18. Hati yang lain

128 21 1
                                    

***

Tidak ada aktivitas yang berarti seharian ini. Azura hanya menemani Eyang menonton di ruang tv dan sesekali menengok revisinya yang belum juga kelar, lalu sorenya Azura mengajak Eyang jalan-jalan ke taman, menikmati semilir angin dan pemandangan anak-anak yang bermain. Sebenarnya bukan hal yang baru, Azura rutin melakukan hal itu sejak beberapa tahun belakangan ini, sejak rumah Eyang yang mulai terasa sepi setelah peninggalan Opa Adams. Eyang sendiri, dan Azura menemaninya.

Gadis itu juga tak pernah ada niatan untuk meninggalkan Eyang. Ia juga tak pernah merasa terbebani karena harus menjaga Eyang, baginya Eyang adalah orang tua. Pengorbanan Eyang untuknya sampai umur begini tidak akan Azura balas dengan air tuba. Toh, hanya mereka berdua. Tidak ada alasan untuk membuat Eyang bersedih.

Pandangannya beralih pada tangannya yang di genggam Eyang baru saja, matanya naik dan menemukan wajah teduh itu menatapnya. "Kamu bahagia?", Suara itu terdengar lembut, namun menyimpan luka yang dalam.

Azura tersenyum, matanya tiba-tiba terasa panas dan berair, Padahal Eyang hanya bertanya. "Bahagia..."

"Bintang bahagia banget karena Eyang masih mau hidup sama Bintang". Gadis itu mengerjapkan mata, menghalau agar air disana tidak jatuh.

"Angkasa nggak buat kamu sedih, kan?" Pertanyaan itu membuatnya gamang. Lalu mulai mengingat apakah Angkasa sudah membuatnya bersedih selama pernikahan mereka.

Penolakan lelaki itu, janjinya yang tidak tertepati, bekas luka di bawah dadanya, dan banyak lagi momen yang membuat ia bersedih. Semuanya karena Angkasa, bukan?

"Nggak, Angkasa tahu gimana caranya buat aku bahagia."

Sudah cukupkah jawaban itu untuk meyakinkannya?

Eyang tersenyum lebih lebar. Lalu kembali menatap segerombolan anak yang sedang bermain bola. "Eyang rasa, Eyang tidak akan pernah berat meninggalkan ini semua..."

"Kamu kebahagian Eyang yang paling terakhir. Kalau kamu bahagia, Eyang juga pasti bahagia..."

"Apapun yang terjadi nanti, Eyang akan selalu mendukung keputusan kamu"

Entah mengapa Azura mengartikan lain pembicaraan ini, Ia merasa Eyang akan benar-benar pergi meninggalkannya, namun Azura sungguh akan sangat ikhlas, karena ia sangat mencintai Eyang.

Untuk masa depannya, ia berharap ia akan selalu bahagia, agar Eyang juga selalu bahagia.

***

Sejak pesan terakhir yang di kirim Azura, Angkasa tidak lagi membalasnya. Lelaki itu pasti sedang sibuk dengan sidang tesisnya, bahkan setelah sore berganti malam, pesannya belum terbalaskan.

Gadis itu menarik gorden ruang tamu, menutupnya karena malam mulai beranjak larut, namun sekelibat bayangan membuatnya mematung, Ia mencari kemudian, dan tak menemukan apa-apa. Langkahnya terayun ke dapur, melaksanakan rutinitasnya sebelum tidur, meminum susu dengan tenang di atas stool dekat meja bar, Sembari memantau time line instagramnya, ada beberapa postingan kesehatan yang lewat disana, ada juga beberapa postingan Aizat yang sedang berada di bandara.

Ia kemudian menelpon Aizat, memastikan apakah lelaki itu benar sedang menuju kemari.

Panggilan terhubung.

Kamu disini?

Belum. Masih tunggu di bandara, belum flight. Kenapa?

Loh. Bukannya besok baru kesini?

Rencananya. Tapi kebetulan ada masalah sama proyek di cabang aku yang akan di buka disana.

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang