Reckless Soul

1.3K 123 19
                                    

"Di malam tanpa lelap yang ke sekian kaliya, dua anak adam bertanya-tanya mengapa sulit untuk mereka menunjukkan pada dunia bahwa mereka sedang jatuh cinta."

|•|

I am waiting for you I’m at the same spot, at the same place

Junkyu terbangun dengan badan penuh keringat. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat, agak tersengal saat mengatur napas. Telapak tangan besar itu bergerak naik mengusap wajah kasar lalu naik lagi hanya untuk mencengkeram anak rambutnya sendiri.

Kelopak matanya terpejam erat. Mulutnya meringis, bukan karena nyeri atas jambakan rambut, melainkan meratapi nasib buruknya sendiri.

Mimpi.

Itu mimpi buruk yang sama, yang selalu datang setiap kali Junkyu berusaha tidur dengan nyenyak. Mengganggu serta menghantui setiap malam Junkyu.

Setelah menghembuskan napas kencang—guna membuang sesak yang menyelimuti dada, Junkyu beranjak dari tempat paling nyaman miliknya. Dengan langkah gontai mendekati lemari pendingin bersama gelas yang ia dapat dari atas meja makan.

Ternyata dinginnya air tidak bisa menurunkan suhu badannya—yang entah sejak kapan mulai meningkat drastis.

“Ck,” ia berdecak sarkas lalu mulai meninju dadanya dengan tinjuan kecil.

Jantungnya mulai berdebar tidak normal, suhu tubuh yang makin naik, serta kepalanya yang mendadak pening—oh, Junkyu bisa gila jika terus seperti ini.

Obat. Iya, Junkyu butuh obat.

Benda kaca yang mudah pecah itu sengaja di taruh secara asal ke atas meja, tungkai kaki panjangnya kembali bergerak. Menghampiri meja nakas di sebelah layar tv.

Junkyu mulai membedah setiap laci, mencari obat yang ia butuhkan. Namun nihil. Yang ia dapat justru plastik obat yang sudah kosong tidak berisi.

“Hah!” mendengus kasar lalu mulai meruntuki kebodohan diri sendiri, itu yang Junkyu lakukan detik ini.

Nyuttt~~

Kepalanya bagai dihantam dengan benda tumpul keras-keras, Junkyu lantas terhuyung sampai dahi polos itu menubruk ujung nakas.

“S-sial...” geramnya tertahan.

Tak tahan, tanpa sempat dikendalikan sesuatu dalam dirinya tiba-tiba menyeruak dan mengambil alih. Badannya bergerak cepat ke arah jendela, membuka kasar lantas segera melompat turun tanpa pikir panjang.

SRAK!

Dua kaki Junkyu menapak tanah. Tampak tegak seolah melompat turun dari jendela lantai sepuluh bukanlah hal besar. Setelah itu badannya bergetar lembut, diiringi dengan bulu kuduknya yang mulai meremang hebat.

Junkyu mendecih lantas segera berlari kencang. Memasuki kawasan hutan lebat yang gelap. Berbekal sinar sang purnama Junkyu memincingkan mata dan mengerjap cepat, saat itu juga bola matanya berubah membiru.

Sebuah tanda bahwa ia tengah berada pada batasnya.

“Hahh...hahh...ha...a....”

Langkah kaki cepat dan seringan kapas itu mulai melambat, dan terus melambat sampai akhirnya tungkai kakinya berhenti berayun. Junkyu terkapar di tanah bergabung dengan daun serta batang kering pepohonan.

Mata birunya memandang sang purnama yang bersembunyi di balik awan tipis, tanpa sadar Junkyu mulai mengagumi langit malam yang penuh dengan bintang.

Malam yang indah tapi nahas ia justru berada di ambang batas hidupnya.

Recyle : JikyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang