[Mini Series] Rose 1

1.3K 133 1
                                    


Beautiful rose blooms on the thorny stem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beautiful rose blooms on the thorny stem.
The red rose means I love you.

.




"My love is like a red rose. It may be beautiful now, but my sharp thorns will hurt you."

.


"Even if I bleed everywhere, I wanna hold you. I want to have you, though I know I'll get pricked."



.




Menunggu. Salah satu hal yang paling ia benci. Terhitung empat puluh empat menit lewat tiga puluh detik lamanya ia menunggu tapi sejauh ini yang ditunggu, batang hidung atau sehelai rambutnya pun sejauh ini belum terlihat sama sekali.

Park Jihoon yang semula memeluk setir mobil, kini sepenuhnya menyandarkan punggung pada kursi kemudi. Bersamaan dengan kelopak mata yang mengerjap pelan, mulutnya menghela napas cukup dalam.

Ia benci menunggu, lebih benci lagi dengan orang-siapa pun itu-yang membuatnya menunggu terlalu lama. Baginya waktu adalah emas. Setiap detik waktu yang Jihoon punya bernilai mahal, dan kalau empat puluh lima menit-waktu yang tadi terbuang sia-sia karena menunggu-diuangkan mungkin besarnya sudah mencapai digit tujuh juta rupiah. Sebagai seorang konsultan hukum itu masih terhitung kecil, tapi tetap saja bernilai.

Bukannya Jihoon mata duitan, hanya saja waktu yang ia punya benar-benar bernilai. Lalu siapa gerangan yang berani membuatnya menunggu terlalu lama?

"Masih lama gak, sih?" Jihoon berusaha untuk menyamarkan rasa kesalnya, tapi percuma kerutan di atas dahinya tidak bisa disembunyikan.

Yah meskipun orang di seberang telepon tidak bisa melihatnya.

"Hm... sebentar lagi selesai kok. Tunggu ya-"

"Hampir satu jam kamu buat aku nunggu, Junkyu." genggaman tangan Jihoon pada setir mobil agak mengeras, suaranya pun terdengar kesal.

Alih-alih mengucap kata maaf, yang terdengar dari seberang telepon justru suara tawa seseorang. "Masih lima puluh menit-"

"Lima puluh dua menit, tepatnya." Jihoon meralat dengan kritis.

Suara tawa semakin terdengar keras bersamaan dengan bunyi gemerisik yang Jihoon tidak paham itu suara apa, yang jelas suaranya mulai terdengar bising. Siapa pun yang sedang berbicara dengannya sudah dipastikan berada di tengah keramaian.

"Oke. Aku masih punya delapan menit supaya kamu beneran nunggu selama satu jam."

Mendengar itu Jihoon seketika memijit pelipisnya sendiri. Sudut kanan bibirnya tertarik sedikit, tersenyum miring.

"Kim Junkyu-"

Tut!

Agaknya Jihoon cukup tercengang ketika pemuda itu seenaknya memutus sambungan telepon, tanpa aba-aba dan tanpa persetujuan darinya.

"Astaga anak itu..." Jihoon mendesah frustasi, ia bahkan melempar ponselnya ke kursi kosong samping kemudi. "Benar-benar menyebalkan."

Kalau saja Jihoon bisa mengintip masa depan, dan melihat kejadian bahwa waktu kencannya terganggu karena rutinitas pemuda yang sukar ia mengerti, tahu akan begini lebih baik Jihoon terima tawaran pekerjaan dari perusahaan manufaktur yang meminta opininya mengenai permasalahan lahan sengketa.

Tapi kalau Jihoon lebih memilih pekerjaan dari pada kencan, kekasihnya itu pasti akan marah. Duh, Jihoon jadi mirip Raisa, serba salah.

"Hei, udah nunggu lama ya?"

Ketika Jihoon menghela napas yang kesekian kalinya, pintu samping kemudi terbuka, muncul seorang pemuda. Pelaku yang membuat Jihoon menunggu selama satu jam.

"Hii, idih ninggi limi yi?" Jihoon sengaja menirukan perkataan si pemuda, bedanya dengan nada setengah kesal setengah gemes.

Gemes pengen jitak kepala Junkyu.

"Hehehehe..." tidak ada permintaan maaf, yang ada justru Junkyu menyengir begitu lebar. Tampak polos, tidak merasa berdosa. "What do you think about my hair?" tanyanya kemudian.

"Jelek." jawab Jihoon tanpa menoleh sedikitpun.

"Apasih, kamu kan belum lihat, udah bilang jelek aja." satu cubitan di atas paha dari si pemuda refleks membuat Jihoon meringis. "Serius dikit dong, Jihoon."

"Serius kok," Jihoon membuka matanya lebar-lebar di depan wajah si pemuda. "Jelek."

"Ck," tidak mendapat respon yang diinginkan, Kim Junkyu langsung menoyor kepala pacarnya. "Pegawai salonnya bilang style ini cocok, Mashi juga sempet puji aku, katanya keliatan makin ganteng."

Junkyu selanjutnya mengerang kesal, sambil berkaca pada layar ponselnya jari jemari kecil itu bermain di atas model rambut barunya. "Apanya yang jelek sih?? Bagus bagus aja kok, atau emang kamu aja yang gak punya selera-"

"Iya deh, terserah." cetus Jihoon, mendadak lelah mendengar ocehan Junkyu. Ia kemudian memutar kunci dan menyalakan mobilnya.

Ketika mobil mulai bergerak meninggalkan lahan parkir mulut Junkyu mesih mengoceh, "jadi orang jujur emang bagus, tapi jangan jujur-jujur banget dong. Sekali-kali bikin seneng orang, gak bisa?" bibirnya mengoceh sendiri tapi dalam hati setengah menyindir.

Tapi yang disindir wajahnya terlihat datar seolah tidak peduli dengan ocehan Junkyu. Hingga pada akhirnya pemuda itu diam dengan sendirinya, lelah sendiri.

Hening menyelimuti.

"Seratus dua puluh delapan koma delapan, Radio Harta Karun FM, Let's find your treasure! Halooo! Selamat sore teman harta, apa kabar? Semoga semuanya berada dalam kondisi baik."

Yang terdengar hanya ocehan DJ radio di tengah macetnya jalanan ibu kota.

"It's suit with you,"

Junkyu menoleh, mendapati Jihoon tengah menatapnya lekat. Di tengah lampu merah laki-laki itu memiringkan sedikit kepala, tersenyum kecil. "Jujur aja, I can't take my eyes off you."

"Apasih," Junkyu mendelik tidak habis pikir. "Ten minutes ago you said, i'm ugly."

"Just kidding." tangan Jihoon mengusap puncak kepala Junkyu. "Aku cuma masih kesel dibikin nunggu satu jam."

"Sekali-kali dong, ada yang bikin kamu nunggu selama satu jam." Junkyu menangkap tangan itu untuk digenggam. "Kalo bukan aku, siapa lagi?"

"Gak ada yang berani, kayanya sih." tawa kecil Jihoon kemudian menguar di udara.

"Makanya jadi orang jangan galak-galak."

Tin! Tin!

Tautan tangan yang bahkan belum dimulai itu terpaksa berpisah, Jihoon mendengus, mengumpat sedikit bagi pengendara lainnya yang terkesan tidak sabaran.

Mobil kembali bergerak, bedanya suasana hening berubah ketika Junkyu menertawakan Jihoon yang tidak menyadari lampu merah telah berubah hijau.

Recyle : JikyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang