***
Azura sangat bersyukur, sungguh. Selama beberapa hari ini Angkasa benar-benar memperhatikannya, menomor satukan nya. Segala hal yang dilakukan Azura akan di ambil alih oleh suaminya, termasuk soal mengetik sisa revisinya sebelum di setor dan masuk ke perpustakaan.
Namun beberapa kali juga ia mendapati Angkasa terdiam, sendiri, seperti merenung, lalu setelahnya mengambil napas berat seolah-olah ia memiliki masalah yang tidak bisa lagi di cari jalan keluarnya. Namun Azura tak bertanya, ia akan menunggu Angkasa mengatakan padanya.
Seperti sekarang ini, ia mendapati Angkasa sedang duduk sendiri di halaman belakang, melamun.
***
Dua jam yang lalu, Intan-teman dekat Anara, mengiriminya pesan, mengatakan bahwa kini Anara sedang di rawat di rumah sakit, wanita itu terjatuh di kantor saat berlari untuk menghadiri rapat, lalu jatuh dan pendarahan.
Ia memikirkannya, Anara membutuhkan dirinya untuk menenangkan diri, bagaimanapun juga, hanya Angkasa yang menemaninya lima tahun belakangan ini, tidak punya sanak saudara di jakarta yang luas, yang dunianya sangat kejam.
Ide untuk mengunjunginya sebentar saja terlintas beberapa kali, ia hanya akan menjenguk, sebentar, lalu kembali kesini karena besok Azura akan di wisuda.
Namun lagi-lagi ia menahan diri, tidak ingin menyakiti hati istrinya lagi. Angkasa tahu betapa terlukanya Azura saat ia mendahulukan segala sesuatunya atas Anara. Namun waktu lima tahun yang dihabiskan bersama, merajut kasih, merencanakan masa depan yang indah, bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan.
Angkasa menimbang, apakah ia harus ke jakarta hanya sekedar menjenguk? Melihat Anara? Lalu pulang? Faktanya, ia juga merindukan wanita itu.
Ibu jarinya menekan tool warna biru di sana, pemesanan tiket berhasil, nanti malam jam 12 ia akan ke jakarta. Hanya menjenguk Anara. Yah, hanya itu.
Ia berjalan melewati pintu, menaiki undukan tangga dan memasuki kamarnya. Tidak ada Azura disana, lalu dimana dia?
"Bintang?" Panggilnya. Ia membuka pintu kamar mandi dan tidak mendapatinya disana. Jadi ia berjalan turun kembali, mencari di dapur, di ruang tengah, teras, tapi tak ada Azura disana. Di mana ibu hamil itu berada?
Ia kembali ke atas, mencari di kamar lain. awalnya ia ragu, namun tetap membuka pintu kamar yang sudah lama tidak di huni, kamar Azura yang wanita itu tinggalkan karena ada masa kelam disana.
Syukurnya, ia tidak menemukannya disana. Jadi ia bergerak ke kamar Eyang, mungkin saja Azura ada disana. Dan yah, benar saja. Azura ada disana, karena Angkasa dapat mendengar suara perihnya yang tengah berbicara.
"Eyang mau, kan, tungguin Bintang ngelahirin? Sampai cicit Eyang besar dan sekolah?"
Angkasa mengurungkan niatnya untuk masuk, ia lebih memilih bersandar di dinding untuk mendengar Azura lebih banyak lagi.
"Kamu bahagiakan, sayang?"
Sampai saat ini, Angkasa bisa merasakan bagaimana sayangnya Eyang terhadap Azura.
"Bintang bahagia, kok, Eyang."
"Angkasa nggak nyakitin kamu, kan?"
Sejenak Angkasa tidak mendengar jawaban, di dalam sana Azura terdiam.
"Azura bahagia Eyang. Bahagia banget. Apalagi sekarang Angkasa udah janji akan terus sama-sama Bintang"
Kalimat itu menghantamnya. Menyadarkannya kembali tentang niatnya yang akan ke jakarta malam ini.
"Angkasa bilang, Dia mau lihat anak kami lahir, sekolah, kuliah, punya pacar..."
"Itu artinya Angkasa mau hidup sama Bintang, kan, Eyang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Hurt
RomanceCompleted!!! Ketika Eyang meminta Azura dan Angkasa menikah, tante Anggi-ibu dari lelaki itu adalah orang yang pertama menolak. *** Azura hanya mangut saja ketika Eyang berniat menikahkan dirinya dengan Angkasa-sepupu satu kalinya. Ia berfikir bahw...