50. Mark Lee Ganteng

734 59 6
                                    

لن تعرف معنى الائم حتى تعرف معنى الخسرة

“Kau tidak akan tau artinya kesakitan sebelum tau artinya kehilangan.”

50

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

50. Pesawat dan Kunjungan

"Lebay banget sih, lo," cibir Roy menurunkan tangan Devan yang digunakannya untuk menutupi sinar matahari agar tak terkena muka.

"Cowok kok takut matahari, gentle dikit dong, Van," Yusuf ikut campur disertai dengan kekehan.

"Nanti gue berubah jadi Duyung."

Balasan Devan tanpa ekspresi itu berhasil mendapat toyoran kepala dari temannya. "Sejak kapan kena matahari berubah jadi Duyung, Monyet!" maki Roy.

"Nah! Yang bener mah Drakula, bego!" Yusuf menimpali.

"Ih, parah kalian," ujar Devan. "Masa Duyung dibilang Monyet, jelas-jelas cerita rakyatnya si Duyung itu manusia separuh ikan, ketahuan malas baca nih."

"Terus, lo juga, Cup. Lu sama Drakula kalau masalah pengalaman hidup jauh lebih banyak mereka kali, masa iya mereka lo bilang bego, yang bener aja."

Roy dan Yusuf saling lirik. Tidak, mereka tidak akan membalas apapun, bisa-bisa pembahasan ini tidak akan berujung.

"Ko, lo nggak takut gosong?" Roy mengalihkan pembicaraan. Pun, Devan tidak apa jika tidak direspons.

Arya sejak tadi hanya menikmati setiap langkah, membiarkan teman-temannya sekedar bercanda, toh, mereka sudah biasa begitu. Juga beberapa kali Arya membantu menutupi wajah Devan dari cahaya surya. Mereka tidak akan lupa bahwasanya kulit Devan akan memerah jika terkena sinar matahari yang terik seperti sekarang.

"Enggak," jawab Arya melirik Yusuf sekilas.

"Huh," Roy mendengus. "Coba aja tadi nggak telat bangun, mana mungkin kita disuruh ikut masak. Wong hari ini kita nggak dapat jadwalnya," Roy masih kesal.

Ya, mereka semua telat bangun. Sehingga tidak ikut melaksanakan salat Subuh berjamaah. Karena itulah mereka mendapat hukuman untuk ikut memasak. Tenang, pesantren Al-Maajid antara asrama putra dan putri memang mempunyai dapur masing-masing. Pun, hanya ada satu orang tua yang membantu setiap harinya, di dapur putri tidak ada laki-laki, begitupun sebaliknya. Untuk putra memang diajarkan memasak mandiri di sini.

"Yaudah sih, Roy. Salah kita juga," bijak Devan diangguki benar oleh Arya.

"Ho’oh, untung aja kagak dibawain ember."

***

Setelah berkemas-kemas dengan barang yang akan di bawa ke Kalimantan membuat Gus Arez dan Gus Azam kelelahan. Mereka bersandar pada sofa yang sama, seharusnya sebelum subuh mereka sudah menyiapkan, tapi ternyata ekspetasi tidak sesuai dengan realita. Cukup lama terjadi keheningan di antara kedua kakak-beradik itu. Masing-masing berkalut pada pikiran mereka, banyak andai juga semoga yang sejak tadi terus mengepung pemikiran.

Jodohku Santriwati Buta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang