Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih. Enjoy!
-Han Shinwa
Chen Leung pergi berpamitan hanya kepada neneknya, membawa satu tas pakaian, menaiki bus. Sudah beberapa hari belakangan ini kakeknya kerap kali pergi dan selalu pulang petang hari nanti, tidak mungkinnya Chen Leung menunggu. Bunyi mesin bergemuruh, ban berdecit, bus mulai melaju.
Halte demi halte dilalui, tiba di satu halte menuju rumahnya, Chen Leung menuruni bus tersebut. Di antara ramainya orang yang berlalu-lalang, matanya menangkap seseorang berpakaian yang mirip dengan kakeknya. Chen Leung menduga itu memang kakeknya, hendak dia menghampiri namun berada di kerumunan orang-orang membuatnya sulit bernapas, sehingga diurungkan niatnya itu.
Tidak berpikir apa-apa lagi, Chen Leung segera berjalan menuju rumahnya yang melewati jalan gang sempit. Dipenuhi dengan pedangang di setiap sisinya, sudah terlalu biasa baginya yang sudah hidup lebih dari 15 tahun di sana. Tidak ada yang berubah sejak dia meninggalkan rumahnya itu, sedikit bernostalgia bagi Chen Leung sendiri.
Tibalah dia di rumahnya, namun terlihat sangat sepi. Pun, toko jahit milik ayahnya tidak buka. Chen Leung mengetuk pintu rumahnya tersebut dan derap langkah kaki terdengar dari dalam, dibukanya pintu itu memunculkan seorang anak perempuan.
"Chen Lili!" Chen Leung menyapa adik perempuannya itu setelah sekian lama tidak bertemu.
"Kak Chen Leung!" Diikuti perasaan senang Chen Lili, "Kakak pulang!" Dia memeluk tubuh Chen Leung untuk melepas rasa rindunya.
Diamati sejenak sekitarnya oleh Chen Leung, "Di mana Baba dan Mama?" Tanyanya.
Wajah Chen Lili mendadak berubah menjadi murung, "Di rumah sakit, Baba tidak memberitahu apa yang terjadi dengan Mama. Namun, yang aku tahu Mama dirawat di rumah sakit, Baba harus menutup toko jahitnya untuk menjaga Mama." Jawab Chen Lili.
Rumah sakit? Pikir Chen Leung, dia bahkan tidak mengetahui hal ini. Tidak seorang pun memberitahu dirinya bahwa ibunya telah jatuh sakit. "Bawalah tas ini ke dalam, ya. Kak Chen Leung akan segera kembali. Jadi, tunggulah di rumah," ucapnya dengan tersenyum kepada Chen Lili. Chen Lili membawa tas kakaknya itu ke dalam rumah, lalu Chen Leung berlari sekencang-kencangnya menuju rumah sakit yang telah ditunjukkan oleh adiknya tadi.
Di antara kerumunan orang yang ramai dan sesak, dia kembali menaiki bus, kali ini dipenuhi perasaan khawatir yang sangat menggantung setiap detiknya. Jarak yang perlu ditempuh juga cukuplah untuk dikatakan jauh, sehingga Chen Leung perlu beberapa kali istirahat dengan keadaan kakinya yang sudah lelah.
Naik bus tidaklah menjamin akan menghemat tenaga, bahwa nyatanya banyak sekali orang berkerumunan dalam bus.
Hari mulai petang, Chen Leung tiba di rumah sakit lalu segera masuk untuk mencari keberadaan ibunya.
Sekonyong-konyong, salah satu perawat di sana menawarkan bantuan kepadanya. Penuh keringat dari peluh, disekanya oleh sapu tangan yang ada di dalam kantong celana. Dimintanya pasien bernama Irene Mui, lekas ditunjukkan oleh perawat, berada di lantai 3 ruang 177.
Berlari dengan sisa tenaga yang ada, Chen Leung peduli apa dengan dirinya, dia memfokuskan ke ibunya saja saat ini. Setibanya di sana, sudah berdiri dua orang yang sangat dikenali olehnya, "Baba, Kakek?"
Chen Mo dan Chung Mui menyadari kehadiran Chen Leung di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat wajah Chen Mo berubah menjadi pucat pasi, dia sudah berjanji kepada istrinya untuk tidak memberitahu anaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moment
Fiksi Umum(MOMEN TANPA SUARA) Chen Leung, di tangannya sebuah kamera mampu menangkap gambar mahakarya. Hidupnya tidaklah mudah dijalani, usah pikirkan. Kesedihan, penderitaan, kesunyian, air mata, dan kegelapan kerap kali datang. Namun, kebahagiaan, kesenanga...