To: Lauhul Mahfudz
Sebelum membangun rumah tangga, mampukah kamu menegur tanpa membentak? Menasihati tanpa merendahkan? Juga memberi apresiasi tanpa diminta? Bisakah kamu mensyukuri dan menghargai apa yang sudah kamu dapat nantinya?
Kalau belum bisa, kita sama-sama belajar, ya (◠‿◕)52. Paman Amat
Padahal, Gus Arez memesan kamar dua, untuk dirinya, juga sang Adik. Tapi bukannya istirahat dengan tenang di kamar masing-masing, Gus Arez harus menyaksikan Gus Azam yang sudah tertidur pulas di kamarnya sejak datang tadi, setelah mandi juga salat tentunya. Tak apa, biarkan saja dia tidur dengan pulas. Gus Arez tak mempermasalahkannya. Toh, Gus Azam sudah cukup mandiri di pesawat tadi, mungkin ia ingin bermanja di vila ini sebelum memulai proses ta'aruf-nya besok. Nanti, kalau sudah menjadi suami, akan sulit bermanja dengan sang Abang. Jujur saja, walaupun Gus Azam pernah mengatakan sudah siap membangun rumah tangga, ia masih membutuhkan abangnya.
"Abang."
Panggilan itu membuat Gus Arez melirik. Ternyata Gus Azam sudah bangun, muka bantalnya sangat kentara membuat Gus Arez terkekeh kecil lalu mengacak gemas rambut adiknya itu. "Heum? Kenapa?" tanyanya.
"Adek tidurnya berapa lama?" tanya balik Gus Azam mengucek matanya.
"Satu jam," jawab Gus Arez.
Gus Azam bangun dari posisinya, turun dari ranjang, ingin beranjak keluar kamar. Namun, sebelum membuka pintu, ia berbalik untuk mengatakan, "Adek keluar vila sebentar, Bang."
"Ke mana?"
"Ya keluar," jawab Gus Azam.
"Ya ke mana, tujuannya."
"Cari es," jawab Gus Azam pada akhirnya.
"Sama siapa?"
"Kalau nggak jalan, paling sama Bapak Ojek, kan kita nggak bawa kendaraan."
"Baliknya kapan?"
Gus Azam menghela napas panjang. "Nggak tahu."
"Pastinya jam berapa?"
"Abang ..., Adek udah besar," rengek Gus Azam.
Gus Arez terkekeh. "Kalau Adek belum besar, ngapain Adek ke sini buat ta'aruf anak perempuan orang."
"Nah, kalau gitu kenapa Abang tanya-tanya Adek kayak anak kecil yang mau main keluar rumah?" sungut Gus Azam, "Adek mau cuci muka dulu." Ia hendak berbalik.
"Supaya Adek nggak kaget kalau berumah tangga nanti, biar sabarnya udah terlatih."
Mendengar penuturan itu, Gus Azam mengurungkan niatnya untuk membalikkan badan. "Maksudnya?"
Gus Arez belum menjawab, ia menghampiri Gus Azam yang masih diam di tempat. Lalu berdiri berhadapan dengan sang Adik. "Sebagai laki-laki, kadang kita nggak mau selalu ditanya-tanya, dilarang mau ngapain aja, diikut campuri urusannya. Tapi, itu semua bakal berubah kalau Adek udah punya istri, Adek nggak bisa seenaknya lagi kayak waktu Adek masih belum ngambil tanggung jawab sebagai suami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Santriwati Buta
Ficção Adolescenteلن تعرف معنى الائم حتى تعرف معنى الخسرة ❝Kau tidak akan tau artinya kesakitan sebelum tau artinya kehilangan.❞ Copyright© Bubulamoomin, 2022