Tiana perlahan meninggalkan klinik dan pergi menjauh. Langkahnya terhenti sejenak mengamati bangunan pencakar langit tempat dimana ia tinggal dari kejauhan.
Haruskah aku kembali kesana? Haruskah aku menghilang saja? Bukankah langkahku terlalu jauh untuk sampai disini? Kivlan meninggalkanku dan menetap disini. Levi, pria itu ternyata hanya ingin memanfaatkanku. Apakah semua pria di dunia tak ada yang benar - benar ingin berbuat baik padaku?
Tiana justru berbalik pergi menjauh dari kawasan apartemen. Ia tak peduli dengan angin malam yang bertiup kencang dan petir yang sudah saling bersahutan. Malam itu, tak ada seorangpun yang akan keluar. Badai mungkin menakutkan tetapi badai di kepala Tiana justru jauh lebih menakutkan.
Tiana terus berjalan menjauh, ia hanya menatap langkahnya yang terus berjalan.
Tidak. Aku tidak bisa kembali. Aku tidak bisa mengikuti permainan ini. Aku tidak bisa bertemu lagi dengan Kivlan.
Benar saja, hujan pun turun begitu lebatnya. Membasahi tubuh Tiana yang hanya mengenakan dress selutut kembang berwarna kuningnya. Air hujan yang mengalir diwajahnya kini dapat menutupi air matanya yang sudah mengalir deras. Setidaknya disaat seperti ini, ayah dan Thea lah yang bisa menghiburnya jika saat ini berada di Haras.
Hujan sudah membasai baju Tiana, gadis itu masih tak bergeming ia terus melangkah tak peduli betapa dinginnya kini tubuhnya rasakan.
Hingga seseorang menarik tangannya untuk berteduh di halte. Pria itu segera melapaskan jaketnya dan memasangkannya pada Tiana.
" Tiana apa yang kau pikirkan? Mengapa kau tidak kembali ke apartemenmu?" Tanya Dan yang begitu nampak khawatir.
Tiana tak bisa berkata lagi, bibirnya yang bergetar dan pucat menandakan subu tubuhnya sudah terlalu dingin untuk manusia normal. Dunia seakan benar menghitam begitu cepat, Ia pun tak sadarkan diri dan jatuh dipelukan Dan.
***
Waktu menunjukkan pukul 4 pagi. Perlahan mata Tiana terbuka dan melihat seorang pria duduk di sofa tak jauh dari ranjangnya. Kemudian pandangannya beralih pada tangannya yang sudah terpasang infus.
Ia memegang kepalanya yang terasa pusing dan mencoba duduk bersandar di kepala ranjang.
Mendengar suara, Levi terbangun dan melihat Tiana yang sedang berusaha duduk. Ia beranjak dari sofa dan membantu Tiana duduk.
" Kau disini?" Tanya Tiana saat sudah nyaman bersandar.
" Aku langsung kembali ke Indonesia lagi saat aku tahu kau tak sadarkan diri" jawab Levi merapikan selimut Tiana.
Tiana sedikit bingung, ia ingat bahwa terakhir kali yang ia temui bukanlah Levi, melainkan Dan. " Kau tadi tidak berada di Indonesia?"
Levi mengangguk, " Aku harus melakukan sesuatu di Singapura tadi. Jadi aku meminta Dan mencarimu. Dia menemukanmu menjauh dari apartemen" pria itu menghela nafasnya dan keluar dari kamar Tiana.
Tak lama, Levi kembali masuk dengan membawakan nampan yang berisisemangkuk bubur dan segelas air lalu meletakannya pada nakas samping tempat tidur Tiana.
" Makanlah, kau harus sehat untuk bisa kabur dari tempat ini" sindir Levi, ia kemudian memindahkan sebuah kursi dan meletakkan disamping tempat tidur Tiana sehingga kini ia bisa melihat wanita itu lebih dekat.
Tiana terdiam menunduk, dari bicaranya ia mengerti bahwa Levi cukup kecewa dengan keputusannya tadi.
" Aku minta maaf. Aku tak bermaksud begitu"
" Kau tidak perlu meminta maaf. Bertemu dengan Kivlan pasti sangat berat bagimu. Lalu kau mengetahui bahwa kami sudah saling mengenal sebelumnya. Kau pasti akan berfikir tinggal denganku mungkin tidak akan membuatmu aman"
Tiana kini melihat mata Levi yang penuh akan kekhawatiran. " Maaf karena tadi aku tidak mengerti itu. Seharusnya aku memastikan kau baik - baik saja"
Ucapan perminta maaf Levi itu justru membuat Tiana memiliki perasaan bersalah. Tak sedikitpun ia merasakan bahwa Levi berbohong dengan ucapannya.
" Tetapi Tiana, kalau pun Kivlan adalah tujuanku membawamu kesini. Aku tidak akan membuatmu berada dalam bahaya. Melihatmu dapat mencapai tujuanmu sendiri disini, itu sudah menjadi tujuanku besarku"
Tiana kemudian menatap Levi lebih dalam, " Lalu, mengapa kau sangat baik padaku? Bahkan kau memberikan aku semua fasilitas ini."
Levi membalas tatapan itu, " Apakah aku harus benar - benar memiliki alasan untuk itu?"
Pertanyaan itu, membuat sedikit perubahan.
" Kau dan aku, bukankah pertemuan kita begitu sulit untuk dijelaskan alasannya?" Tanya Levi lagi.
Tiana tak bisa menjawabnya dia hanya menunduk malu dan mengambil mangkuk buburnya mengalihkan perhatian. " Terimakasih buburnya, akan ku makan sekarang"
Tiana mengambil sesuap bubur sembari melirik ke arah Levi sesekali. Entah mengapa ia merasa malu untuk berada di dekat Levi, ia malu karena kini sebenarnya perasaan nyaman mulai mendatanginya.
5 jam lalu Kyra menghela nafas dan menatap Dan lega. " Aku harap suhu tubuhnya akan menurun secara berkala. Saat ini keadaannya masih ku bilang stabil"
Kyra menatap lagi Tiana yang sedang terbujur dengan selimut tebal diatas kasur, " Aku rasa dia belum makan dan ada yang sangat ia pikirkan saat ini. Itu membuat keadannya memburuk"
" Pastikan ia makan sesuatu saat ia sadar. Juga berikan ia minuman hangat untuk semakin memanaskan tubuhnya"
Dan mengangguk mengiyakan.
" Aku akan katakan padanya bahwa ia bisa izin untuk 2 hari. Jadi ia bisa beristirahat dengan baik"
" Terimakasih bu Kyra"
" Kalau begitu aku pamit dulu" pamit Kyra, ia merapikan sebentar selimut Tiana dan berlalu dari apartemen Tiana.
Dan menyilangkan tangannya menatap Tiana dari pintu, " Apa yang sebenarnya anak ini pikirkan? Mengapa ia seperti ini?"
Dan menyiapkan semua yang Kyra minta untuk Tiana. Tak lama kemudian Levi datang dengan raut wajah yang sangat khawatir. " Dimana Tiana? Apakah dia baik - baik saja?"
Dan mengangguk, " Dia di kamar sekarang istirahat. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan minta seseorang datang untuk membuatkannya makanan saat dia bangun nanti"
Levi menatap pintu kamar dengan rasa bersalah, " Tidak perlu. Aku yang akan menyiapkannya nanti"
" Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa dia terlihat menjauhi kawasan ini?" Tanya Dan.
" Kivlan datang tadi pagi dan mereka bertemu"
Levi menghela nafasnya dengan berat, " Aku tidak tahu dia akan datang kesini. Ku pikir dia hanya akan mencari tahu"
" Haruskah aku melakukan sesuatu?"
Levi melirik Dan, " Tidak perlu. Bukankah itu adalah hal yang wajar jika seorang pria masih mencintai wanitanya? Apalagi dia tahu Tiana menikah mendahuluinya"
Dan mengangguk setuju.
" Aku akan lebih mengawasi pergerakan Kivlan sekarang"
Levi tersenyum miring menatap sahabatnya itu, " Beri tahu aku jika Kivlan mendadak menemui Tiana lagi. Aku tidak ingin ini terjadi 2 kali"
" Atau mungkin kita bisa biarkan Yuri untuk dekat dengan Tiana? Dengan begitu Tiana tidak akan sendiri"
Dan melihat sinis Levi yang sedang menggodanya. " Apa tidak ada orang lain?"
" Bercanda. Sebaiknya kau selesaikan saja dulu masa lalumu. Aku pikir Yuri masih akan menerimamu. Kalau begitu aku akan melihat Tiana sekarang" kata Levi lagi lalu ia pergi menuju ruang kamar Tiana.
" Jangan menyentuhnya sedikitpun, aku memang temanmu tetapi jika kau melakukan itu aku tidak segan akan menghajarmu"
Levi tak mengindahkan Dan dan langsung masuk ke kamar Tiana.
Dasar pria aneh, dia bahkan bisa menikah saat dia belum bisa melupakan mantan kekasihnya. Mengapa dia bisa menceramahiku?
Dan kemudian terdiam dan mengingat sesuatu. Ia kemudian melirik kamar Tiana.
Tetapi Levi tidak pernah meninggalkan pekerjaannya untuk hal yang masih bisa ku lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alir
RomanceDi mata Tiana, Levi adalah pria asing yang bahkan ia tak tahu secara pasti siapa pria itu. Tapi yang ia yakin, Levi adalah pria yang baik. Meski ia tak mengerti apa yang sebenarnya Levi inginkan darinya. Di mata Levi, saat ia melihat Tiana datang da...