***
Sejak satu jam yang lalu, setelah beristirahat di hotel begitu makan siang selesai, Angkasa sekeluarga telah bermain-main di Pantai Pasir Timbul. Pantai yang pasirnya putih dan airnya sangat jernih, sehingga memberi warna biru muda yang sangat cantik ketika terik matahari menerpanya.
Angkasa sedari tadi hanya tiduran di kursi pantai yang dapat memuat sepanjang tubuhnya, menyaksikan beberapa orang yang asik bermain air, beberapanya lagi bersantai seperti dirinya, segerombolan bocah bermain voli pantai dengan gembira. Angkasa melihat Azura sejauh matanya memandang, gadis itu adalah perenang ahli, pernah mengikuti beberapa lomba renang sewaktu SMP, namun berhenti saat naik SMA. Paling tidak itu yang diketahui Angkasa.
Hanya ada kepala gadis itu yang terlihat, berenang seperti katak dan sesekali bermain air bersama si kembar. Seharusnya Angkasa tak perlu mengkhawatirkannya mengingat track rekord yang pernah di raih gadis itu, tubuhnya yang kecil sangat sangat lihai dalam air.
Lelaki itu tersadar dari lamunannya ketika sebuah bola menggelinding dan mengenai kakinya, seorang bocah lelaki meminta maaf padanya dan segera mengambil bola itu lalu kembali berbaur dan bermain bersama teman-temannya.
Saat Angkasa kembali melihat ke depan, Azura tidak ada disana, entah kemana.
Angkasa mencari di sekitar, menemukan Aila yang menuju ke tepian. Lelaki itu berdiri dan berniat untuk membasuh tubuhnya sebentar, bermain-main dengan air sebelum akhirnya kembali ke hotel. Sebentar sekali Angkasa di dalam air, berbalik untuk ke tepian dan segera merealisasikan rencananya yang akan kembali ke hotel. Namun matanya menemukan sebuah tangan yang melambai dengan gerakan yang tidak beraturan, ketika kepalanya naik mencari udara, Angkasa bisa melihat jika orang itu adalah Azura.
Angkasa tidak yakin, tapi tidak mungkin jika gadis itu tenggelam dalam air.
Namun semakin Angkasa memperhatikan, lelaki itu menyadari bahwa Azura tidak main-main. Langkahnya cepat menuju pada Azura yang masih berusaha keluar dalam air, hingga mungkin sekitar tiga meter lagi ketika ia dapat meraih tubuh gadis itu, Angkasa melihat orang lain merengkuhnya lebih dulu, mendekap Azura dengan erat dan membawanya ke tepian.
Angkasa segera naik dan keluar dalam air ketika Aizat melewatinya begitu saja dengan Azura di gendongannya, di susul dengan Aika yang juga sama paniknya. Lelaki itu memperhatikan, mulai dari bagaimana Aizat membaringkan tubuh kecil itu di kursi pantai, menepuk kecil pipinya berulang kali untuk menyadarkannya, memompa dadanya dengan gerakan terlatih, sampai ketika Aizat memblokir hidung Azura, menekan kedua pipinya agar terbuka, dan Aizat mendekat untuk memberinya satu nafas bantuan, Angkasa seperti tidak terima. Lelaki itu segera mendorong Aizat dan mengambil alih posisinya, melakukan hal yang sama dan memberi satu nafas bantuan.
Dua kali, tidak cukup, hingga yang ketiga kalinya, Azura terbatuk, mengeluarkan air laut dari dalam paru-parunya, gadis itu mendorong tubuhnya ke samping, mengeluarkan air yang masih tersisa dalam mulut.
Angkasa menyelimuti istrinya dengan bathrobe yang tersampir di kursi santai itu, lalu memastikan jika keadaan Azura baik-baik saja.
"Aika, minta tolong ke tante Sarah untuk menghubungi dokter, Mas akan bawa Kak Azura ke hotel"
Gadis SMA itu segera melakukan apa yang di pinta. Sementara Angkasa seperti tanpa beban mengangkat gadis itu dan menggendongnya, berjalan menyusuri jalan setapak menuju hotel yang dihuninya.
Aizat mengikut di belakang, membantu apa yang dia bisa bantu, seperti membuka pintu kamar ketika Angkasa tak bisa melakukannya.
Setelah membaringkan Azura di ranjang, Angkasa segera mencari koper gadis itu, mengobrak ngabrik isinya dan mengambil apa yang seharusnya ia ambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Hurt
RomanceCompleted!!! Ketika Eyang meminta Azura dan Angkasa menikah, tante Anggi-ibu dari lelaki itu adalah orang yang pertama menolak. *** Azura hanya mangut saja ketika Eyang berniat menikahkan dirinya dengan Angkasa-sepupu satu kalinya. Ia berfikir bahw...