18. Penyudutan Rahma

1.9K 150 0
                                    

18. Makam

Sore ini, di saat semua orang sibuk mencari keberadaannya. Perempuan dengan baju yang tak diganti sejak dari rumah sakit tadi bersimpuh di sebelah makam, sudah sekitar setengah jam ia bersimpuh di sini.

"Bunda ... Ayah ..." panggil Rahma lirih sambil mengusap nisan sang Ibu dan menatap nisan sang Ayah yang berada di sebelah makam Ibu nya.

"Ama kangen sama kalian ...." Perlahan air mata Rahma kembali jatuh. Ia tak bisa membendung kesedihan. Ini kali pertama ia mengunjungi makam orang tua nya setelah kabar menyakitkan kala itu ia dapatkan.

"Kenapa kalian pergi duluan? Kenapa kalian nggak ngajak Ama juga? Nggak ada yang sayang sama Ama selain kalian.."

Darah di pergelangan baju Rahma sudah lama mengering, ia menatap bekas darah itu sambil tersenyum kecut. "Ayah...? Dulu, Ayah nggak akan biarin anak Ayah yang cantik ini ada luka sedikit pun.. kalau pun ada luka sedikit aja di badan aku, Ayah selalu sigap obatin, tapi sekarang? Dia... dia biarin luka aku gitu aja, Ayah... dia nggak peduli sama aku, kenapa dia jahat?" Rahma menangis sejadi-jadinya. Sesekali ia menahan tangis, namun sangat susah karena dadanya akan terasa sesak.

Beberapa menit berlalu.

Perlahan, mata Rahma menatap seseorang yang berjongkok di sebelahnya.

"Maaf ..." kata yang pertama kali keluar dari mulut orang itu.

Rahma benar-benar tidak salah lihat, suaminya. Iya, ini adalah suaminya.

Dengan cepat, Rahma menghapus air mata.

Gus Aznar menatap dalam pergelangan Rahma, rasa bersalah kembali menyeruak di hatinya. Ia ingin meraih pergelangan tangan Rahma. Namun sebelum hal itu terjadi, Rahma sudah lebih dulu menarik tangannya.

"Sayang ...," panggil lembut Gus Aznar.

Air mata Rahma kembali turun, Rahma mengalihkan pandangannya dan menghapus air mata itu dengan kasar.

"Pulang, ya?" pinta Gus Aznar, terpancar banyak harapan dari tatapannya.

Rahma menggeleng tanpa menatap Gus Aznar.

"Luka kamu harus diobati," ujar Gus Aznar.

Rahma kembali menggeleng.

"Jangan egois Rahma, yang kena imbasnya bukan cuman lo!" Gus Aznar sepertinya sangat kelelahan sampai tak bisa mengontrol kembali perkataannya.

Kali ini Rahma memberanikan diri menatap Gus Aznar, dengan mata yang sudah sangat memerah dan badan yang terus bergetar, ia mencoba mengeluarkan suara.

"Iya, aku emang egois ... kamu pasti malu punya istri egois kaya aku ...."

"Di depan makam kedua orang tua aku ... aku minta sama kamu buat ceraiin aku sekarang juga ...."

Permintaan dari Rahma kembali membuat Gus Aznar mematung.

Ayolah, apa yang telah ia lakukan sampai-sampai istrinya meminta untuk diceraikan?

Gus Aznar menggeleng, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga Rahma, ia sudah berjanji untuk menjaga amanah sang mertua. Ia tak ingin mengecewakan kedua mertuanya yang sudah tenang di sana, ia juga tak ingin menghilangkan kepercayaan orang tuanya.

"Saya tidak mau, atas dasar apa saya harus mengikuti keinginanmu itu?" tanya Gus Aznar membuat Rahma tersenyum kecut.

"Suami mana yang tega biarin istrinya pergi sendiri dalam waktu perjalanan berjam-jam dengan luka jahitan yang terbuka?" tanya Rahma bergetar. Sebenarnya ia tak ingin mengatakan hal ini. Tapi ia ingin melihat seberapa besar keinginan suaminya untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

Jodohku Santriwati Buta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang