35. Pacar Terkeren

2.1K 477 27
                                    

Met hari Rabu!

Karena mulai minggu kemaren eike banyak lupa buat apdet, jadwalnya diganti ya, jadi Rabu dan Jumat aje deh. Ehehehehe....

Buat yang belum ikutan giveaway berhadiah masing-masing 250 koin Wattpad untuk dua orang pemenang, buruan ikutan. Cukup dengerin episode 12 podcast Dear Precious Me, Versi Diriku Yang Lebih Baik, dan jawab pertanyaannya. Kalian bisa bikin postingan dengan #dearpreciousme atau DM langsung ke @winnyraca di Instagram. Eike tungguin ya.

Sayang lho dilewatin, lumayan bisa buat buka 2 paid stories keren di Wattpad.  Oke?

Now, enjoy.

BAGIAN 35: PACAR TERKEREN

"Pak Utomo bertanya, kenapa Bapak memberikan jalan untuk wartawati Diana mewawancara Pak Rachmat dan bukannya memblokir semua akses untuk berita itu, Pak?"

Bram mengangkat kepala dan memandang asistennya yang bertanya sambil memegang ponsel yang baru saja ditutupnya. Alis pria itu berkerut, menunjukkan ekspresi heran.

"Pak Utomo tidak mengerti alasannya?" Dia bertanya.

Tina menggeleng, membuat Bram menghela napas.

"Sudah berapa lama orang itu malang melintang di dunia bisnis bahkan menjadi dalang di balik banyak hal? Masalah begini saja dia bertanya?" Bram berdecak. "Terlalu lama memakai cara kasar dan kotor sampai-sampai dia lupa bagaimana menempuh jalan diplomasi, mungkin?"

Asistennya tidak mengubah ekspresi yang datar sedikit pun. "Saya harus menjawab apa, Pak?"

Bram mengembalikan fokus pada korannya. "Kalau menurutmu, apa alasan saya, Tin?"

Tina mengangkat dagunya dan menjawab mantap. "Menurut saya, Bapak tidak ingin memancing kecurigaan lebih dari seharusnya dengan menutupi hal yang sudah telanjur bocor. Setidaknya, karena Pak Hadi Tanusobroto ikut campur dan membantu anak buahnya, Bapak mencegah konfrontasi dengan beliau."

Bram mengangguk. "Nah. Kamu bisa menduga alasan saya, bagaimana bisa, orang sekelas dan seusia Utomo tidak mampu?"

Tina masih tetap dengan ekspresinya. "Apa saya perlu sampaikan jawaban itu, Pak?"

"Ya, sampaikan. Apa ada kabar soal pertemuan dengan Pak Hadi?"

"Asistennya mengatur jadwal besok siang, jam makan siang di rumah Pak Hadi, Pak."

"Bagaimana dengan wartawati itu?"

"Dia akan menemui Bapak juga, tiga hari dari sekarang. Asisten Pak Hadi meminta waktu Bapak untuknya, jadi bukan saya yang menghubunginya."

"Ah, jadi ... dia mulai membaca situasi sebelum kita menghubunginya?"

"Betul."

"Sekalipun dalam kolom komentar nama saya tidak disebutkan sama sekali?"

"Betul."

Bram berhenti membaca dan mengerutkan kening. Dia melepas kacamata dan menatap asistennya lagi. "Apa yang perlu saya lakukan untuk membuat wartawati ini tidak langsung memasang alarm peringatan terhadap saya, Tin?"

Tina tertegun. "Boleh saya tanya kenapa Bapak menanyakan kepada saya?"

Bram tersenyum. "Kamu tahu persis, saya sangat mampu membuat siapa pun tunduk dengan catatan mereka punya beban, tanggung jawab, dan juga sesuatu yang harus mereka jaga. Terlepas dari itu, mereka semua memiliki kesamaan yaitu, matang dari segi usia dan pengalaman. Tapi, wartawati ini berbeda. Dia muda, masih kurang pengalaman, dengan masa lalu yang menyakitkan, dan pastinya berarti satu hal. Dia tidak punya rasa takut dan memiliki tekad sekuat baja untuk menundukkan siapa pun, mungkin termasuk saya.

Diana, Sang Pemburu BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang