Sesuai keinginan Gianna, saat sampai di rumah, abang dan kakak iparnya telah menunggu. Sebelum pergi memergoki Izhar, Gianna telah menghubungi abangnya dan menceritakan apa yang telah menerpa kehidupan rumah tangganya.
Saat mendengarkan, Gavin marah besar, hingga mengatakan akan membunuh Izhar. Namun, hal itu bisa ditenangkan oleh Gianna dengan menyusun strategi agar bisa membuat Izhar mendapatkan efek jera.
"Kamu nggak mau cerai?" Itulah pertanyaan abangnya saat dihubungi tadi pagi.
"Nggak, Bang, aku nggak bisa, aku punya anak."
Terdengar helaan napas berat dari abangnya. "Kamu yakin bisa bertahan?"
"Bisa, tapi rasaku udah mati, Bang. Mungkin setelah puas melihat dia jera, aku bakalan ambil keputusan."
Pembicaraan mereka di telepon berakhir dengan kesepakatan. Abangnya datang ke rumah di jam kerja, sengaja mengambil cuti hanya untuk hari ini saja. Saat mobil berhenti di depan rumah, Gianna bisa melihat tubuh Izhar menegang, sebab di tempat parkir terdapat mobil milik Gavin.
"Kamu ngadu ke Abang?" Izhar mengeratkan rahangnya, "seharusnya kita selesaikan berdua, Gi. Nggak gini caranya."
Gianna berdecak. "Abang aku minta jagain Zein, soalnya kita nggak punya baby sitter buat jagain Zein pas aku lagi pergi."
Ia hendak membuka pintu, tetapi Izhar mencegah dengan menggenggam tangannya begitu erat. Gianna bisa melihat sekarang suaminya itu tengah ketakutan, tangannya sudah sedingin es. Melihat itu ia hanya bisa tertawa sinis.
"Di mana keberanian kamu tadi waktu meluk cewek di depan banyak orang?" Gianna sengaja memancing, dan respons Izhar seperti pria pada umumnya ketika ketahuan selingkuh.
"Aku minta maaf soal itu, Gi. Aku minta maaf banget," Izhar mencium tangan istrinya berkali-kali, "tolong, jangan libatkan Abang ke masalah ini."
Gianna mendecih, tadi sepanjang perjalanan suaminya itu sama sekali tidak membuka suara, bahkan untuk sekadar mengucapkan maaf. Namun sekarang, ia melihat wajah itu panik bukan main hanya karena kehadiran Gavin di rumah mereka.
"Sekarang giliran aku yang main-main, Har, kamu ada di kaki aku." Gianna menarik lengannya hingga terlepas oleh genggaman suaminya itu.
Ia bergegas keluar dari mobil, abangnya kini berdiri di teras sambil menggendong Zein. Gianna berikan senyuman termanis kapada sang abang yang hari ini benar-benar mengosongkan pekerjaan hanya untuk dirinya.
Lirikan Gianna ke arah mobil kala mendengarkan pintu tertutup pelan, Izhar berjalan menuju rumah, Gianna pikir nyali suaminya itu hilang hanya kerena melihat kehadiran Gavin, tetapi ternyata pria itu masih punya rasa berani.
Baiklah, setidaknya keadaan ini tidak akan membosankan. Sebab, jika Izhar melarikan diri, Gianna tak akan bisa melihat ekspresi menyedihkan milik pria bejat itu.
"Tadi pas bangun, Zein nyariin kamu, tapi langsung diam pas liat Mbakmu," ucap Gavin sembari menurunkan Zein, "masuk, gih, Abang mau ngomong sama suami kamu."
"Oke," sahut Gianna.
Ia mengajak anaknya untuk masuk ke dalam rumah, sebelum itu Gianna bisa melihat Izhar menatap dirinya seakan mengatakan, "Jangan pergi."
Haruskah Gianna mengindahkan? Tentu saja tidak. Ia tahu Izhar sangat takut kepada Gavin, sebab dilihat dari postur tubuh saja, Izhar benar-benar kalah jauh. Abangnya sudah berusia 35 tahun, badannya masih kekar dan berotot sebab olahraga teratur dan menjaga konsumsi makanan, ditambah lagi tubuhnya tinggi, Izhar hanya mencapai dagunya saja.
"Mbak," sapa Gianna pada Bintang yang tengah menonton televisi di ruang keluarga.
Wanita itu memicingkan mata. "Kenapa kamu ikutan masuk? Jagain suamimu," katanya, terlihat sangat panik, "itu Abang kamu bisa pukul dia, loh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Balas Dendam Istri Sah (On-going)
RomanceGianna Ardiani hanyalah korban dalam perselingkuhan suaminya dan seorang mahasiswi muda bernama Devira. Saat mendengarkan perselingkuhan tersebut, Gianna merasa tak bisa berlarut-larut dalam kesedihan, sebab dirinya ini begitu gatal untuk menunjukka...