official...?

1.8K 123 15
                                    

Lanney merutuki dirinya, sesekali sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Ia tahu akan menyesali ucapannya sesaat setelah kata-kata tersebut keluar dari mulutnya, namun emosinya mengambil alih akal sehatnya dan tidak ada yang dapat menghentikannya.

Ia tak merencanakan ingin menimbulkan kekacauan padahal baru saja memasuki rumah Green Family.

Entah apa yang mengganggunya. Fakta bahwa ia sudah mengamati gerak-gerik Adhea terhadap sahabatnya, fakta bahwa ia juga mengamati gerak-gerik Raymond terhadap Adhea, dan fakta-fakta tersebut membuatnya marah. Marah karena ia merasa terasingkan, merasa tergantikan, merasa cemburu - yang tak akan ia akui tapi hal itu benar.

Cemburu bahwa waktu yang ia habiskan untuk menyimpan perasaan kepada Raymond selama ini terbuang sia-sia, karena pada akhirnya Adhea mengalahkannya.

Cemburu bahwa Adhea memiliki segala yang ia inginkan. Hidup sempurna, keluarga yang harmonis, dan perasaan orang yang ia cinta. Yang terutama, ia juga mengambil sahabatnya.

Just when she thought everything's bad, Althea mendatanginya, namun wajahnya tersirat suatu emosi.

"Lane, what the hell was that?"

Lanney mengusap wajahnya, "Lo dengar semuanya?"

"Iya, dan gue butuh penjelasan." Betul saja. Pasalnya Althea baru saja sampai ke pekarangan rumah Adhea bersama dengan sahabat Adhea lainnya menggunakan mobil 2. Namun, tiba-tiba ia melihat Lanney membawa Adhea ke tempat sepi, rasa penasarannya membawa dirinya ke sini.

Tak dapat menahan emosinya, Lanney berdiri dan mulai mondar-mandir di depan Althea.

"Jujur, gue gatau kenapa gue bisa lepas kendali seperti tadi. Lo tau kan gue orang yang punya emosi tertutup? Gue selalu pinter dalam menyimpan emosi?" Yang dijawab anggukan oleh Althea, Lanney melihatnya lalu melanjutkan.

"Jadi kemarin gue gak sengaja melihat lo dan Adhea di taman belakang sitting side by side. Gue mendengar percakapan kalian and it makes me so mad," Althea dapat melihat wajah Lanney yang tercetak sedih sambil menatapnya, "How could you keep secret like that? Bahwa lo masih battle that disease dan bahwa Adhea mengetahui hal itu but not me? I feel betrayed, Al. Gue merasa tergantikan."

Baru saja Althea ingin berucap namun Lanney menyetopnya, "Gue tahu itu hanya perasaan gue, but i can't help it. Then gue dengar bahwa Adhea punya perasaan lebih ke lo dan lo tahu hal itu. Yang buat gue marah adalah bagaimana lo masih memeluk Adhea saat lo tahu Raymond, sahabat lo, punya rasa yang lebih ke Adhea."

Kali kedua Althea ingin menginterupsi, namun Lanney mendahuluinya lagi.

"I know, Al. Gue salah, gue seharusnya ngomong sama lo dulu. But that recks my mind dan gue gabisa berpikir jernih. Gue takut kehilangan lo dan Raymond. Jadi saat gue lihat Adhea tadi, i just... snapped. Dan sekarang i regret it."

"Udah?" Althea bertanya.

Lanney mengangguk sambil mengusap wajahnya lagi.

"Okay, first of all, lo gak akan pernah kehilangan gue. I am your family first di atas semua hubungan yang belum atau akan terjadi. Lane, c'mon, gue sedih mendengar lo berpikir bahwa gue akan meninggalkan lo untuk suatu hubungan. Tidak akan pernah terjadi. You should know that," Althea merangkul sahabatnya itu.

"Second of all, there's nothing between me and Adhea. I guess dia memang punya perasaan lebih ke gue, and maybe me too, tapi no one act on it. Dan jika ada apa-apa gue pasti cerita sama lo dan Ruby, you know that..."

Althea memindahkan tangannya dari rangkulan. Kini ia menggandeng lengan sahabatnya, wajahnya tampak berpikir.

"Lagian lo juga ada benarnya," katanya yang mengundang tatapan heran dari Lanney.

HIDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang