بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ****
9. Tolakan Reza
Pagi ini Ailin, Hesti, Sania, dan Rani sudah berkumpul, melepas salam perpisahan kepada Rahm Aulia Putri, salah satu saudari mereka yang akan pulang ke rumah asalnya.
"Ama? Kamu udah pamit ke keluarga ndalem?" tanya Sania mengerjapkan mata.
"Belum atuh , San, 'kan ini baru mau ke sana," jawab Rahma.
"Mau peluk atau nggak nih?" tanya Rahma terkekeh lalu menaruh koper dan merentangkan tangannya.
Bukan Sania, namun Hesti yang langsung memeluk Rahma. "Jangan lupain aku ya, Ma?" Hesti menangis terisak di pelukan Rahma.
"Kamu lucu pisan ih," Rahma terkekeh lalu mencubit pipi Hesti membuat Hesti menggembungkan pipinya, gemas sekali.
"Ralat, bukan aku Hes, tapi kita." Sania ikut memeluk Rahma.
"Pasti, Ama nggak akan lupain kalian semua, keluarga kedua Ama, hampir 6 tahun ya, kita sama-sama?" Ama terkekeh sakit.
Rahma menghampiri Ailin yang sedari tadi hanya diam berdiri di tempatnya.
"Lin? Hatur nuhun, ya? Makasih Ailin selama ini selalu bisa tenangin Ama. Jujur, Ama salut sama Ailin. Selama Ama kenal Ailin, Ailin nggak pernah tunjukin kerapuhan Ailin di depan orang lain, dan itu juga yang Ama usahain sekarang, ternyata nggak gampang ya Lin?" Ama terkekeh sumbang, mata nya sudah memerah, namun ia tetap menahan agar air mata agar tak turun.
"Ama? Apapun masalah Ama, jangan pernah ngerasa sendiri, selalu libatkan Allah dalam setiap langkah Ama, rintangan Ama bukan cuman ini, masih ada rintangan lain yang udah siap nunggu Ama di depan sana. Jadi Ama harus kuat, ya?" Ailin memegang bahu Ama dengan cara meraba, hal yang selalu Ailin lakukan kepada lawan bicara nya jika sedang menenangkan (kecuali lawan jenis). Dan benar saja, cara itu selalu berhasil membuat orang terhipnotis dengan melihat mata seorang Ailin Strala, tatapan Ailin benar-benar bisa menguatkan siapa saja yang melihatnya.
Rahma mengangguk iya, walaupun ia tak yakin dengan anggukannya.
"Rani? Nggak mau peluk Ama?" tanya Hesti.
Rani yang sejak tadi diam mulai maju perlahan. "Ama, hati-hati di jalan, ya? Kalau bisa jangan balik lagi," ucap Rani membuat suasana hening seketika.
Rani melepaskan pelukannya. "Maksud aku, kalau bisa balik lagi ke sini, buat kumpul sebelum kita lulus nanti," ralat Rani terkekeh diberi anggukan mereka semua.
"Hehe, iya Ran. Insyaallah, ya?"
Mereka berlima berpelukan sambil menahan air mata.
Bagus deh, biar nggak banyak hama yang harus disingkirin nanti, batin seseorang.
****
Keluarga Al-Farizi berkumpul di ruang keluarga.
"Mohon maaf Abuya. Ada apa, ya?" tanya Reza.
"Jadi begini Za, umur kamu 'kan sudah menginjak 25 tahun. Ayah dan Ibumu juga memberi kepercayaan Abi jika ada yang cocok dengan mu maka jodohkan saja. Maka dari itu, sebelum Abi berbicara dengan orang tuamu, alangkah baiknya Abi meminta persetujuan kamu dulu," tutur Abi Ali.
Reza mengerutkan dahi bingung. "Maksud Abuya, Abuya sudah ada calon istri untuk Reza?" Tanya Reza memastikan dibalas anggukan benar oleh Abi Ali.
"Bagaimana, Nak?" Tanya Umi Fatimah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Santriwati Buta
Teen Fictionلن تعرف معنى الائم حتى تعرف معنى الخسرة ❝Kau tidak akan tau artinya kesakitan sebelum tau artinya kehilangan.❞ Copyright© Bubulamoomin, 2022