17 : Petang dan Malam

11.6K 909 6
                                    

Hari yang ditunggu akhirnya datang juga, sejak sore Gianna keluar dari rumah menuju tempat tujuan, meskipun suami masih bersikeras ingin mengantarkannya, tetapi Gianna tak mengindahkan hal tersebut.

Tujuannya bukan menuju fanmeet artis Korea, tetapi ke sebuah tempat melepas penat, meskipun tempatnya sangat ramai, tetapi ia suka karena pergi bukan bersama Izhar. Melainkan seorang lelaki yang menghubunginya, merencanakan pertemuan tersebut, untuk refreshing.

"Sumpah?" Pria itu nampak tak percaya dengan apa yang diceritakan oleh Gianna. "Bang Izhar bisa gitu?"

Namanya Kevin, seorang teman sejak SMA. Pria itulah yang mengenalkan Gianna pada Izhar. Keduanya saling mengenal karena bertetangga, tetapi sekarang tidak lagi, sebab Izhar telah pindah rumah bersama keluarga kecilnya.

Ah, keluarga kecil, katanya. Keluarga maksud Izhar adalah ayah dan anak. Sebab, jika Gianna termasuk dalam keluarga, tak akan sedikit pun berpikir untuk mencari perempuan lain, dan tentu jika dirinya dianggap keluarga, Izhar akan terbuka, menasihati dan menegur jika salah atau menyinggung perasaan.

"Padahal kalian sebelum nikah udah pacaran lama," wajah Kevin masih belum percaya, "gue nggak nyangka."

Gianna mengangguk. "Gue juga sama, awalnya nggak percaya, tapi akhirnya Tuhan nunjukin kelakuan aslinya."

Pria yang duduk di hadapan Gianna tersebut, menghela napas kasar. "Beneran, ya, pohon tidak akan jatuh dari buah—eh, gue ngomong apa, sih?"

Gianna tertawa keras mendengar ucapan konyol temannya itu. "Belum berubah, ya, lo."

Kevin memberikan cengiran, sama sekali tak merasa malu mendengarkan kekonyolannya. "Harusnya lo ajak Zein," ujarnya.

"Nggak, ah, hari ini, kan, gue mau bantu lo nyiapin lamaran," Gianna menggenggam es bobanya, "menurut lo, Vin, meskipun gue sibuk kerja, anak gue nggak bakalan lupain gue, 'kan?"

Bahu temannya itu langsung lemas seketika. "Ya, mana gue tahu, gue belum punya anak. Ini aja baru mau lamaran."

Gianna berdecak. "Tapi nyokap lo wanita karir, jadi harusnya lo pernah rasain ditinggal nyokap kerja kayak gimana rasanya, gue juga ditinggal nikah nyokap, sih, tapi beda kasus sama Zein. Yang lebih mendekati, ya cuma kasus lo," cerocosnya.

Kevin memperbaiki cara duduknya, menjadi lebih santai, satu kaki berada di atas kursinya. Gianna hanya bisa berdecak melihat kelakuan temannya itu. Padahal, tempat yang mereka kunjungi sangatlah elit, tempat di mana orang berduit berkumpul, tetapi kelakuan Kevin seperti sedang makan di warung pinggir jalan.

"Menurut pengalaman gue," Kevin memulai ceritanya, "kasih ibu sepanjang masa. Anak nggak masalah sering ditinggal, tapi ingat, tetap harus punya waktu untuk anak. Minimal nemenin ngerjain PR."

"Anak gue masih TK, kayaknya selama ini belum pernah dapet PR dari miss-nya," sela Gianna.

Kevin berdecak. "Harusnya lo ngerti maksud gue, nggak perlu nyaut kayak gitu."

Gianna mengangguk sembari menghabiskan es bobanya. Matanya menatap ke sekitar, melihat pemandangan pantai di sore hari, sudah lama ia tak merasakan sebebas ini. Sebelumnya, selama lima tahun menikah, tempat kunjung Gianna hanyalah rumah mertua, rumah abangnya, pasar untuk berbelanja, dan mini market. Ah, kadang pula makan di restoran kesukaannya, satu kali dalam satu bulan.

Sebatas itu. Ke mal, bioskop, atau taman hiburan, hanya sesekali, bahkan bisa dihitung dengan jari. Hal itu Gianna dan Izhar lakukan karena merasa gaji sangat pas-pasan, apalagi hanya berselang beberapa bulan menikah, Zein sudah hadir dalam rahim Gianna, membuat keduanya memutuskan untuk berhemat.

Namun, ternyata ada yang berkhianat, menganggap Gianna terlalu menuntut gaji. Padahal, itu semua dilakukan untuk membayar cicilan rumah, mobil, serta jajan anak. Jika saja waktu itu Gianna memiliki pekerjaan, mungkin tak akan pernah dirinya meminta pada sang suami. Contohnya seperti saat ini.

Balas Dendam Istri Sah (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang