22. Preman Kegelian

2.1K 512 27
                                    

Yuhuuu mantemans!

Ketemuan yuks! Buat kalian yang tinggal di Jabodetabek, bakalan ada acara gede-gedean punya Wattpad di event Indonesia International Book Fair di JCC Senayan. Catet nih waktunya, Sabtu, 12 November 2022 jam 17.00 WIB.  Kalian bisa ikutan pameran buku, sekalian ketemu eike dan otor-otor lain favorit kalian, plus menangin merch dari Wattpad. Widih ... mau ketinggalan?

Hayuuu ... kita ketemuan yuk.

 kita ketemuan yuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekarang,  enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekarang,  enjoy.

BAGIAN DUA PULUH DUA: PREMAN KEGELIAN

Tyo mengajaknya makan malam di sebuah restoran yang cukup jauh dari rumah, mungkin demi menjaga penyamarannya, tapi Diana tetap merasa senang sekali. Untuk pertama kali sejak kematian sang ayah, dia merasa bahagia. Mungkin dia memang jatuh cinta kepada Tyo, atau apa pun perasaan yang dia punya, karena dia memang belum yakin. Yang jelas dia nyaman dengan pria itu, meski Tyo jelas jauh berbeda dengan Berto, cinta pertamanya.

“Saya harap Mbak Diana menyukai menunya. Ini bukan restoran mewah, tapi Mbak pasti tahu seberapa gaji saya sebagai polisi,” kata Tyo sambil memberikan buku menu kepadanya.

Diana tersenyum lebar. “Didi, panggil aku Didi,” sahutnya. “Dan aku tahu gaji polisi dengan pangkat kayak kamu itu seberapa. Tenang aja.”

Tyo tersenyum. “Didi,” ucapnya lembut, seolah-olah dia sudah menunggu untuk menyebut nama itu sejak dulu. “Senang bisa panggil kamu dengan nama itu.”

Mata Diana menyipit karena senyum cerianya. Dia mengulurkan tangan dan meremas jemari Tyo yang saling bertaut di atas meja. “Kapan kamu mau minta aku jadi pacar kamu? Sekarang?”

Tyo termangu. Dia mengerjap cepat karena pertanyaan Diana dan tatapan matanya yang berbinar di wajah semringah. Sedikit gugup, dia melirik kepada pelayan yang tampak menggigit bibir menahan tawa, lalu berdeham.

“Kita pesan dulu, ya?” elaknya.

Diana merengut. “Aku pesen apa aja yang kamu pesen, samain. Aku enggak milih kalo makanan.”

“Oke.” Tyo mengalihkan perhatian kepada pelayan dengan sedikit canggung, dan menyebutkan pesanannya secepat yang dia bisa hanya agar sang pelayan segera pergi. Untung pelayan itu mengerti dan langsung minta diri usai memastikan menu yang diinginkan, membuatnya mengembuskan napas lega. Meski tidak lama, karena Diana memandangnya tajam sambil bersedekap.

Diana, Sang Pemburu BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang