10. Hari yang Sulit

123 18 1
                                    

***

Saat tahu bahwa Angkasa tidak ada di rumah, semua orang marah besar dan kecewa. Terutama Eyang Ainun dan Om Aidan-Ayah Angkasa.

Lelaki paruh baya itu tak habis pikir dengan Angkasa.

Sementara Tante Anggi mulai mengungkit dan menyalahkan Eyang karena telah memaksa anaknya, menekan Angkasa sehingga tidak bisa menolak dan akhirnya hal seperti ini bisa terjadi.

Azura memberi tahu bahwa Angkasa akan segera kembali, namun hal itu tak dapat menghapus keresahan para tetua.

Om Aihan sampai membujuk Mas Aby agar menggantikan Angkasa Andai saja adik sepupunya itu sungguh tak kembali.

Seperti mau tidak mau, Mas Aby mengiyakan.

Azura rasanya ingin menangis, namun ia meyakinkan diri bahwa Angkasa bukanlah orang yang tepat untuk ditangisi.

Bisakah ia menangis bukan karena Angkasa? Melainkan karena mengapa takdirnya bisa seperti ini?

"Mobilnya udah siap, Ma. Gimana?"
Aizat datang memberi kabar bahwa mobil yang akan di tumpangi pengantin telah tiba dan siap pergi ke gedung pernikahan.

Mamanya menatap Azura, meminta persetujuan dengan anggukan.

Jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh. "Nggak apa-apa. Aku yakin Angkasa pasti kembali"

"Kita pergi sekarang" Gadis itu menguatkan diri. Berjalan lebih dulu untuk siap dan masuk ke dalam mobil.

Ketika Azura bergerak, yang lain ikut bergerak, walau bayangan para tamu ribut karena calon pria tak kunjung datang nanti, Azura tetap Optimis.

Gadis itu ingin meyakinkan diri, bahwa Angkasa tidak akan mungkin menyakitinya sejauh ini.

Ketika memasuki mobil, Azura mulai merenung dan berandai-andai.

Andai saja Eyang tak memikirkan rencana ini.
Andai saja Eyang tak memergoki mereka waktu hari.
Andai saja Azura punya kekasih
Andai saja Mas Aby yang akan dinikahinya.
Atau Andai saja Angkasa bukan sepupunya.

Gadis itu tak bisa menahan airmata. Dua jam dari sekarang akad nikah akan dilangsungkan, tetapi Angkasa tak memberinya kabar sampai sekarang.

Azura menangis. Tak malu-malu menunjukan air matanya, toh di mobil ini hanya ada dirinya dengan supir dari WO, dia juga tak mengenalnya.

Gadis itu tak bisa lagi memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Ia hanya bisa menangis sepanjang perjalan ke gedung pernikahan.

***

"Halo, Zat. Gue sebentar lagi flight, lo bisa jemput Gue di Bandara?"

"Sa, Gue harap ini terakhir kalinya Lo sakitin Azura. Lo kalau serius bilang, Gue ke bandara sekarang"

"Serius! Ini gue udah di pesawat"

"Ya udah. Take Care, Save Flight, Angkasa"

"Bye"

Sesaat setelah Angkasa menghubunginya, Aizat segera memutar arah dan jalan ke bandara. Tak lupa ia mengirim pesan pada Azura, menghibur gadis itu dan mengatakan bahwa Angkasa akan datang.

Semoga masih sempat.

Sekitar satu jam lebih menunggu, akhirnya Angkasa keluar dari pintu kedatangan. Tanpa banyak bicara lagi keduanya segera menuju gedung pernikahan.

Sayang sekali karena sekarang setengah sembilan. Jamnya macet karena orang-orang pergi bekerja.

Dua puluh menit lagi acara akan di mulai, tapi mobil Aizat seperti tak bergerak.

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang