Tidak Ada yang Boleh Pergi

9 1 0
                                    

Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!

Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih. Enjoy!

-Han Shinwa


Senyapnya kamar di siang hari, Chen Leung hanya terduduk merenung sembari menatapi tabungan miliknya, malam itu dia melihat bagaimana ayahnya tampak kebingungan dengan biaya pengobatan rumah sakit. Meskipun dalam kondisi yang tidak terarah, ayahnya itu tetap berjalan sekalipun dia pincang. Chen Leung merasa sedikit berlebihan terhadap ayahnya malam itu, dia pasti sudah menyakiti hatinya.

Dibongkarnya tabungan itu, mengeluarkan isinya yang dikatakan sangatlah banyak. Mungkin saja cukup untuk membeli satu unit kamera analog ataupun kamera digital yang didamba-dambakan oleh Chen Leung. Namun, ada yang jauh lebih penting daripada itu saat ini. Dia segera memasukkan uang-uang itu ke dalam tasnya.

Dia pergi berpamitan dengan nenek dan juga kakeknya, sangat cekatan langkahnya untuk mengejar bus yang hampir tiba di halte, tidak ingin tertinggal bahkan jika hanya sedetik sekalipun. Hari ini Chen Leung telah gagal membawa keluarganya untuk berfoto bersama di Studio Foto Wen Lai, tapi dia menjanjikan kepada Wen Lai bahwa akan membawa keluarganya suatu hari nanti. Dan apa pun yang terjadi, ibunya itu harus sembuh, bahkan jika itu dikatakan pengorbanan besar.

Tidak mengunjungi rumah terlebih dahulu, dengan pakaian yang sudah dibasahi oleh keringat sebab dari sinar matahari yang terik di siang hari itu, Chen Leung terus melangkahkan kakinya dengan tempo cepat menuju rumah sakit.

Chen Mo, sang ayah berlari bersamaan dengan Chen Leung yang berhenti di depan lobi rumah sakit. Mereka berdua bertukar pandangan, dipandangi plastik hitam yang berisikan uang itu oleh Chen Leung, dan dipandangi tas kecil milik Chen Leung oleh ayahnya. Chen Leung mengambil secarik kertas dari kantongnya beserta bolpoin.

"Aaa, aa?" Chen Mo hendak menanyakan mengapa anaknya itu berada di sini, seharusnya ini adalah jam sekolah. Namun, sesuai kesepakatan antara neneknya, Chen Leung tidak memberitahu perihal dia yang sedang dihukum oleh pihak sekolah.

"Aku tahu ini pasti aneh, tapi aku ke sini untuk memberikan tabunganku. Pengobatan Mama harus berjalan bagaimanapun caranya. Aku tidak ingin kehilangannya, semua orang boleh pergi, tapi jangan Mama." Tulis Chen Leung dalam secarik kertas tersebut.

Wajah Chen Mo semu kecewa, tidak, bahwa bukan itu yang dia rasakan. Dia yakin ini adalah tabungan milik anaknya yang selalu mengimpikan sebuah kamera, bagaimana bisa ia menerimanya. Tentunya tidak tega melihat Chen Leung yang bersimbah keringat, tapi jika diperhatikan lagi dirinya juga sama menyedihkannya. Dua orang ini menjadi sangat menyedihkan jika diperhatikan dengan baik-baik.

Chen Leung menggerakan tangannya, menyatakan, "Aku tidak apa-apa, pakai saja uang ini," sembari memberikan tas kecilnya yang berisikan uang tabungan yang telah ia kumpulkan susah payah.

Dengan berat hati, Chen Mo menerima uang itu dari Chen Leung. Semenderita ini sudah kini, dia juga bahkan telah gagal menjadi seorang ayah yang memenuhi segala keinginan anaknya. Selepas menerima, biaya pengobatan dibayarkan oleh Chen Mo kepada pihak rumah sakit. Sedangkan Chen Leung tidak bisa berlama-lama di sini, dia harus bekerja kembali di Studio Foto Wen Lai.


Operasi akan dilakukan dalam 3 hari yang akan datang, menunggu hasil dari pengobatan terapi kemarin, jika dinyatakan sepenuhnya aman maka operasi bisa dilaksanakan sesuai dengan aturannya. Sembari menunggu, Chen Leung tentu kembali bekerja di studio foto. Setidaknya dengan pikiran yang sedikit tenang mengetahui bahwa operasi itu akan dijalankan, Chen Leung bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Namun, satu hal yang belum ia lakukan, menyatakan permintaan maaf kepada ayahnya.

Silent MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang