Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih.
Enjoy!-Han Shinwa
Saat Chen Leung mulai memasuki sekolah pendidikan dasar, beberapa orang tua murid lainnya sedikit terkejut mengetahui bahwa ayah dari Chen Leung merupakan seorang tunarungu dan tunawicara. Tidak bisa mendengar pun tidak bisa berbicara. Saat pengambilan hasil penilaian, Chen Mo tidak bisa menyimak apa yang terjadi di kelas Chen Leung, maka dari itu Irene sebagai ibu kerap menggantikannya. Namun, apa yang telah dikatakan teman-teman Chen Leung adalah sebuah perkataan yang kasar, "Hei, Ayahmu itu bisu!" Mereka tertawa keras.
Chen Leung tahu ayahnya bisu, dia memang merasa malu, tapi apa boleh buat, itulah kenyataannya. Lebih baik memiliki ayah yang bisu dibandingkan tidak memiliki ayah sama sekali. Meski Chen Leung beranjak besar, ayahnya itu masih sering memeluk dirinya ketika hendak tidur, hanya untuk memastikan anaknya baik-baik saja.
Chen Leung juga bukanlah anak yang merengek sana-sini, karena dia memiliki seorang adik perempuan, dia kerap membantu pekerjaan ibunya untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Prinsip Chen Mo dan Irene masih sama bahkan ketika mereka memiliki dua anak, yaitu tidak ingin meminta uang kepda orang tua mereka sesulit apa pun kondisinya. Sifat teguh seperti itu ternyata menurun kepada Chen Leung, membuatnya menjadi anak yang tahan banting di luar sana. Saat ada temannya yang mengejek ayahnya perihal bisu, dia memang terkenal sabar, namun dalam hatinya suatu hari pasti akan membalasnya.
Suatu hari saat Chen Leung pulang sekolah, dirinya tidak sengaja melihat seorang fotografer yang melakukan photo street bersama sembarang orang yang dimintai ijin, kemudian dicetak langsung hasil fotonya. Chen Leung yang melihatnya tertakjub, itu sama seperti foto keluarganya saat Chen Leung berusia 7 tahun. Dan itu sudah 3 tahun yang lalu. Melihat kamera dalam genggaman fotografer tersebut benar-benar membuat seluruh perhatian Chen Leung tertuju padanya.
Kritt~kritt~kritt~ bunyi sepeda butut milik ayahnya itu mendekati Chen Leung, ayahnya datang untuk membawa Chen Leung ke suatu tempat. Sepulang sekolah memutari distrik bersama ayahnya menjadi udara segar bagi Chen Leung, Chen Mo menginjak pedal selantang mungkin, Chen Leung memeluk pinggang ayahnya, Chen Mo serasa dipeluk awan. Siang hari itu menjadi sangat sejuk.
Chen Mo memberhentikan sepedanya tepat di depan sebuah rumah yang terlihat cukup luas, rumahnya ia dulu tinggal. Dia mengetuk pintu itu perlahan beberapa kali hingga seseorang membukanya, Chen Tsue. "Aaa-aa, aaa," Chen Mo memberikan satu setelan jas dengan kertas yang menempel di atasnya, "Berikan ini kepada ayah sebagai hadiah ulang tahunnya." Tulis Chen Mo, kemudian ia tersenyum dan lekas pergi dari sana.
Tentu saja Chen Leung tidak mengenali siapa orang yang diberikan setelan jas oleh ayahnya, itu karena Chen Mo belum menceritakan siapa mereka. Antara dia lupa memberitahunya atau dia tidak ingin anaknya tahu bagaimana masa lalunya yang pahit itu.
Di perjalanan pulang, teman-teman Chen Leung yang melihatnya dibonceng oleh ayahnya langsung berteriak, "Bisu! Bisu! Bisu!" Secara bersamaan dan tertawa. Chen Mo tidak dapat mendengarnya, tapi Chen Leung dongkol sekali dengan orang-orang seperti itu. Dengan kesabaran yang begitu besar, semua dibiarkan berlalu begitu saja.
Perlahan, satu demi satu, Chen Mo yang berhasil menabung dari jerih payahnya kini memiliki sejumlah uang yang cukup untuk membuka toko jahit sederhana milik sendiri. Dia berterima kasih banyak kepada Bos Zhuo karean telah menerimanya sebagai pegawai terbaik, dan Bos Zhuo merasa sangat kehilangan ketika pegawai terbaiknya itu hendak membuka toko jahit sendiri. Tapi apa boleh buat, itu adalah keinginannya, bukan keinginan Bos Zhuo. Dan semua berkembang dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moment
Fiction générale(MOMEN TANPA SUARA) Chen Leung, di tangannya sebuah kamera mampu menangkap gambar mahakarya. Hidupnya tidaklah mudah dijalani, usah pikirkan. Kesedihan, penderitaan, kesunyian, air mata, dan kegelapan kerap kali datang. Namun, kebahagiaan, kesenanga...