30. Kejutan lainnya

134 18 3
                                    

***

Entah ia harus merasa senang atau tidak, kabar pagi tadi yang menyatakan bila Azura tengah mengandung empat minggu membuatnya dilema. Ia akan merasa sangat bersalah sekali jika mengakui ia tidak senang, karena hal yang ia tidak senangi adalah bakal bayinya.

Namun sakit Azura membuatnya dilema. walau dokter mengatakan kehamilan tidak berpengaruh pada sakit sum sum tulang belakang, namun keluhan keluhan Azura tentang otot ototnya yang semakin lemah membuatnya kasihan.

Seperti dirinya yang dilanda kebingungan, Azura pun tengah bingung juga, mungkin. Karena sejak pemeriksaan terakhir kali, ia hanya berdiam diri, tidak fokus, dan lebih banyak berbaring demi menghindari interaksi dengan keluarganya. Dan mungkin utamanya dirinya, Angkasa.

Saat menjelang siang, seorang perawat datang membawa makan siang untuk Azura, serta beberapa obat dan suplemen yang harus wanita itu konsumsi setelahnya.

Angkasa enggan mendekat kesana, karena ketika memasuki kamar itu ia melihat Azura sedang berbicara dengan Aizat, obrolan mereka terlihat sangat menarik, karena keduanya saling melempar tawa. Sesekali Aizat menyuapi istrinya buah pir yang baru saja di kupas oleh eyang.

Ingin kembali keluar rasanya tidak mungkin, karena kini eyang mengetahui kehadirannya yang tengah bingung di ambang pintu.

Angkasa berdehem, membuat semua perhatian tertuju padanya, termasuk perhatian dua manusia yang sedang asik tadi. Merasa kikuk, Angkasa menggerakkan tangannya dengan tidak jelas di udara. Ia malu, jadi ia memilih duduk di dekat Eyang, bergabung dengan Om Aihan dan Mas Aby.

"Habis dari mana?" Tanya Eyang. Wanita tua itu menawarkan padanya jeruk Sunkist. Angkasa menerimanya.

"Di taman aja, cari angin segar." Jawabnya seadanya.

Seperti mengetahui keresahan dirinya, Eyang memanggil Aizat, meminta lelaki itu untuk keluar membeli makan siang, bersama dengan Mas Aby.

"Mas Aby bisa sendiri, nggak?" Aizat terlihat menolak dengan halus, ia keberatan, karena kesenangannya dengan Azura belum harus ia akhiri.

"Bisa, kok." Dan Angkasa bisa melihat Eyang baru saja mencubit pinggang Mas Aby, memelototinya kemudian. Mas Aby mengerutkan kening, bertanya. Dan eyang menggerakkan bibirnya komat kamit. Angkasa tersenyum melihat itu.

"Eh, kayaknya nggak bisa deh. Mas harus nemuin dokter sama Ayah. Iya kan, Yah?"

Lalu Om Aihan yang menjadi sasaran ketidak tahuan ikut melotot. Meminta penjelasan. Namun Mas Aby lebih dulu menarik tangan Ayah.

"Tadi dokter bilang habis makan siang ketemu di ruangannya. Ayah lupa?"

"Emang iya?"

Dan sepertinya Eyang berhasil dengan rencananya, membuat ia bisa berbicara dengan Azura karena selanjutnya Aizat bangkit dari kursinya setelah menarik nafas berat.

"Yaudah. Aizat keluar dulu"

***

"Mau makan sekarang?" Angkasa bertanya. Awalnya Azura hanya diam saja, merasa masih kenyang, atau mungkin saja sedang marah, tidak ingin bertemu dengan Angkasa. namun melihat Angkasa yang tak kunjung bersuara membuatnya mengalah, ia tidak jadi marah.

"He'em"

Dan lelaki itu mendekatkan meja makan, membuka tutup mangkuk sup, dan mengambil sendok yang terletak di meja.

"Aku suapin." Katanya, tidak menerima penolakan.

Azura akhirnya makan dalam diam, ia tidak berniat berbicara walau sebenarnya ia sangat penasaran bagaimana tanggapan Angkasa tentang berita pagi ini.
Sampai sup nya habis dan ia meminum obat, Angkasa masih diam, tidak ada tanda-tanda bicara untuk membahas berita itu atau apapun itu.

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang