13. di bawah sinar bulan

3.5K 332 44
                                    

Aku dan kamu takkan pernah menjadi kita, cinta kita terlalu aksa dan takkan pernah menjadi rasa yang sempurna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dan kamu takkan pernah menjadi kita, cinta kita terlalu aksa dan takkan pernah menjadi rasa yang sempurna.

______••______

Malam itu atta dan Idan habiskan waktu bersama di tempat yang atta sebut rumah namun rumah itu bukan lagi rumah karena hanya dirinya dan pak Danang yang mengisi kekosongan itu, sesekali Dava mampir untuk melepaskan rasa rindu. Jika harus jujur pak Danang merasa kesepian karena di rumah yang sebegitu megah dan gagah hanya di isi oleh dua makhluk ciptaan Tuhan saja.

Jika atta bisa meminta ia ingin sekali hari harinya di temani dan di isi oleh sosok kekasihnya, mungkin hari hari atta akan lebih jauh terasa sempurna dan tidak lagi merasakan duka.

"Ini gimana sih? Kok susah banget yang buka pengaitnya?" Kata atta sedikit ngedumel setelah mereka sampai di depan halaman. Beberapa detik Idan sengaja tertawa karena ulah kekasihnya yang begitu lucu.

"Sini.." ucap Idan menari tangan atta dan membuka pengait yang menempel di dagu atta.

Idan melihat jelas netra atta, sangat cantik, penuh dengan keindahan. Idan jatuh hati pada atta benar benar jatuh. Ia rela memberikan seluruh hatinya untuk atta.

"Ta.. Lo cantik banget" kata Idan setelah melepas helm yang menempel pada kepala atta lalu tangan nya menyurai lembut rambut atta yang setengah berantakan.

Atta tak menjawab ia hanya tersenyum hangat sebagai jawaban.

"Ayo masuk di sini dingin" kata atta lalu berjalan perlahan menuju pintu berwarna coklat tua bercampur coklat muda. Hanya ada angkukan dari Idan.

Kaki mereka berjalan beriringan menuju kamar atta, tempat ternyaman atta setelah Idan dan bunda. Tempat yang bersaksi saat atta menangis sendiri di gelapnya malam yang sunyi.

Netra Idan di buat setengah takjub karena kamar atta begitu wangi, begitu rapi lilin aromaterapi yang menghiasi kamar nya dengan warna tembok serba coklat. Sangat cocok dengan kepribadian atta yang Sedikit pendiam dan jarang berbicara namun saat bersama Idan sangat jauh berbeda.

"Ini kamar Lo?"

"Iya.." tangan nya sibuk melepaskan hodie yang menyelimuti tubuhnya

"kenapa banyak lilin? kayak kamar dukun aja."

Mendengar hal itu atta memberikan satu pukulan kecil pada lengan Idan dan satu kalimat yang ia lontarkan untuk Idan.

"Iya, sini gue santet, mau ngak?"

"Mau dong, santet gue biar makin sayang ke Lo"

Atta dan Idan terkekeh geli, sontak seisi ruangan di penuhi tawa yang menghangatkan.

Begitulah dua putra Adam itu menghabiskan waktunya dengan berbagi rasa dan sedikit tawa. Rasanya bukan seperti cinta jika di setiap jalinan rasa tiada tawa melainkan rasa hampa yang menyelimuti.

Pelangi di bulan Juli.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang