38. Kekasih Yang Cerdas

1.8K 480 88
                                    

Yuhuuuu ....

Met malem epribadeh! Lama juga ya, gak ketemu di sini. Hehehe. Selain lagi sibuk banget, jujur aja, eike emang agak kurang sreg sih, apdet akhir-akhir ini. Karena kayaknya pembaca cerita eike udah enggak terlalu mood juga mampir ke sini, mungkin banyak yang pindah juga. Yah ... namanya lapak gak dikunjungi, lama-lama malez juga eikenya.

Tapi, yo weslah. Komit aja, eike akan tetep tamatin cerita ini. Cuma ... kalo kalian emang pingin eike apdet teratur kayak dulu yaitu setiap Senin dan Rabu, mbok dikomen sama vote gitu, loh. Eike kan pengen tahu, masih dibaca apa enggak. Terus, silakan ingetin eike kalo di hari itu enggak tayang, mungkin aja eike lupa. Hehehe.

So, cekidot.

BAGIAN TIGA PULUH DELAPAN: KEKASIH YANG CERDAS

Diana masuk ke bagian belakang mobil yang berhenti di depannya, dan langsung tersenyum lebar melihat Tyo dengan tampilan sangat rapi, mengenakan wig mirip pesulap yang sedang viral meski tetap mempertahankan berewoknya yang khas.

“Atas nama Diana, kan, Pak?” tanyanya sopan, seperti bicara kepada pengemudi taksi daring.

Tyo melirik spionnya. “Kalau nanya itu sebelum naik, Mbak. Kan, enggak enak kalau salah customer,” sahutnya, sok dingin.

Diana terbahak-bahak. “Aih, Tyo bisa nyahut, loh, sekarang,” ejeknya. “Biasanya aku dikacangin.”

Tyo tersenyum tipis, senyum yang begitu dirindukan Diana. “Kamu sudah ke berapa tempat hari ini?” tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

Diana berpikir sejenak. “Ke warung nasi uduk, tempat Pak RT, tukang gorengan depan sekolah SD, sama barusan … ke ATM, supaya logis aja kalo aku pergi ke bank. Orang yang nguntit akan ngira aku ngurus kartu yang ketelan,” jawabnya.

Tyo mengerutkan kening. “Kamu sering salah pin setiap pakai ATM?” tanyanya, heran.

Diana berdecak. “Enggak. Cuma buat taktik, Tyo,” sahutnya. “Kamu, nih, kayak aku blo'on, loh, pin aja sering lupa,” sahutnya gemas.

Ekspresi Tyo langsung berubah aneh. “Oh, begitu? Apa, lupa pin pas ketemu Yoyo itu, kamu sedang modus?”

Diana menelan ludah. Jealousy detected! Waduh!

“Uhm … itu … kan aku belum sama kamu, Tyo,” kilahnya.

Tyo mengangguk tenang. “Aku tahu, barusan hanya mengkonfirmasi saja.”

Diana mengerucutkan bibir.

“Jadi, betul? Kamu cuma modus supaya kenalan dengan Yoyo?”

Alamak!

******

“Jangan langsung temui petugasnya, tunggu sampai kamu lihat aku, ya, Di. Aku harus pastikan perimeter aman dulu,” pesan Tyo saat Diana hendak turun dari mobil.

“Oke. Boleh aku mampir ke warung rokok di situ dulu?” tanya Diana.

“Kamu mau beli rokok dulu?” Tyo balik bertanya.

Diana menggeleng cepat. “Enggak, mau beli permen. Kamu kan tahu, aku mulai benar-benar berhenti merokok, Tyo,” jawabnya buru-buru.

Tyo mengangguk dan menghadiahinya senyum tipis. “Oke.”

“Serius! Aku cuma pengen beli permen sama plester, lupa ngisi kotak P3K. Lagian, aku bukan perokok berat, kok. Cuma pas stres aja.” Suara Diana meninggi, penuh pembelaan diri.

Senyum tipis Tyo menghilang, berganti dengan tatapan penuh pengertian. “Maaf, Di. Apa aku nyinggung kamu? Sungguh, aku percaya kok,” katanya lembut.

Diana, Sang Pemburu BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang