55. Bambang

1.6K 416 30
                                    

Pagi!

Yuhuuu!

Maafkan eike yang lupa apdet kemaren. Seharian eike mikir, belum ngapain ya hari ini? Eaaaa!
So, langsung aja deh.

BAGIAN LIMA PULUH LIMA: BAMBANG

Bram memandangi Bambang cukup lama, tanpa mengatakan apa pun, tapi cukup membuatnya merasa gelisah. Ketika akhirnya waktu telah berlalu dalam keheningan yang begitu menyesakkan, Bram pun meraih cangkir tehnya, dan minum dengan anggun sebelum kemudian mulai bicara.

“Pak Bambang punya dugaan kenapa saya ingin bicara dengan Bapak?” tanyanya.

Bambang menimbang jawabannya terlebih dulu. “Ingin bicara tentang RUU mendatang?” sahutnya dengan nada tanya juga.

Sudut bibir Bram terangkat. “Kenapa menebak ke arah sana?”

Bambang mengamati gelasnya sendiri. “Karena para politisi, calon politisi, atau mereka yang berkepentingan dengan UU yang dirancang, biasanya mengajak saya bicara secara pribadi dengan agenda itu. Apakah saya bisa menghubungkan mereka dengan seseorang, menyediakan sesuatu untuk kelancaran lobi dan sebagainya. Tentunya, semua rahasia.”

Bram mengamatinya, lama. “Apakah menurut Bapak, politisi seperti saya masih memerlukan itu? Apakah saya kelihatan kurang dukungan?” ujinya.

Bambang menatapnya. “Bapak tidak perlu, tapi mereka yang ada di dalam koalisi, dan para pengusaha yang menjadi sumber dana partai,” jawabnya, berani.

Bram mengerjap, tidak mengira akan mendapatkan jawaban berani dari pria yang selama ini dikiranya adalah eksekutif pengecut yang hanya bersikap diam dan menutup mata, meski ada pelanggaran di depan matanya. Sejenak dia menimbang.

“Pak Bambang sepertinya sering bertemu secara langsung dengan orang-orang di partai saya?”

Bambang mengangguk. “Ya.”

“Dan mereka semua meminta bantuan yang sama?”

Bambang tersenyum tipis, tapi tidak menjawab.

Bram mengangguk. “Bagaimana perasaan Bapak harus menyediakan bantuan seperti itu? Tidak sesuai hati nurani?”

Bambang menghela napas. “Bertahun-tahun saya menjalaninya, sekarang sudah mati rasa.”

“Baiklah, langsung pada intinya. Bapak ada hubungannya dengan artikel Suap Seksual?”

“Saya mengetahui soal artikel itu, dan juga tahu asal kebocorannya.”

“Ah, gadis yang mati itu?”

“Dia tidak bersalah. Dia hanya tidak tahan karena takut identitasnya sebagai escort terbongkar dan membuat malu keluarga.”

“Bukankah dia melakukan itu sejak dulu?”

“Kali ini berbeda. Kali ini dia terancam diekspos, karena pihak pemesan menginginkan dia menyebarkan video skandal, dengan dia dan target sebagai bintangnya.”

“Bukankah itu selalu jadi risiko pekerjaan mereka? Mereka memilih jalan itu sejak awal.”

Bambang menatap Bram tajam. “Mereka memilih melakukan pekerjaan yang tidak terhormat, betul, tapi apakah itu berarti mereka tidak berhak melindungi kehormatan keluarga mereka? Saya rasa mereka masih punya hak itu, Pak,” katanya tegas.

Bram terdiam, menatap Bambang selama beberapa saat dan dalam hati mengakui, pria di depannya ini benar. Seburuk apa pun jalan yang ditempuh para pembawa proposal itu, bukan berarti mereka tidak punya hak untuk tetap menjaga kehormatan keluarga. Adalah sebuah perintah yang kejam menyuruhnya mengekspos diri sendiri dan menaruh noda di wajah keluarga mereka, sebesar apa pun bayarannya.

Diana, Sang Pemburu BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang