Tap star!
Full kegaringan.
• ° • ♡ • ° •
Tap.
Tap.
Langkahnya yang mantap terhenti didepan pintu yang bila terbuka maka nyawanya bisa jadi segera hilang.
Menarik nafas lalu menghembuskannya pelan.
Baiklah, Aruna siap.Jari telunjuknya terangkat untuk menekan bel sekaligus interkom yang terdapat dipinggir pintu.
Senyumnya diusahakan mengembang ketika tak lama pintu tersebut terbuka menampakkan seorang lelaki berpenampilan urakan dan memiliki aura yang gelap.
"Halo, cantik. Wanna hug your brother?"
Aruna tersenyum hingga matanya menyipit, dalam hati ia menyebutkan segala umpatan untuk Gavero. Aruna maju memeluk Gavero, tangannya dibelakang mengepal sebab tiba tiba perasaan takut muncul setelah indera penciumannya menangkap aroma nikotin yang tajam. Rasanya pusing.
Aruna melepas pelukan tersebut dan selanjutnya Gavero mempersilahkan Aruna masuk.
Sungguh, menakutkan.
Apartemen mahal tetapi seperti sebuah perumahan kumuh dan kotor, menjijikan."Sini duduk," ajak Gavero menepuk sofa kosong disebelahnya. Aruna menurut, mendudukkan dirinya disamping Gavero.
Didepannya terdapat meja yang atasnya menampung sebuah asbak rokok dan juga rokoknya.
"Diliatin doang? Ambil aja kalo mau." celetuk Gavero mengejutkan Aruna.
Aruna menoleh kemudian menggeleng dengan senyumannya, "Enggak, Runa gak ngerokok, Bang."
Gavero berdeham lama kemudian kembali membuka suara, "Kalo sama gue harus sambil ngerokok biar nyambung obrolannya." ujar Gavero mengambil sebatang nikotin tak sehat lalu ia berikan pada Aruna.
Aruna mengernyit. Dasar orang gila, batinnya bersuara.
"Gak mau, nanti sakit kayak waktu itu."
Gavero tertawa mendengarnya.
"Aman ini mah. Nih, ambil, rezeki gak boleh ditolak."Rezeki bapak lo botak.
Aruna tersenyum kemudian mengambilny. Baiklah, ini demi Hazelnutnya.Walaupun sedang misuh misuh didalam hati, aslinya jantung Aruna berdegup cepat karena takut. Takut yang menjuru pada orang normal yang sedang melihat seorang pembunuh di depan mata.
Tak.
Korek gas sudah di nyalakan oleh Gavero dan api kecil tersebut diarahkan kedepan Aruna.
"Sebagai bentuk kesopanan." satu tangan Gavero mengangkat tangan Aruna yang jarinya mengapit rokok yang diberikannya kemudian ia arahkan untuk dijepit disela bibir merah muda Aruna.
Mata Aruna berkaca kaca, ia sangat ketakutan.
Tangannya gemetar entah hal itu dirasakan oleh Gavero atau tidak.Selanjutnya, api kecil yang masih menyala itu diarahkan membakar ujung batang rokok hingga tak lama asap keluar dari sana.
"Hisap terus hembus pelan pelan aja." titah Gavero mengarahkan.
Aruna mengikuti, menghisap sedikit kemudian menjauhkan rokok tersebut dari bibirnya lalu menghembuskan asap yang keluar dari mulut, sesegera mungkin Aruna mengibaskan tangan didepan wajahnya agar asapnya tak tercium. Ia tidak suka, rasanya aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Hazelnut! [END]
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] [Status: Tamat | Part lengkap] Sequel BUMI. Bisa dibaca secara terpisah. --- Ketika dia terlalu ramai untuk seseorang yang menyukai kesendirian. "Nama lo aneh tapi gue tetep bakal jadi temen lo, kok." "Kita temen 'kan, Haz...