6. Kepergok

140 19 0
                                    

***

Pagi-pagi sekali Eyang kembali mengumumkan bahwa pernikahan anatara Angkasa dan Azura akan segera dilaksanakan, mungkin dalam dua minggu sebelum lelaki itu kembali ke jakarta untuk menyelesaikan kuliah magisternya.

Alasannya sangat tidak masuk akal. Hanya karena Eyang mendapati mereka berdua berciuman di kamar Azura.

Saat mendengar itu, keduanya tak terima. Terutama Angkasa yang dengan segala urat di lehernya menahan rasa dongkol. Azura malah malu sendiri walau apa yang dikatakan Eyang tidak betul adanya.

"Kita nggak ciuman Eyang. Sumpah!" Angkasa menjelaskan. Namun semua mata yang ada disana tidak mempercayainya.

"Kamu mau bilang kalo Eyang ini bohong?"
Lelaki itu langsung menggeleng keras, "Nggak, Eyang nggak bohong"

"Itu artinya Eyang benar, kalian ciuman" Ayahnya menimpali. Angkasa semakin tersudut dan pusing.

"Eyang salah paham, Ayah"

"Kamu kenapa cium-cium Azura kalo nggak mau nikah sama dia?"
Lelaki itu menatap Mas Aby yang dengan santainya menyeruput teh di cawannya.

"Bisa nggak, sih. Kata ciuman itu di sensor aja?"

"Ada bocil disini" Angkasa menatap si kembar dan Azhila di ujung meja.

"Kita nggak bocil yah, Mas!" ketiganya menolak peryataan Angkasa. Melihat itu, semua orang di meja makan terkikik dibuatnya. Tentu selain Angkasa dan Azura.

Baru saja tiga hari yang lalu keduanya senang bukan main karena Eyang membatalkan rencana pernikahan, eh sekarang malah mau di nikain beneran. Mana dua minggu dari sekarang lagi.

"Ibu, Pliss" Angkasa memohon pada Ibunya, namun wanita paruh baya itu nampak tak bisa berbuat apa-apa. "Ibu nggak bisa belain kamu lagi, sayang. Eyang benar, kalian harus menikah."

"Masih untung hanya sekedar ciuman, kalau Azura hamil, gimana?"

Angkasa frustasi. Ingin sekali ia memberi pemahaman bahwa mereka tidak berciuman. Hanya hampir berciuman, tinggal sedikit, kalau Azura tidak menahan bobot tubuhnya, mungkin mereka benar-benar ciuman.

Lebih kesalnya lagi, gadis di sampingnya bersikap seolah-olah mereka memang ciuman, sehingga tidak ada pembelaan untuk lepas dari kemauan Eyang ini.

"Dua minggu lagi kalian menikah. Eyang serahkan semua urusan ini kepada kalian"
Eyang menatap seluruh anggota keluarga, lalu mengundurkan diri untuk kembali ke kamarnya.
Angkasa masih misuh-misuh di depan sana, tak malu melap meja makan dengan kedua lengannya, lelaki itu bertingkah seperti bocah. Azura gemas melihatnya.

***

Saat Angkasa mengatakan akan bicara padanya, Azura tidak mengindahkan sedikitpun, sampai lelaki itu tiba di depan kamarnya dan menyuruhnya untuk keluar di taman belakang. Katanya dia tidak akan memasuki kamar gadis itu lagi karena memberi kenangan buruk seumur hidupnya.

Ketika Azura sampai disana, gadis itu mendapati Angkasa tengah duduk dengan ponselnya.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanyanya lalu mengambil kursi dan duduk tepat di depan sepupunya.

"Pernikahan kita"

"Kita harus buat kontrak nikah" Azura melongo tak percaya. Seriously?

"Oke. Kita akan menikah, tapi setelah keadaan membaik, kita berpisah" Angkasa menjelaskan dengan tenang.

"Nggak. Aku nggak mau."

Apa lelaki itu sudah gila, Azura tak habis pikir.

"Kamu nggak mau nikah kan sama Aku?"
Gadis itu bergeming dengan pertanyaan Angkasa.

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang