8. Ketiga Kalinya

131 22 1
                                    

Tolong bantu tandain typo yah...

***

Setelah bersusah payah membuatkan kopi untuk Angkasa, Azura segera mengantarnya ke kamar.
Gadis itu mengunci hidung dengan satu tangannya, satunya lagi digunakan untuk membawa gelas kopi. Ketika gadis itu sampai di depan kamar yang di maksud Angkasa, lelaki itu lebih dulu keluar dengan terburu-buru. Alhasil hampir menubruk gadis di depannya.

Akhhh

Gadis itu meringis ketika kopi berguncang dan tumpah mengenai kaosnya. Mencetak warna coklat di sana.

"Sorry-sorry. Gue nggak sengaja"

Lelaki itu membantu meletakan kopi di meja ruang tamu, lalu segera menghampiri Azura yang tengah membersihkan sisa kopi di bajunya.

"Kamu nggak apa-apa?" Lelaki itu terlihat khawatir. Azura menggeleng pelan.

Gadis itu memperhatikan sepupunya yang tengah memakai jaket dengan kunci mobil di tangan. "Kamu mau kemana?" Tanyanya.

Angkasa memberi sapu tanggannya yang diambil di saku. "Aku harus ke jakarta, sekarang."

Azura tak tahu harus bereaksi seperti apa. "Kamu pulangnya bareng Mas Aby, aja. Yah!"

Masih mematung di tempatnya sementara lelaki itu sudah berlari ke arah pintu. "Nanti aku kabarin lagi, aku buru-buru. Bye"

Gadis itu menatap hampa pada pintu yang menelan Angkasa. Situasinya sangat sulit di cerna, bagian bawah dadanya masih terasa panas karena tumpahan kopi, tapi lelaki itu tak kembali sedikitpun untuk melihat keadaannya. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat, telinganya berdenging, sebelum semakin parah Gadis itu berusaha mencapai kamarnya, mencari obat di tasnya dan segera meminumnya. Setelah merasa tenang, Azura berdiri dengan susah payah dan kemudian langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur berdampingan dengan Xu Lin.

Azura tak ingin berpikir lagi, biarkan malam ini berlalu begitu saja.

Namun setetes air mata mengaliri pelipisnya, membuat anak sungai disana.

Bahkan sebelum mereka menikah, Angkasa sudah menyakitinya berkali-kali.

***

Sementara Angkasa, lelaki itu nekat memesan tiket sembari menyetir mobil ke bandara. Pikirannya kalut, sesaat setelah dari dapur tadi, Anara menelponnya dengan derai tangis dan air mata. Sangat pilu, hingga hatinya ikut sakit merasakan tangis itu.

Anara tidak menjelaskan apa-apa, hanya menangis hingga kemudian sambungan telepon terputus. Angkasa takut bukan main jika sesuatu terjadi padanya.

Setelah sampai di jakarta, Angkasa langsung saja menuju apartemen kekasihnya. Langsung masuk karena ia begitu tahu passwordnya. Angkasa mencari kesana-kemari, menyusuri setiap tempat di apartemen itu, mulai dari kamar Anara, dapur, kamar mandi, bahkan sampai ke balkon, namun ia tak dapat menemukan Anara.

Jam sudah menunjukan angka 12 malam, lelaki itu semakin panik karena tak bisa menghubungi Anara, ia juga tidak tahu harus mencari kemana, satu-satunya cara adalah menelpon beberapa temannya.

Segera menghubungi Intan-sahabat Anara, Angkasa langsung saja menanyakan apakah perempuan itu sedang bersama kekasihnya.
Namun Intan menjawab tidak. Angkasa tidak bisa ingin membuat perempuan itu juga khawatir, sehingga ketika ia ditanya apa yang sedang terjadi, Angkasa hanya mengatakan tidak ada apa-apa.

Angkasa tidak tahu lagi harus mencari Anara kemana lagi, lelaki itu hanya berputar-putar dengan mobilnya, karena ia tak tahu tujuannya dimana.

***

Tiga hari berlalu sangat cepat. Namun ingatan Azura masih pada sikap Angkasa yang meninggalkannya tiba-tiba malam itu. Gadis itu masih melamun, tidak memperhatikan sekitar. Hari ini rumah Eyang rasanya sepi sekali, Tante Sarah dan Mas Aby sedang menemui cathering untuk acara nanti, sementara Tante Anggi sedang bertemu dengan Wedding Organizer entah dimana. Hanya ada kembar yang suaranya terkikik dari lantai atas.

This is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang