Kalo vote tembus 200 nanti malem aku update lagi, kali kali kan ngadain ginian ( ' ▽ ' )ノ
•••
09:30
Suasana kantin yang sedang nyaman nyamannya tiba tiba berubah menegangkan.
Mungkin sudah biasa jika hanya kejadian penolakan laki laki yang seorang Camella taksir, bedanya kali ini ada Hazel dan teman temannya di bangku pojok seolah sedang mengawasi.
Mella terlihat membawakan sekotak salad buah yang Hazel lihat sendiri kalau Mella membuatnya dirumah kemarin. Perempuan dengan rambut hitam kuncir kuda itu meletakkan kotak salad buah tersebut diatas meja dekat dengan Alen, laki laki yang sudah Camella perjuangan selama 5 bulan.
"Gue yakin, lo buang tuh kotak, lo buang juga nyawa lo disini." bisik laki laki disamping Alen yang sedang melirik kearah meja Hazel.
Alen ikut melirik meja pojok hingga matanya bertubrukan dengan mata hitam Hazel yang menatapnya datar.
Senyum miring Alen terukir, ditatapnya Camella yang menatapnya sumringah.
"Gue gak suka salad buah." ucapnya.
Camella menerjap, "Yaudah aku bawain yang lain-"
"Gue gak suka lo. Ngerti?"
Tak ada jawaban, keadaan disana benar benar senyap.
Dengan ringannya tangan Alen menyingkirkan kotak salad buah yang ada dimejanya hingga kotak tersebut jatuh dan isinya keluar mengenai rok Camella. Jeritan terkejut terdengar disekitar mereka.
"Lo gila?!" cicit teman Alen yang langsung melihat dengan jelas gurat marah di wajah Hazel walau dari jauh.
Alen berdiri, matanya menatap ke seluruh isi kantin. "Nih cewek emang gak tau malu. Udah ditolak berkali kali masih aja maju, gak bisa sadar diri!" Alen berucap keras sengaja agar banyak yang mendengar.
Entah dirinya tak menyadari atau memang sengaja mencari mati, dua orang kakak laki laki dari perempuan didepannya sudah terlihat melangkah menuju dirinya.
Hazel dengan langkah besar penuh emosi melonggarkan dasi yang dipakainya lalu kakinya bergerak menendang perut Alen. Jangan pernah meremehkan taekwondo yang dipelajari Hazel selama ini, terbukti ketika Alen tersungkur memegangi perutnya sembari terbatuk.
"Den, amanin Mella." gumam Hazel kepada Jaden, selanjutnya laki laki itu mendekati Alen, menduduki perut lawannya dan tangannya mencekik leher Alen.
Tatapan dingin yang tak selalu nampak kini terlihat menatap Alen yang wajahnya sudah memerah karena kekurangan pasokan oksigen.
"Gue gak tau kalo lo budek." tak salah Hazel bicara seperti itu, sebab ini adalah ketiga kalinya Alen berulah.
Wajah Hazel mendekat, ketika bibirnya sudah tepat disamping telinga Alen, Hazel berbisik. "Mati dengan label banci kayaknya cocok buat lo."
Entah itu adalah sebuah mantra atau apa, tetapi setelahnya, Alen sudah tak sadarkan diri. Hazel bahkan harus ditarik oleh Jaden agar Hazel tak semakin termakan emosi.
"Guys, PMR tolong, dong!" suara Kalandra terdengar hingga beberapa siswi PMR maju mendekati Alen.
Sampai Alen dibawa, mata Hazel tak lepas menatap arah Alen pergi. Dirinya seolah tak puas dengan apa yang dilakukannya.
"Bro, udah." Jaden menepuk bahu lebar Hazel. Hazel langsung menepis dan mundur.
"Gak usah nahan gue lain kali." ucap Hazel sebelum melangkah pergi dari sana. Jaden menghela nafas melihatnya, sulit sekali memberitahu Hazel caranya menahan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Hazelnut! [END]
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] [Status: Tamat | Part lengkap] Sequel BUMI. Bisa dibaca secara terpisah. --- Ketika dia terlalu ramai untuk seseorang yang menyukai kesendirian. "Nama lo aneh tapi gue tetep bakal jadi temen lo, kok." "Kita temen 'kan, Haz...