Treffen

2.6K 310 1
                                    

"Dhea!"

Gadis yang dipanggil Dhea berbalik.

Deg

~~~~~

Raymond POV

Ruby telah pergi karena ada 'panggilan alam' katanya. Meh, wanita itu selalu segan mengakui dia butuh BAB. Padahal kan buang air besar itu memang salah satu metabolisme tubuh manusia, itu cara tubuh bekerja dan semua manusia membutuhkannya. Ah, sudahlah, biarkan saja dia.

Gue menoleh ke depan aula. Itukah Dhea? Mungkin itu dia, coba gue panggil aja kali ya?

"Dhea!"

Aula ini benar-benar sunyi, suara gue aja kedengaran sampe ke ujung sana. Focus Raymond! Lihat, gadis itu membalikkan badannya.

Deg

Oh My God... ITUKAH DHEA!?

Entah ada magnet apa, tapi badan gue secara otomatis tertarik untuk mendekati dia. Gue kehilangan kontrol koordinasi tubuh gue sendiri. Alert! Alert!

Astaga, Dhea sangat... cantik.

Matanya sangat ayu dan bersinar, hidungnya terbentuk sempurna, bibirnya... gue gak bisa menjelaskannya secara langsung, semua bagian dirinya seperti sangat sempurnya. Seperti, Tuhan menambah waktu extra untuk membentuknya.

"Ekhem"

Wait. Itu suara dehaman laki-laki. Gue lihat siapa yang berdeham. Dia laki-laki tubuhnya agak lebih tinggi dari Dhea, dia juga... lumayan sempurna. Siapa ini?

"Seriously? Lo lupa sama gue? Big old brother yang suka mukulin kepala lo?"

Big old brother? Yang suka pukulin kepala gue? Wait. Jangan bilang ini-

"ZEDIO!?"

Dia tertawa. It is Zedio.

"Astaga, lo makin besar aja, dio. Gue gak nyangka tubuh gempal dan pipi chubby lo berubah jadi kayak, GINI!"

Dia juga sama terkejutnya dengan gue. "Gue juga gak nyangka orang cupu kayak lo bisa aja tambah mantap. Kayaknya akibat merantau ke barat buat lo tambah glowing aja ya"

Gue dan Zedio melakukan tos ala laki-laki. Dan bercengkrama sesaat mengingat masa-masa dimana kami dulu di dalam 'wujud' yang berbeda-beda. Sampai sebuah suara menginterupsi kami.

"Hello, nama gue Dhea dan gue udah nunggu lo 30 menit. Ini yang gue dapat?"

Gue lihat wajahnya yang kesal. Gue segera memeluknya yang spontan dibalas balik. Setelah cukup lama berpelukan, dia mundur dan melepaskan pelukan. Gue bisa lihat semua perubahan di wajahnya.

"So, my girl next door, i see lo udah meraih bintang lo. How are you?"

Wajahnya menetral. Dia tersenyum. Astagaaa dia tersenyum. Senyumnya belum berubah, masih senyuman termanis dan terafeksionist yang pernah gue lihat. 

"Well, lo tau lah. Kadang ada fans di sana sini, tapi gue baik-baik aja. Lo apa kabar? Kok bisa makin ganteng sih?" tanyanya.

Gue ganteng? Suer, bagi kalian yang sedang membaca. Gue seharusnya orang yang terpintar dan yang terkontrol. Tapi gue belum pernah merasakan ini. Masa gue dibilang ganteng aja salting? Kalian pernah merasakan seperti ini?

(Sumpah, mond. Gue sendiri geli pas nulis apa yang sebenarnya terjadi di kepala lo. Sahabat-sahabat lo bener. Lo pintar tapi goblok. MENJIJKKAN) - Author

Kurang kejam, thor, kurang kejam lagi.

Back to story...

"seperti yang dibilang Dio. Berimigrasi ke barat ternyata memang punya pengaruh besar terhadap kulit lo loh. Lihat gue!" Gue sengaja buat sedikit jokes, dan mereka berdua tertawa.

HIDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang