.
Even the darkest night will end, and the sun will rise.
.
Konsep dari soulmate atau belahan jiwa awalnya sulit untuk Jeka terima; ia tidak pernah percaya akan ada orang yang bisa mengerti dirinya selain ia sendiri, ibunya saja terkadang tidak bisa mengerti apa yang ia katakan, ayahnya bisa saja tidak bisa menaruh seratus persen rasa percaya pada apa yang ia tekuni atau kakaknya sekali pun tidak pernah bisa paham kenapa ia membenci hujan meskipun Jeka sudah menjelaskan secara merinci.
Katanya darah itu lebih kental dari air kan? Lalu kenapa mereka yang berbagi darah serupa pun masih sulit untuk memahami anggota keluarganya sendiri? Maka dari itu, Jeka tidak perlu repot berpikir tentang orang lain lagi, dan ia telah hidup dengan prinsip 'Cukup dengan dirimu sendiri. Ya, cintai saja dirimu sendiri.'
Bermula ketika darahnya sering berdesir tiba-tiba padahal tidak ada yang benar-benar terjadi, sering muncul luka kecil pada ujung jari-jarinya padahal ia bukan tipe orang yang suka menyakiti diri sendiri, atau ketika ia kerap kali mendengar suara dengan sangat jelas berdengung di dalam kepalanya pun Jeka masih tidak menggubrisnya. Menganggap hal itu sebagai peristiwa sepele yang tidak berarti.
Ketidakpedulian Jeka terhadap Soulmate Sign yang terus-menerus muncul itu kerap kali membawa serentetan wejangan membosankan meluncur dari mulut Yoshe; sahabat baik yang sialnya seorang konsultan soulmate terkemuka di daerah mereka tinggal. Namanya sudah dikutip dalam berbagai jurnal serta artikel dan wajahnya sering muncul di layar televisi serta channel pengajaran tentang soulmate, entah Jeka perlu bersyukur atau malah mengeluh dengan fakta ini; karena artinya Yoshe benar-benar seorang pakar di sini.
"Jek, kamu gak bisa begini terus..." siang itu mereka duduk di ruang kerja Yoshe yang nyaman. Harum lavender bercampur rasa manis dari air purifier di sudut ruangan agaknya jadi faktor peningkat rasa nyaman siapa pun yang tinggal di ruangan ini, kecuali Jeka mungkin; ocehan Yoshe yang dinilai berulang itulah yang membuat risih sampai ia sangat ingin cepat angkat kaki dari sini. "Kasihan soulmate kamu."
Kasihan soulmate kamu.
Cih, Jeka bahkan sudah muak dengan kalimat itu dan Yoshe selalu saja mengulang kalimat yang sama, sial sekali ia tidak bisa membenci Yoshe ketika ia paham kenapa kalimat memuakkan itu selalu diungkit ke permukaan. "Ini kan, demi kamu juga Jek..."
"Aku cukup puas dengan apa adanya sekarang, kok." menanggapi ke-keraskepalaan tentu harus dihadapi dengan hal serupa. Sebanyak Yoshe mengulang kalimat yang sama, sebanyak itu pula Jeka akan mengulang respon yang sama. "Kamu lihat sendiri, aku baik meski tanpa adanya soulmate."
"Tepatnya, sekarang masih baik." satu gelas cangkir teh yang baru didorong ke ujung meja di depannya, asap dari cangkir polos itu masih kepul, berakhir Jeka bertopang dagu sambil memperhatikan bagaimana kepulan asap kecil itu akan menguap di udara. "Aku punya ribuan kasus buruk tentang penolakan belahan jiwa, kamu mau aku ceritakan yang bagaimana kali ini hm... Jeriko?"
"Berapa persentase angka kematian yang ditimbulkan—"
"98,25%." sahutan tegas penuh keyakinan itu membawa naik sebelah alis tebal Jeka. Tatap bergulir pada sosok sahabat yang bersandar sepenuhnya pada punggung kursi kerjanya.
"Kamu terdengar sangat yakin—"
"Kakakku adalah contoh nyata, Jek." Yoshe tampak mendongak, atap ruangan yang berwarna putih tanpa noda itu tiba-tiba jadi objek yang sangat menarik. "Dia menolak semua soulmate sign yang muncul. Awalnya dia memang baik, tapi ketika dia bertemu langsung dengan soulmatenya, dia menolak keras tanpa pikir panjang. Dan kamu tahu apa yang terjadi tiga hari setelahnya? Dia ditemukan mati di atas kasurnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Recyle : Jikyu
Fanfictiontrash of Jikyu fict, from senofyou - penggalan kisah yang tak lengkap. - random fic