***
Angkasa sudah sangat mengantuk sebelum menemukan Anara di depan apartmentnya yang sedang menunggu, namun kantuk itu hilang ketika keduanya sudah berada dalam apartment sekarang. Angkasa meraih asal kaus oblongnya yang terlipat rapih di dalam lemari. sebelum pulang ke malang kemarin, Angkasa sempat membawa Azura kesini, dan wanita itu sangat tidak bisa diam saat mendapati tempat tinggal Angkasa yang berantakan. Ia berubah menjadi ibu-ibu beranak lima, yang bahkan tidak kerepotan dengan segala urusan-urusan rumah. Dengan lihai wanita itu mencuci piring dan membersihkan dapur, lalu menyapu dan mengepel lantai-lantai di setiap ruang yang ada di sana, dilanjut mencuci pakaian dan Angkasa ingat, setelah itu Azura tepar di atas kasurnya yang sekarang di tiduri Anara.
Lelaki itu mendekat, menaiki sisi kasur dan menarik Anara untuk masuk dalam pelukannya.
"Gimana kerjaannya hari ini? Capek, yah?"Wanita itu mendongak sedikit, karena posisinya yang lebih rendah dari lelaki itu. Angkasa tersenyum menanggapinya bersama dengan deheman panjang.
"Oh iya... Kamu ngapain sama Mas Aby di restoran kemarin siang?" Tanya Angkasa. Tetiba ingat dengan kejadian kemarin, dimana ia melihat Anara sedang berbicara dengan Mas Abyasa di sebuah restoran. Kebetulan sekali Angkasa juga ada disana, namun tak bisa bergabung karena ia sedang bersama klien.
"Oh itu..., Mas Aby ada kerja sama dengan perusahaan tempat ku kerja gitu. Itu juga kemarin kita nggak sengaja ketemu"
Angkasa mengangguk-angguk, menautkan jarinya pada jari tangan Anara, ada cincin permata yang melingkar di jari manis wanita itu, cincin hadiah pemberiannya satu tahun lalu, saat wanita itu berulang tahun.
"Sa..."
"Hm?" Angkasa menggumam, menunggu Anara kembali bicara.
"Aku mau ngomong sesuatu"
Wanita itu sekarang bangun dari pembaringannya, duduk di bersila di atas kasur yang kemudian di ikuti oleh Angkasa. "Kenapa?"
Anara meraih kedua tangan lelaki itu lalu menggenggamnya. "Aku hanya perlu menunggu beberapa bulan lagi, kan?" Tanyanya. Angkasa menatap mata itu, mata yang bewarna hitam pekat, selalu bisa membuat Angkasa tenggelam disana dan susah untuk kembali naik kepermukaan kesadaran.
"Sa..."
Lelaki itu tersadar saat Anara mengusap punggung tangannya. "Ya?"
"Aku hanya perlu menunggu sedikit lagi sampai kamu kembali bersama aku, kan?"
Angkasa mengangguk, mengusap pipi wanita itu dengan lembut, menatap lama, dan keduanya tersenyum.
Angkasa tidak tahu harus bersikap bagaimana, namun sebenarnya ia tidak perlu repot untuk berfikir akan bersikap seperti apa, dari awal ia dan Azura sudah membicarakan rencana perpisahan mereka, dan Angkasa bisa menceraikannya setelah setahun bersama, lalu kembali pada Anara saat waktunya sudah tiba.Namun mengapa lidahnya terasa kelu, tidak bisa menjawab pertanyaan Anara yang bahkan jawabannya sudah ada.
"Ya, kamu hanya perlu menunggu sedikit lagi"
Ada keraguan dalam kalimatnya, Angkasa menyadari itu, namun Anara seperti tidak menyadarinya, karena selanjutnya wanita itu memeluk Angkasa erat.
"Jangan tinggalan aku, Sa..."***
Abyasa menatap gerbang besar yang ada di hadapannya, sekolah berasrama yang sangat terkenal di tempat ini, tempat Azhila, adiknya sekarang bersekilah disana. Lelaki itu memasukan mobil setelah gerbang bergeser menjauh untuk membuka jalan, mobilnya berjalan diantara pepohonan rimbun yang daunnya berjatuhan kemana-mana. Ada beberapa anak yang masih menggunakan seragam sekolah, beberapa dari mereka seperti berlari kelabakan, Abyasa berfikir mungkin mereka sedang bolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Hurt
RomanceCompleted!!! Ketika Eyang meminta Azura dan Angkasa menikah, tante Anggi-ibu dari lelaki itu adalah orang yang pertama menolak. *** Azura hanya mangut saja ketika Eyang berniat menikahkan dirinya dengan Angkasa-sepupu satu kalinya. Ia berfikir bahw...