Bagian 58

52 4 0
                                    

Author pov

Kini Hamdan, Nia dan Zahra tengah duduk disebuah kafe sedang menikmati hidangan yang telah mereka pesan.

"Oh iya Nia, bagaimana keadaan disini, aman?" Tanya Hamdan memulai percakapan diantara mereka.
"Sejauh ini masih terbilang aman, tapi entahlah kedepannya, semoga semua baik-baik aja kak," jawab Nia.
"Syukurlah alhamdulillah, semoga baik-baik aja dan tidak ada kejadian yang menakutkan aamiin." Ujar Hamdan.
"Aamiin insyaallah kak." Nia mengamini doa Hamdan.
Zahra menendang kaki Nia yang berada dikolong meja didepannya dan memberikan kode bahwa masih ada orang lain disana yang sedang menunggunya.
Sadar akan tatapan intimidasi Zahra, Nia buru-buru meninggalkan kafe dengan alasan tidak enak hati dengan relawan yang lainnya.

Zahra yang ditatap dengan penuh pertanyaan oleh Hamdan hanya bisa tersenyum aneh "sheikh, aku sepertinya mau pamit juga, soalnya belum nyari penginapan disini, permisi." Dan bergegas dari sana.

☆☆☆

Nia membawa Esa pergi ke camp dimana tempat tinggal sementara seluruh relawan dari berbagai belahan dunia yang siap memberikan seluruh tenaganya untuk membuat mereka yang terluka dalam perang.

"Nah ini kak tempat biasa aku mengobati prajurit," terang Nia.
"Disini semua obat-obatan dan perlengkapan medis lainnya memadaikan, Nia?" Tanya Esa.
"Kakak dokter tenang aja, disini sudah lengkap pake banget, cuman kalau ana yang bener-benar kritis butuh penunjang kehidupan yang lain pasti langsung dibawa kerumah sakit besar." Papar Nia.
"Aku lega mendengarnya," Esa mengedarkan pandangan kesegala arah dan berhenti tepat di arah Nia berada.
Dengan lembut Esa mengusap pucuk kepala Nia "kenapa begitu kurus, chubbynya ilang nih?" Seraya mencubit pipi Nia.
"Gimana ga ilang kak, fokus aku sekarang membantu mereka yang tugas dimedan perang kak," jawab Nia.
"Iya aku tau tapi tetap saja, kamu harus fokusin diri kamu juga, baru orang lain." Titah Esa.
"Sama aja kak, bagiku mereka lebih penting." Kekeh Nia.
"Kalau kamu jatuh sakit, terus siapa yang akan membantu mereka. Nia,  utamakan dirimu dulu baru orang lain, okey." Esa berusaha menasehati Nia. Ia ga mau melihat gadis kesayangannya sakit.
"Baiklah akan aku usahakan." Ujar Nia.
"Sekarang kita makan dulu, semua yang kamu sukai ada disini semua, termasuk aku," papar Esa seraya menggoda Nia diakhir kalimat.
"Yesss yang ini aku suka, tapi yang itu tidak usah," ujar Nia sembari menggambil paper bag dari tangan Esa.
"Mengapa tidak, bukannya kamu rindu?" Tanya Esa.
"Ga lah, cuma dengan melihat obat-obatan disini udah bisa ngilangin rindu ke kak Esa," jawab Nia.
"Apa serius?" Telisik Esa.
"Ya benerr," pungkas Nia.
"Ku harap kamu berkata jujur," cicit Esa.
"Ayolah kak jangan bahas ini, lagian kakak jauh-jauh kesini bukannya menghibur malah bikin galau aja," sungut Nia.
"Bukan bermaksud begitu Nia, cuma pengen tahu saja," jelas Esa.

Mayday
Mayday

Ada keadaan gawat dibagian utara perbatasan tim medis segera tiba disana sekarang.

Nia dan Esa saling berpandangan dengan cekatan mereka berdua mengambil beberapa perlengkapan pertolongan pertama bagi pasien terluka.

Mereka berduyun-duyun menuju utara perbatasan disana sudah terdapat beberapa korban yang berjatuhan dari warga biasa dan warga sipil.

Suasana semakin tak kondusif suara erangan kesakitan terdengar dimana-mana, sebagian dari korban dilarikan kerumah sakit terdekat karena mengalami luka yang cukup fatal, sedangkan mereka yang terluka ringan langsung diobati para medis.

Seseorang datang dengan luka dilengan kanannya, darah yang terus bercucuran menandakan luka yang dalam "Tolong saya," ujarnya gemetaran.
Nia menoleh dan kedua matanya bersitatap dengan orang tersebut "silahkan disini, tahan sedikit,".

Nia dengan sigap melepaskan baju yang di pakai pasiennya, disana terlihat luka begitu dalam "apakah tertembak sheikh?" Tanya Nia.
"Iyaa, sangat sakit," jawabnya lirih.
"Aku akan mengambil timah panas ini, bertahanlah," ujar Nia seraya mengambil pinset, scapel, gunting bedah serta beberapa kapas, kain kassa dan obat lainnnya.
"Cepatlah Nia," titah Mansoor.
"Baik, mohon tahan sebentar," cicit Nia.

My Idol My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang