16. Tetap Sama

105 17 0
                                    

Awas typo...

***

Bisakah Azura berharap pernikahannya akan menuju kebahagian?, Kejadian dua malam kemarin benar-benar sesuatu yang istimewa baginya. Menurutnya, sikap Angkasa yang seperti ini sudah menunjukan bahwa lelaki itu mungkin sudah membuka hati untuknya. Azura juga sudah berniat akan membawa pernikahan ini ke arah yang sebetulnya, sebagaimana mestinya. Bahkan ia sempat berfikir untuk memaksa Angkasa jatuh cinta padanya.

Setelah ia fikir-fikir kembali, kontrak yang diajukan Angkasa benar-benar merugikannya, terlebih lagi dengan mimpinya yang ingin memiliki keluarga bahagia, dan sepertinya gadis itu tak perlu berbuat banyak, karena ia bahkan tak berusaha keras dan Angkasa mulai membuka hatinya.

Apa betul Angkasa sudah membuka hatinya?, Mungkin saja. Karena sampai hari ini, lelaki itu terpantau belum berhubungan dengan Anara sama sekali.

Skripsinya juga lancar jaya. Sesuai janji lelaki itu yang mengatakan akan membantunya.

Dan untuk masalah Rayyan, setelah mereka berdua beradu bibir, Angkasa melanjutkan berkutat dengan handphone Azura yang di sadap, ia juga memasangkan malware agar tidak ada lagi yang bisa mencoba bermain-main dengan ponsel gadis itu. Angkasa juga mewanti-wanti agar tidak sembarang membuka link yang dikirim oleh orang, lelaki itu meminta agar Azura lebih dulu menghubunginya jika hal yang sama kembali terjadi, atau terdapat hal-hal yang mencurigakan.

Sore ini, Angkasa sedang duduk mengemudi untuk mengantar Azura ke tempat mengajar. Setelah menjemput gadis itu di kampus dan membawanya pulang ke rumah sebentar untuk membersihkan diri, keduanya kemudian melanjutkan perjalan.

"Besok aku akan balik ke jakarta. Cuma dua minggu, habis itu balik lagi kesini"

Angkasa berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya yang ramai. Hari ini lelaki itu memakai kemeja warna biru dongker dengan celana panjang khaki. Satu tangannya mengendalikan kemudi sementara satunya lagi di taruh di pahanya.

Azura hanya berdehem panjang. Rambutnya yang terurai menutupi sebagian wajahnya sehingga Angkasa tidak bisa melihat seperti apa ekspresinya sekarang. "Kamu nggak apa-apakan?" Tanyanya gusar setelah mendapati Azura bersin beberapa kali.

Tangannya yang bertengger di paha tadi terulur mengusap puncak kepala gadis itu. "Kamu sakit?"

Azura menggeleng, menangkap tangan itu dan membawanya dalam genggaman.

Hangat. Angkasa balas menggenggamnya.
"Kalau kamu sakit kayak begini, aku nggak mungkin ninggalin kamu pergi"

Gadis itu merancau, terlihat lemah.

"Kamu izin aja dulu deh, kita balik lagi ke rumah lagi"

"Aku nggak apa-apa. Serius!"

Angkasa bisa melihat mata lelah itu, dengan lingkaran hitam disana, terlalu kentara dengan wajahnya yang putih bersih. "Yaudah, aku tungguin kalau gitu"

"-Nggak ada bantahan." Lelaki itu melanjutkan ketika Azura akan mengangkat suara.

Dan gadis itu akhirnya menurut saja. Mengajar dengan kondisinya yang kurang sehat, serta membiarkan lelaki itu menunggu diluar sana.

Setelah dua jam lebih, akhirnya Azura bisa terbebas dari murid-muridnya.

***

Seperti yang dikatakan Angkasa, ia akhirnya tidak jadi pulang ke jakarta karena Azura betulan jatuh sakit esoknya. Namun beruntung Angkasa langsung membawanya ke dokter sehingga tak perlu waktu lama gadis itu kembali pulih dan ceria lagi.

Bisa di bayangkan bagaimana sepinya rumah itu tatkala Azura jatuh sakit, sepi. Hening. Tidak ada warna disana. Angkasa juga tidak pernah meninggalkan Azura sampai keluar rumah, ia tidak ketika Azura membutuhkannya, ia malah tak ada.
Terlebih lagi Bi Yati belum kembali pulang.

Setelah menunda tiga hari, kini Angkasa bersiap untuk berangkat ke bandara di antar oleh temannya-Widi.

Lelaki itu menghampiri Eyang setelah memasukan barangnya di dalam bagasi mobil. "Angkasa pulang dulu yah, Eyang. Dua minggu lagi Angkasa bakal balik pulang." Tangannya meraih Eyang dan memeluknya lama, mencium pelipisnya dalam.

"Sampaikan salam Eyang kepada orang tuamu"
Katanya sembari memberi tepukan ringan pada punggung cucunya.

"Hm-mm"

Kemudian ia beralih pada Azura yang kini berdiri dengan midi dressnya, penampilannya sangat anggun. Bagaimanapun gadis itu berdandan dan berpakaian, ia tetap terlihat cantik sekali.

"Aku balik, Yah!"

Entah kenapa jadi canggung. Angkasa hanya berdiri di depannya dan menatapnya dengan senyum yang dalam. Kaku.

Azura mengangguk, mengiyakan. Lalu mengucapkan kata hati-hati di jalan dan semacamnya. "Aku nggak keberatan seandainya kamu mau ngehubungin aku". Akhirnya tangannya terangkat, mengusap sisi wajah Azura dengan telunjuk tangannya.

"Kapanpun?" Gadis itu antusias. Dan ketika Angkasa mengangguk, ia segera memeluknya. "Jangan sering minum kopi yah" peringatnya, dan lelaki itu terkekeh.

Angkasa kemudian menangkup wajah gadis itu, lalu memberinya ciuman dalam di kening. "Dah..."

Lalu ia hanya bisa memandangi Angkasa menjauh dan masuk ke dalam mobil.

Azura berharap, setelah hari-hari panjang yang mereka lewati, keduanya bisa menuju pada pernikahan yang sesungguhnya.

***

"Bintang, tunggu sebentar. Aku mau bicara"

Seolah tuli, Azura menghindari Rayyan.
Di antara sekian banyaknya orang berlalu lalang di fakultas ini, bagaimana bisa Rayyan menemukannya?

Cepat-cepat gadis itu memasuki sebuah kelas agar lolos dari kejaran Rayyan.

Ingatannya kembali pada beberapa hari yang lalu. Pesan utama Angkasa padanya adalah sebisa mungkin agar ia tidak berurusan lagi dengan Rayyan. Walaupun Azura sampai sekarang masih belum yakin dengan jelas tentang kasus handphonenya yang di sadap itu, namun Azura harus mendengarkan kata-kata suaminya.

Ia akhirnya berhasil lolos dari pengawasan Rayyan. Azura juga agak ngeri, karena ia harus menerima kenyataan bahwa Rayyan mengejarnya sampai ke gedung fakultas begini juga membuatnya takut. Apalagi Angkasa baru pergi selama dua hari, yang artinya ia masih butuh dua belas hari lagi untuk merasa tenang karena Angkasa bersamanya.

"Kok belum pulang?"

Azura terkesiap, mendapati Xu Lin berdiri di hadapannya dengan beberapa buku di tangan. "Oh-oh.. iya, ini... Lagi nunggu jemputan" Azura gelagapan, padahal ia tidak sedang bertemu dengan Rayyan.

"Mau balik bareng nggak?"

Gadis itu terlihat menimbang. "Boleh..."

"Yaudah. Bantuin aku dulu bawa ini ke perpus. Abis itu kita pulang"

Lalu keduanya menghilang di telan lift.

Hari mulai malam ketika Azura sampai di rumah,  ia kemudian masuk begitu saja setelah mengucapkan terimah kasih.

Langkah lunglainya membawanya memasuki rumah. Azura benar-benar lelah sebenarnya, dan dia merutuki dirinya yang bodoh karena hari ini ia memakai helss yah walau tidak terlalu tinggi.

Niatnya akan langsung saja ke kamarnya di lantai dua, namun suara yang begitu di kenalnya menahannya di tangga paling pertama. "Hai Bintang, baru pulang..."

Dan Azura mendapati lelaki itu tengah duduk bersama Eyangnya. Rayyan, apa yang ia lakukan disini?"

"Eyang...?" Panggil Azura parau. Mendapati Eyang tengah duduk bersama Rayyan di sana.

Rayyan menghampirinya, membuat Azura bergerak tak nyaman. "Sorry karena gue langsung datang kesini tanpa izin ke Elo dulu. Nggak pa-pakan?"

Nggak papa pala mu?
Gadis itu memaksa senyumnya.

***

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang