5 : Lebih Terluka

23.7K 1.6K 13
                                    

Izhar menatap istrinya dari pantulan cermin, bergeming sekian lama, menatap lamat-lamat wajah cantik itu. Meja rias baru yang datang kemarin sore, kini menjadi tempat Gianna berdandan sebelum menuju tempat kerja.

Kesadaran baru saja datang pada Izhar, berkat kesalahannya kini ia merubah istrinya menjadi lebih mandiri. Sebelumnya selalu meminta diantarkan ke manapun, kini bisa sendiri dan tak meminta bantuannya. Izhar pun baru tahu bahwa istrinya bisa melakukan dua pekerjaan sekaligus, menjadi ibu rumah tangga dan bekerja di restoran.

Lantas, untuk apa dirinya berada di sini?

"Aku udah sapu rumah, sarapan ada di atas meja, untuk makanan siang nanti ada di lemari kabinet, kalau mau makan tinggal dipanasi. Ah, halaman rumah nggak kotor, kamu nggak perlu nyapu hari ini. Biasanya itu aku lakuin cuma karena waktu luang," Gianna meraih tasnya, "aku pergi dulu. Zein jangan lupa jemput siang nanti, ya."

Izhar menatap punggung itu keluar dari kamar, menuju pintu utama. Ia tak tahu bagaimana caranya Gianna bisa bangkit dari sakit, yang jelas sekarang Izhar sadar bahwa di sini yang sangat terluka adalah dirinya, tentu karena ulahnya sendiri.

"Har, kamu dengerin aku, 'kan?" Gianna menoleh ke belakang, di mana ia meninggalkan sang suami.

"Ah, iya," ujar Izhar.

Satu hal yang sangat-sangat membuat Izhar sakit adalah Gianna yang tak lagi memanggilnya dengan nada mesra.

"Kalau gitu aku pergi dulu," Gianna kembali melanjutkan langkah, "jangan lupa kamu harus cek kesehatan ke dokter. Udah janji, 'kan?"

Izhar hanya bisa menelan rasa sakitnya diperlakukan seperti itu. Meski Gianna selalu terdengar ketus, ia tetap melangkah mengantarkan istrinya hingga mobil menghilang di penghujung jalan.

Melihat sapu lidi tersandar di pohon, Izhar malah ingin menertawakan diri sendiri. Seingatnya kemarin menaruh sapu lidi di dekat garasi mobil, tetapi malah berpindah tempat. Itu menjelaskan bahwa istrinya menyapu halaman sebelum memasak sarapan.

Ya, ia sadar bahwa di balik ketus Gianna, masih ada rasa peduli. Izhar percaya akan hal itu, sebab ia mencintai sang istri dan lebih mengenal dibanding orang lain.

"Maaf," lirihnya, "maaf."

Izhar tahu bahwa dengan maaf saja tidak akan mengembalikan kehangatan yang pernah ada di rumah ini. Dua bulan bukan waktu yang singkat untuk menyadari kesalahan, seharusnya ia berhenti bermain-main, bukan malah semakin terlena karena ada kesempatan.

Sekarang, Izhar harus menelan kepahitan yang diciptakan sendiri. Tak ada yang bisa menolong, ia pun sadar bahwa tak bisa berbuat apa-apa selain bertahan dan menerima segala risiko yang telah dilakukannya.

"Nyapu aja kali, ya?" Izhar melangkah masuk ke dalam rumah.

**

"Bu, ada yang nyari Pak Izhar." Seorang karyawan masuk ke dalam ruang kerja Gianna dengan wajah panik.

"Katakan saja dia sudah dipecat," ujar Gianna.

"Sudah, Bu, tapi beliau marah-marah dan nggak percaya. Katanya kita semua nyembunyiin Pak Izhar."

Alis Gianna bertaut, perasaannya jadi tak enak. "Bilang padanya manager baru akan segera menemuinya. Saya harus selesaikan pekerjaan ini dulu."

"Baik, Bu."

"Ah, dan juga bilang ke semua karyawan untuk tutup mulut, jangan sampai ada yang bertitahu kalau saya adalah istri Pak Izhar."

Karyawan itu mengangguk. "Baik, Bu."

Gianna kembali menatap macbook melihat perencanaan promosi untuk restoran yang telah disusunnya bersama seorang admin. Ya, admin yang dimaksud adalah Arika, perempuan yang baru saja datang menemuinya dan mengabarkan seseorang tengah mencari Izhar.

Balas Dendam Istri Sah (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang