***
Angkasa baru saja turun dari mobil dan menemukan Rayyan di depan pintu rumah-bersama Azura. Entah apa yang keduanya bicarakan, Angkasa tak bisa mendengarnya. Ketika lelaki itu beranjak mendekat, Rayyan lebih dulu pamit undur diri. Keduanya berjalan berpapasan, ada sapaan ramah dari Rayyan yang di balas sinis oleh Angkasa.
"Ngapain dia kesini?" Tanyanya. Namun mata tajam itu terus mengekor pada sosok yang kini berjalan keluar gerbang.
"Nggak ada. Mampir doang, sebentar. Katanya ada urusan dekat sini" Azura meraih tangannya, membawanya masuk ke dalam rumah. "Ini terakhir kali aku liat dia dang kesini. Bintang, aku tidak mengizinkannya lagi lain kali"
Perempuan itu hanya menjawab dengan gumaman panjang. "Aku buatin kopi,yah."
Langkahnya menuju pantry, sementara Angkasa duduk di sofa sembari membuka kancing di lengannya, setelah itu tangannya naik membuka kancing yang paling atas. "Dia bantuin kamu revisian lagi?" Suaranya agak meninggi, agar Azura yang sedang sibuk di dapur mendengarnya.
"Nggak. Kan kamu sendiri yang bilang kamu bakal bantuin aku" sahutnya. Angkasa menatap kertas kertas yang berserakan, lalu sebuah senyuman terukir di sana. Ia tidak pernah berfikir Azura akan suka dengan dunia anak-anak, bahkan Angkasa baru tahu beberapa hari yang lalu jika perempuan itu mengambil jurusan pendidikan Paud.
"Ini kopinya" Azura datang seperti biasa. Menjepit kedua hidungnya dengan jari telunjuk dan ibu jari.
Angkasa mengalihkan perhatiannya. Menarik tangan Azura untuk duduk disisinya dan menghadap padanya. Soal Rayyan-ia harus tegas sepertinya. Entah mengapa perasaan Angkasa tentang lelaki itu tidak pernah baik. "Jujur sama aku, Ngapain dia kesini?" Perempuan itu memutar bola mata keatas, bosan. "Kenapa sekarang kamu penasaran banget?" Azura bertanya, tangannya melepaskan diri dari Angkasa.
"Kalau kamu lupa, kamu sendiri yang bilang kalau aku boleh suka dan berurusan dengan siapa aja" gadis itu menekan kata suka, dan Angkasa tidak menyukai itu, apalagi ekspresi wajah Azura sekarang yang seperti muak padanya. "Kecuali Rayyan ini" Angkasa bersuara lagi.
"Kenapa dengan Rayyan?"
Angkasa tidak suka tatapan itu. Tatapan yang menantangnya, tatapan yang selalu Azura berikan padanya ketika perempuan itu marah. Ia tidak ingin berdebat dengan Azura untuk sekarang, karena itu ia berdiri dan meninggalkan gadis itu.Terdengar kekehan Azura yang membuat langkahnya terhenti, ia berbalik dan menemukan mata tajam itu menatapnya sekarang. "Jangan pandang aku seperti itu" Angkasa memperingatinya. Lelaki itu tidak tahu mengapa Azura sangat membela Rayyan-padahal gadis itu bisa menuruti kemauannya.
"Kenapa? Angkasa, sekarang kamu sedang berperan seperti apa?" Gadis itu masih duduk bersidekap di sofa.
"Kamu sendiri yang mengusulkan kontrak itu. Kita tidak punya hubungan yang mengharuskan aku untuk menjauhi Rayyan"
Angkasa menghampirinya, dan kini Azura berdiri menghadapnya. "Kamu nggak punya hak atas aku sama sekali" nadanya menekan, seperti sedang memperingati Angkasa tentang batasannya.
Lelaki itu tersenyum miring. "Aku. Tidak. Mau. Tau."
"Jangan. Temui. Dia. Lagi"
"Kenapa?" Pertanyaan itu lolos dengan cepat.
"Kenapa? Karena aku nggak suka. Aku nggak mau kamu ketemu dia lagi. Aku nggak mau kamu main sama dia lagi"Lelaki itu pergi begitu saja. Ia merasa lelah dan perasaanya tidak baik-baik saja.
"Aku tidak peduli sama sekali"
Angkasa masih bisa menangkap teriakan itu walau ia sudah berada di tangga paling atas. Ia tidak peduli dan terus melanjutkan langkahnya.
Sementara gadis itu sedang menenangkan dirinya, dadanya naik turun, ia merasa marah dengan Angkasa. Pria itu Mengingkari janjinya, mengatakan tidak akan menyakiti Azura.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Hurt
RomanceCompleted!!! Ketika Eyang meminta Azura dan Angkasa menikah, tante Anggi-ibu dari lelaki itu adalah orang yang pertama menolak. *** Azura hanya mangut saja ketika Eyang berniat menikahkan dirinya dengan Angkasa-sepupu satu kalinya. Ia berfikir bahw...