8 : Beban yang Sebenarnya

19.7K 1.3K 7
                                    

"Aku harus balik ke restoran dulu sebelum pulang, ada pekerjaan yang harus diselesaikan."

Begitulah alasan yang ia berikan kepada Izhar, sempat ia menyuruh suaminya itu membawa pulang mobil mereka karena Zein telah tertidur, tetapi pria itu menolak dan lebih memilih memesan taksi online.

Gianna menatap ponselnya, di mana terus berdering. Arika mengatakan bahwa Emir datang ke restoran dalam keadaan mabuk, meskipun tak melakukan hal buruk yang diambang batas, tetapi itu cukup membuat pengunjung risi.

"Di mana dia?" tanya Gianna pada Arika.

"Di dalam ruangan Ibu. Maaf, Bu, pelanggan pada protes dan yang terlintas di kepala cuma cara itu, biar bapaknya jauh dari pelanggan."

Gianna pun setuju jika Arika melakukan hal tersebut. "Nggak apa, saya mau ketemu Pak Emir dulu, kamu dan lainnya siap-siap buat tutup resto."

"Baik, Bu."

Ia mengangguk dan segera menuju ruangannya. Saat membuka pintu, yang tercium adalah bau alkohol, meskipun terdapat pengharum ruangan di sana, nyatanya kalah dengan bau yang menguar dari tubuh Emir.

"Pak, kenapa bisa kayak gini?" Gianna sedikit mengambil jarak, tentu ia akan waspada pada orang mabuk.

"Ah, Bu Manager," Emir menoleh, matanya memerah, "saya bingung mau ke mana, Bu."

Pria itu terisak, mengeluarkan kepahitannya begitu saja. Gianna menghela napas berat, niat untuk mendekati Emir hanya agar bisa membalas sakitnya pada Izhar, tetapi Gianna malah mendapatkan beban yang sangat berat.

Belum pernah sekalipun ia mengurus orang mabuk. Ya, meski saat muda dulu pergaulan Gavin sangat luas, tetapi tak pernah sekalipun kembali ke rumah dalam keadaan mabuk. Begitu pula dengan Izhar, itu mengapa Gianna masih bergeming dan tak tahu harus berbuat apa.

"Saya antarkan pulang, ya, Pak," tawarnya dengan nada sangat lembut.

Emir menggeleng. "Saya nggak mau anak saya lihat ayahnya jadi seperti ini," mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, "aah, Izhar sialan!" Menggebrak meja sangat kuat.

Gianna terhentak kaget, mata menuju laptop yang ada di atas meja tersebut. Sedikit panik, takut benda elektronik itu akan rusak dan Gavin akan meminta ganti rugi. Oh tidak, Gianna harus mencegahnya.

Berjalan sangat pelan, Gianna mendekati meja dan cepat meraih laptop tersebut. Nampaknya Emir tak terganggu dengan kelakuannya, sebab pria itu masih duduk dan menangis tersedu-sedu.

"Dia janji mau nikahin anak saya, saat datang ke rumah kelihatan sopan, baik, tapi ternyata dia penipu!" Emir sekali lagi menggebrak meja, "dia udah punya istri dan anak!" geramnya.

Gianna tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ia memperkenalkan diri sebagai istri Izhar, apakah umurnya akan berhenti saat itu juga?

Emir mengepalkan tangannya."kurang ajar, dia pikir bisa mempermainkan anak saya."

Bingung akan melakukan apa, Gianna menuju lemari dan menyimpan laptop di sana, kemudian kembali ke dekat pintu.

"Pak, kalau nggak mau pulang dalam keadaan seperti ini, gimana kalau saya antarkan Bapak ke hotel?" sarannya.

Pria itu menggelengkan kepala. "Saya udah cukup merepotkan Bu Manajer, saya akan pulang sendiri."

Berdiri dari duduknya dan bersiap meninggalkan ruangan. Namun, baru dua langkah, Emir hampir tersungkur. Gianna dengan sigap menahan pria itu, meskipun berat, tetapi ia berusaha.

"Maaf banget, Bu," Emir kembali berdiri tegak, "maaf."

"Saya panggilkan karyawan laki-laki buat setirin mobil Bapak, atau taksi online?"

Balas Dendam Istri Sah (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang