Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih. Enjoy!
-Han Shinwa
Pada sebuah malam di mana musim angin masih terus berhembus dengan kencang, Chen Mo mengajak dua wanita kesayangannya untuk berjalan-jalan menikmati festival yang diadakan di distrik mereka. Dua wanita itu adalah Irene dan Chen Lili yang tentu saja anak dan istrinya. Mereka melihat berbagai macam kegiatan meriah di sana, sudah lama sekali sejak terakhir kali Chen Mo membawa keluarganya untuk bersenang-senang. Kudapan-kudapan dimasak langsung di depan kita, serta penampilan menarik dari Wu Shi atau Barongsai, sebuah tarian singa disertai dengan ledakan-ledakan petasan kecil.
Chen Lili sangat suka memakan es krim di tengah-tengah festival seperti ini, ayahnya membelikan es krim itu untuk anak perempuan tercintanya itu. Chen Mo yakin sekali jika ada Chen Leung di sini, dia juga akan ikut menikmati semua keindahan di sini. Sejurus, Chen Mo melihat beberapa fotografer yang sudah dipersenjatai dengan kamera-kamera hebat di tangan mereka, lantas dia teringat dengan apa yang menjadi keinginan Chen Leung.
Kamera-kamera itu menangkap berbagai sudut pandang tangkapan gambar ditambah dengan lampu kilat mereka yang menyala saat menangkap gambar. Seandainya ada uang cukup, mungkin Chen Mo ingin sekali membelikan sebuah kamera untuk Chen Leung.
Tangan Irene segera menggenggam Chen Mo yang menyadarkan dari lamunan dalam, Irene tahu apa yang tengah ada dalam pikiran suaminya tersebut, maka dari itu dia berusaha untuk menahannya agar tidak terjatuh dalam keputusasaan. Berkali-kali telah diyakinkannya bahwa Chen Leung akan mengerti terhadap kondisi yang ada. Meski begitu, Chen Mo memang ingin sekali memberikan segalanya kepada Chen Leung, karena sedari kecil dirinya tidaklah mendapatkan apa yang diinginkannya.
Tubuh Chen Mo disentuh oleh anak perempuannya itu, Chen Lili kemudian menunjuk-nunjuk kepada sebuah panggung yang menampilkan sebuah penampilan opera. Diraihnya tangan Chen Lili, lalu diajaknya mendekat panggung tersebut untuk menikmati pertunjukkan opera itu bersama, walaupun Chen Mo tidak bisa ikut menikmatinya.
Keesokan harinya, ini adalah tahun ke-3 dari pendidikan dasar sekolah Chen Lili, Chen Mo menjemputnya jika ada waktu senggang. Sedikit berbeda dengan apa yang terjadi oleh kakaknya. Jika pada lingkungan Chen Leung teman-temannya selalu mencemooh ayahnya itu, sedangkan teman-teman Chen Lili mengerti betul bagaimana kondisi ayah temannya itu. Itu alasan mengapa Chen Lili sendiri tidak memiliki sifat pendendam.
Chen Mo yang selalu melambai-lambai tanpa mengeluarkan suara itu sering tidak disadari oleh Chen Lili keberadaannya, namun teman-temannya langsung memberitahu Chen Lili bahwa ayahnya datang. Senang bukan main perasaan Chen Lili jika ayahnya datang untuk menjemput dirinya, seakan rasa penat dar sekolah sirna.
"Baba!" Dipeluknya Chen Mo yang hanya tersenyum karena bertemu dengan putrinya. Sebenarnya kejadian seperti ini juga terjadi pada Chen Leung dulu, tapi teman-temannya itu yang membuat Chen Leung menjadi sedikit risih. Dia sempat berpikir bahwa dia tidak ingin memiliki ayah seperti Chen Mo, tapi ternyata itu adalah sebuah kesalahan, bahwasannya tidak masalah memiliki orang tua seperti apa, yang jelas mereka telah melakukan sebaik mungkin untuk anak-anaknya.
Pada suatu malam di mana hujan turun cukup deras membasahi tanah, tubuh kecil Chen Lili mendadak panas, dia menggigil. Dibalutinya seluruh leher Chen Lili oleh handuk hangat, kemudian dibawa berlari menerobos hujan oleh ayahnya yang memanggil taksi untuk pergi ke rumah sakit. Chen Leung yang sewaktu itu masih tinggal bersama langsung menyiapkan sebuah sup bersamaan dengan ibunya, agar bisa dinikmati oleh Chen Lili sepulangnya dari rumah sakit.
Orang-orang tidak melihat betapa kuatnya kehidupan keluarga kecil yang satu ini, dua wanita kesayangan dari dua laki-laki terhebat menjadi satu dalam sebutan keluarga. Anugerah terbaik yang dunia pernah tunjukkan. Meski dengan kekurangan yang tercipta, bukanlah menjadi masalah bagi mereka semua. Ini adalah kekuatan kasih sayang sesungguhnya.
Hari ini Chen Leung pulang ke rumah kakeknya setelah bekerja menjadi sebuah petugas kebersihan dalam sebuah restoran. Chen Leung sendiri sudah ijin kepada kakeknya itu bahwa dirinya akan melakukan pekerjaan sampingan, dan meminta agar mereka bekerja sama untuk sepakat tidak memberitahukan ini kepada ibunya. Karena Irene pasti akan marah jika tahu Chen Leung bekerja sampingan kembali. Tujuan Chen Leung dititipkan kepada Chung Mui adalah untuk tidak perlu melakukan pekerjaan apa pun.
"Kamu sudah pulang, Nak," Chung Mui menghampiri cucunya tersebut yang baru saja masuk ke dalam rumah, dan seperti kebiasaan orang tau di rumahnya, kakeknya itu juga memeluk Chen Leung jika baru saja tiba di rumah.
Chen Leung bukanlah anak yang mudah diam begitu saja, ketika dia mendapati sesuatu yang membuatnya penasaran, maka dia akan mencari tahunya. Terutama perihal kamera. Dalam ruangan baca milik kakeknya itu, sungguh banyak buku yang terdapat di sana, meskipun kebanyakan berisi ilmu-ilmu kepentingan politik yang tidak begitu dipahami oleh Chen Leung.
Sedikit berbeda dari kakek, neneknya selalu memberikan makanan kepada Chen Leung sekalipun Chen Leung sudah merasa kenyang. "Tidak masalah, hanya kudapan kecil, makalnlah jika merasa lapar, Nak." Alasan mengapa Chen Leung tidak bisa merasa lapar jika berada di rumah ini.
Salah satu buku yang mirip dengan bentukkan buku yang pernah dilihat Chen Leung, didapatinya di antara buku-buku lainnya dalam rak tersebut. "Gerakan Tangan 64 Kali," gumamnya. Diambil buku tersebut. Sudahlah sangat usang dibandingkan buku yang dicuri diam-diam oleh Chen Leung dari rumah kecil yang dekat dengan perguruannya tersebut. "Sedikit berbeda isinya, penuh dengan coret-coretan," ucap Chen Leung yang melihat dalam buku tersebut.
"Liang Chen," suara berat kakeknya memanggil, segera diletakkan kembali buku tersebut oleh dirinya. Chung Mui melangkahkan kakinya mendekati Chen Leung, "Seperti terulang kembali, kejadian-kejadian di sini saat ada dirimu. Apa yang kamu lakukan selalu mirip dengan ibumu, Chen Leung. Dia orang yang sangat penasaran dengan buku, apa saja buku itu. Sedikit cerita saja bahwa ibumu adalah orang yang aneh jika dipandang dari perspektif kebanyakan orang."
Chen Leung memasang telinganya baik-baik sembari terus menatap kakeknya, menunggu dia bercerita lebih lanjut.
"Di antara banyaknya seorang pria yang gagah nan hebat, yang dipilihnya adalah seseorang yang tuli dan bisu. Bukan Kakek menghina ayahmu, hanya saja bagi kebanyakan orang itu adalah hal aneh," ucap Chung Mui. Chen Leung hanya terdiam, karena jika dipikirkan itu masuk dalam akal.
"Meski begitu, keduanya menjadi pasangan yang sangat hebat dalam mendidik kalian. Kakek tidaklah menganggap ayahmu payah, tidak pula menganggap ibumu orang yang aneh. Mereka berdua menjadi anak kesayangan Kakek. Dan ibumu masih tetap menjadi wanita kesayangan Kakek hingga sekarang, bahkan adikmu Chen Lili. Anak perempuan yang parasnya sangat mirip dengan Chen Mo. Sedangkan dirimu sangat mirip dengan Irene." Chung Mui tertawa.
Diambil salah satu buku oleh kakeknya, itu adalah album foto, "Ini adalah salah satu foto di mana Kakek mengambilnya secara diam-diam. Jangan bagi tahu mereka, ya. Ini rahasia kita berdua," dilihatnya bersama foto tersebut, Chen Mo dan Irene sedang duduk bersama, belajar bersama di suatu hari, "sebelum ayahmu menamatkan pendidikan menengahnya, ibumu-lah yang mengajari dia segala hal."
"Baba diajari oleh Mama?" Yakin Chen Leung, Chung Mui mengangguk. Tidak menyangka, ternyata ibunya sepintar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moment
Beletrie(MOMEN TANPA SUARA) Chen Leung, di tangannya sebuah kamera mampu menangkap gambar mahakarya. Hidupnya tidaklah mudah dijalani, usah pikirkan. Kesedihan, penderitaan, kesunyian, air mata, dan kegelapan kerap kali datang. Namun, kebahagiaan, kesenanga...