33. Agenda Rahasia Hadi Tanusubroto

1.9K 457 27
                                    

Met Rabu malam!

Apa kabar kalian semua? semoga kalian baik-baik aja dan masih semangat di tengah minggu ini. Mon maap, Senin kemarin eike terlalu sibuk sampe enggak sempet untuk apdet, tapi jangan kuatir, besok apdet lagi deh sebagai kompensasi.

Oh iya, buat kalian yang pengen baca Windy, Silencio atau His Darkest Side tapi gratisan, ehem! Ada hadiah masing-masing 250 koin Wattpad untuk dua orang. Caranya gampang, kalian dengerin di episode 12 podcast Dear Precious Me yang judulnya Versi Diriku Yang Lebih Baik di Spotify. Buruan, saingan lebih banyak tuh, hehehe.

Now, enjoy. 

BAGIAN TIGA PULUH TIGA: AGENDA RAHASIA HADI TANUSUBROTO

"Pak Bram ingin bertemu, Pak."

Hadi Tanusubroto mengangkat kepala dan memandang asistennya yang masih memegang ponsel sambil menutupi bagian corong. Sudut bibirnya terangkat sedikit. "Oh? Agendanya?"

"Pertemuan informal, ingin bersilaturahmi."

Senyum di bibir Hadi mengembang. Dia meletakkan garpu dan menatap istrinya yang tengah asyik sarapan sambil memeriksa laporan di tablet.

"Gimana, Sayang? Menurut kamu, apa perlu aku menemui politikus kita satu ini untuk silaturahmi?" tanyanya.

Istrinya mengangkat bahu. "Dia licik, hati-hati," jawabnya tanpa memindahkan fokus dari angka-angka dalam tablet.

Hadi kembali memandang asistennya. "Tolong diatur saja jadwalnya, Pak Priyo."

"Baik, Pak." Sang asisten langsung meninggalkan meja makan, menuju ruang kerjanya untuk membuat jadwal.

Hadi terkekeh sendiri. Benaknya mereka-reka, apa sebetulnya yang membuat pria itu—yang dia yakin adalah dalang di balik dinamika politik di Indonesia—ingin menemuinya? Bramantyo bukan orang yang akan turun sendiri untuk mengurus hal-hal yang terlalu remeh, dia punya punya banyak orang yang akan melakukan semua dengan senang hati untuknya. Apakah mungkin artikel yang ditulis putri Aryo Seto memang memiliki rahasia yang jauh lebih besar dari dugaannya? Benarkah suap seksual itu memang ada? Seru juga kalau iya, dia bisa mempertimbangkan membuat sebuah kolom khusus investigasi yang mengekspos keseluruhan skandal itu.

"Kenapa mendadak dia mau ketemu?" Lilian, istri, Hadi bertanya tiba-tiba. Dia membubuhkan tanda tangan digital di dokumen yang baru diselesaikannya, lalu menatap suaminya dengan sorot menelisik.

Hadi menggeleng. "Belum jelas. Hanya saja, dia tertarik dengan artikel yang ditulis salah satu wartawati," jawabnya. "Yang menarik, wartawati ini adalah putri Mas Aryo Seto."

Lilian mengangkat alisnya. Ekspresi yang semula datar, kini terlihat ingin tahu. "Putri Mas Aryo Seto? Dia bekerja di perusahaan kamu?"

"Ya."

"Sejak kapan? Kenapa enggak bilang?"

Hadi terkekeh. "Kenapa harus bilang?"

Lilian memberinya tatapan peringatan, membuat Hadi makin terkekeh.

"Dia bekerja sejak tujuh tahun lalu, ikut program rekrutmen magang sebelum mendapatkan ijazahnya. Sekarang dia sudah memegang salah satu rubrik di berita nasional," jelas Hadi.

Lilian menghela napas lega. "Syukurlah dia melamar di tempat kamu, karena bos tempat ayahnya dulu ..." bibirnya mengulas tarikan sinis, "jelas berteman dengan Utomo dan kroninya."

Hadi tersenyum.

"Bramantyo sekutu Utomo, bukan?" Lilian bertanya lagi.

Hadi tercenung sebelum menjawab. "Entahlah. Mungkin saat ini, tapi belum tentu di masa depan. Dia politisi, tidak ada sekutu abadi dalam politik, yang ada, kepentingan abadi."

Diana, Sang Pemburu BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang