah kamera mampu menangkap gambar mahakarya. Hidupnya tidaklah mudah dijalani, usah pikirkan. Kesedihan, penderitaan, kesunyian, air mata, dan kegelapan kerap kali datang. Namun, kebahagiaan, kesenanga...