1. Bintang Azura

501 29 0
                                    

***
Sejak dua hari yang lalu, Azura menyiapkan banyak hal untuk menjamu keluarganya. Mulai dari membereskan kamar-kamar sepupunya, hingga menyiapkan beberapa hidangan.

Azura tidak mengatakan bahwa ia mengerjakannya sendirian, tidak. Ada dua wanita paruh baya yang selama ini membesarkannya. Bu Tari dan Bu Yati. Satu lagi, seorang supir yang bernama Budi.
Dahulu, sebelum orangtuanya meninggal dunia karena kecelakaan, Bintang Azura tidak pernah kekurangan sedikitpun, sekarang setelah kedua orangtuanya meninggal, Azura harus bisa bertahan hidup.

Jangan terlalu lebay, Azura tidak bekerja 20 jam untuk memenuhi biaya kehidupannya. Ia hanya bekerja sebagai guru privat tiga kali seminggu untuk tambahan uang jajannya.
Setelah kedua orangtuanya meninggal, Bintang Azura di besarkan oleh Eyang Ainun dan orang-orangnya. Om Aihan bertanggung jawab atas segala biaya sekolahnya, hingga ia sebenarnya tidak perlu bekerja.

Hanya saja, hidup di rumah besar Eyang Ainun membuatnya kesepian, dan setelah membuat pertimbangan yang panjang, ia akhirnya memutuskan untuk memiliki kegiatan rutin, seperti berangkat kuliah setiap pagi Senin dan Rabu, lalu malamnya akan mengajar les sesuai jadwal. Selebihnya ia hanya berada di rumah bersama Eyang

Bip... Bip...

Suara klakson mobil bersahutan, Azura segera melepas apronnya dan berlari kecil keluar untuk menyambut sanak saudaranya.
Diluar para Omnya telah menyalim Eyang Ainun terlebih dulu, di ikuti oleh para istri dan sepupu-sepupunya.
Azura melap tangannya di rok navinya. Membiarkan bekas terigu itu mewarnai roknya.
Kemudian Azura menyalim para om dan tantenya.

"Ayo masuk" Azura mempersilahkan, kemudian menarik kursi roda eyang. Namun seorang lelaki menahannya, memberi senyuman tipis dan sedikit anggukan.

Azura mengerti, memberi kursi roda yang ditumpangi Eyang kepada Mas Abyasa. Sepupu tertuanya.

Semua orang mengambil tempat duduk di sofa.
Azura bergerak cekatan menuju dapur dan membawa senampan minuman.

"Sayang, kamu duduk aja. Biar Bu Yati yang ngurus semuanya" Sarah, istri Om Aihan menerima nampan yang dibawa oleh Azura. Meletakkan nampan itu di atas meja, lalu setelahnya menarik Azura untuk duduk di sampingnya.

"Nggak apa-apa. Tante santai aja, biar Azura yang ngurus semuanya"
Azura lalu membagikan semua gelas kepada yang duduk disana.

"Loh, Angkasa sama Aizat nggak dateng?" Tanya Azura begitu matanya tak melihat sepupunya yang lain.

"Dateng, kok. Masih ada ujian pagi ini, siang nanti mereka nyusul ke sini" Om Aiman menyeruput minumannya.

"Azura apa kabar?" Tanyanya.

Azura teralihkan, lalu kemudian beranjak dan memeluk omnya. "Azura kangen banget. Udah hampir tiga tahun Azura nggak ngeliat Om Aiman"

Para tante tersenyum melihat kedekatan antar om dan keponakan tersebut.

"Maafin om, yah. Datengnya lambat"

"Nggak, kok. Azura yang makasih karena udah nepatin janji buat datang kesini" Azura masuk kedalam ketiak omnya, bersembunyi dari tatapan gemas semua anggota keluarganya.

"Eyang tiap hari nanyain, kapan kalian kemari"

Eyang Ainun malah menyerngit heran. Walau umurnya sudah enam puluh tahun, tapi ia belum kena penyakit lupa. Ia tau Azura sedang menjual namanya.

"Aila dan Aika kalo mau istirahat, langsung naik aja, kayak biasanya. Kakak udah bersihin kamarnya, kok."

"Makasih banyak kak!"
Azura tersenyum, walau mereka tidak seumuran, tapi Azura paling dekat dengan si kembar itu.

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang