Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, kawan!
Klik ikon bintang sebagai bentuk dukungan kalian kepada sang penulis. Saya ucapkan terima kasih.
Enjoy!-Han Shinwa
Peduli apa jika matahari sudah terbenam, Chen Leung tetap berlari sekuat tenaga, lalu menaiki bus dan berdoa keras agar tidak terjadi apa-apa pada ayahnya. Faye sangat mengenali Chen Leung dan bagaimana dia mulai ketakutan, meski sudah berteman sejak kecil, tak pernahnya dia melihat wajah yang begitu sengsara terukir pada Chen Leung.
"Kenapa baba bisa ditangkap?" Tanya Chen Leung.
"Entahlah, aku tadi melihatnya di jalan seorang diri, kemudian beberapa orang langsung menangkapnya begitu saja. Aku sengaja mengikutinya kemudian pergi memberitahumu." Jawab Faye.
"Kenapa kau tidak memberitahu ibuku saja?" Nada Chen Leung mulai meninggi.
"Dia sedang jatuh sakit, bagaimana mungkin aku bisa memberitahunya?" Bahkan Chen Leung sendiri tidak tahu bahwa ibunya sedang jatuh sakit. Semuanya menjadi kacau begitu Chen Leung meninggalkan rumah, tidak ada yang berjalan dengan aman.
Pergi dibawanya oleh Faye ke lapas, bersamaan dengan Chen Leung yang tersenggal-senggal napasnya. Malam bertambah larut, jam kunjungan sudah ditutup. Tidak ada pilihan selain menunggu esok hari. Betapa kesalnya Chen Leung tidak mengerti apa yang sedang terjadi, bahkan petugas lapar tidak ingin memberitahukan alasan mengapa ayahnya itu ditahan. Tidak boleh informasi sembarangan disebar. Dengan pasrah hati, Chen Leung pulang ke rumahnya, cukup mengejutkan Chen Lili, sang adik. Meskipun dia merasa senang, tapi kekhawatiran timbul di sini.
Faye duduk bersama di antara mereka menceritakan apa yang dia lihat tadi siang, sungguh kesialan sekali yang terjadi pada Chen Mo. Dia hanya berniat untuk mengunjungi anaknya, yang terjadi justru sangatlah jauh dari dugaan. Ibunya yang sakit menjadi jauh lebih sakit ketika mendengar kabar yang benar-benar mengejutkan hatinya. Malang sekali nasib suaminya.
"Chen Leung, maafkan Mama karena terlalu menghakimi dirimu seenaknya. Mama kira dirimu menjadi sebuah kesalahan karena memukuli orang-orang, tapi kelihatannya tidak begitu. Keadaan menjadi jauh lebih sulit saat dirimu meninggalkan rumah ini, perasaan kami menjadi serba salah. Dirimu melakukan hal terbaik demi kita semua." Ujar ibu.
Saat Chen Leung kembali, perasaannya sangat teriris. Bukan maksud mereka untuk membuang dirinya, tapi keadaannya sangat tidak memungkinkannya. Mereka tetap ingin agar dirinya sekolah, memiliki pendidikan yang baik. Jauh lebih baik dari mereka. Stok beras yang menipis, lauk makanan yang seadanya, serta beberapa peralatan rumah yang mulai usang, bahkan mesin jahit yang sudah mulai terlihat rusak. Perih sekali hati Chen Leung melihatnya.
Melihat adiknya yang hanya melamun benar-benar membuatnya merasa sangat bersalah, Chen Lili sesungguhnya ketakutan dengan apa yang akan terjadi pada ayahnya nanti. Seorang anak perempuan mana yang sanggup untuk jauh dari cinta laki-laki pertamanya dalam hidupnya itu.
"Aku mengakuinya, Ma. Aku memang menjadi jauh lebih kasar sejak banyak yang mencemooh Baba sebagai seseorang yang bisu dan tuli. Bukan aku tidak terima kenyataannya seperti itu, tapi manusia hina mana yang mencela Baba seperti itu? Aku hanya tidak ingin ada yang menghinanya, hanya itu saja." Ujar Chen Leung.
Tangan halus ibu mengusap rambut berantakan milik Chen Leung, menangis anak lelaki tersebut dalam dekapan hangat ibunya, "Jika memang sudah seperti itu, katakan saja tidak masalah. Aku ini anak laki-laki, Ma. Tidak ada alasan untukku agar menyerah, tidak ada alasan kepadaku untuk mengatakan tidak. Jika memang harus berhenti bersekolah, tiada masalah bagiku. Yang kuinginkan adalah bisa melihat kalian dalam keadaan baik-baik saja, tidak perlu kesulitan karena memikirkan diriku." Tangis sesengukan itu terdengar sangat jelas, bahkan Faye ikut menangis mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moment
Ficción General(MOMEN TANPA SUARA) Chen Leung, di tangannya sebuah kamera mampu menangkap gambar mahakarya. Hidupnya tidaklah mudah dijalani, usah pikirkan. Kesedihan, penderitaan, kesunyian, air mata, dan kegelapan kerap kali datang. Namun, kebahagiaan, kesenanga...