08. Sleep

15.8K 776 9
                                    


Tidur adalah hal terakhir yang bisa Helenina lakukan malam ini. Kantuk terasa begitu jauh dari matanya. Dan pikirannya terus tertuju pada kejadian beberapa saat lalu.

"Lantas kalau kita masih sepasang suami istri, kenapa kau tidak tidur sekamar denganku?!"

Argh! Rasanya Helenina ingin mengubur dirinya sendiri saat ini juga karena saking malunya dia pada kata-katanya tersebut. Bagaimana bisa dia mengatakan kalimat semacam itu? Arthur pasti akan berpikir bahwa dia adalah wanita yang aneh dan tidak bermartabat. Dan setelah ini, pria itu pasti akan tahu bahwa selama ini Helenina tidak pernah menerima pendidikan yang benar, bahwa dirinya hanyalah gadis bodoh yang terlalu tidak tahu malu.

Berbaring dengan mata terbuka nyalang menatap langit-langit, Helenina meremas tangannya saat kecemasannya bertambah.

"Ta-tapi ... Ibu dan Ayah tidur di kamar yang sama, setiap malam," gumamnya tidak pada siapa pun selain mencoba untuk membela diri sendiri—yang tampaknya tidak berhasil.

Helenina mengingat-ingat kembali bagaimana respon Arthur tadi. Pria itu tidak mengatakan apa pun, dia bahkan tidak berbalik menoleh kepada Helenina sampai cengkeraman tangan Helenina di lengannya terlepas. Dan tanpa menyahut ucapan memalukannya tersebut, Arthur pergi begitu saja. Itu membuat Helenina semakin merasa buruk karena sudah pasti Arthur menganggapnya begitu memalukan sampai tidak sanggup menatapnya.

Helaan napas berat kembali lolos dari bibir Helenina. Malam ini, sudah pasti dia akan tertidur sendirian lagi. Dan sekalipun begitu, jauh di dalam Helenina merasa lega karenanya. Dia mengubah posisi berbaringnya menjadi membelakangi pintu. Matanya menatap tiga rangkai jendela timbul yang di tengahnya terdapat sofa dan meja untuk bersantai. Kamar ini bergaya klasik seolah tanpa sentuhan modern sedikit pun, hampir semua furniturnya juga terbuat dari kayu. Cahaya lampu kuning temaram membuat suasana hangat, dan Helenina begitu menyukainya. Kalau dibandingkan dengan kamarnya di kediaman Baron, kamar ini tentu beribu kali lebih indah dan nyaman untuk ditinggali, tidak seperti kamar Helenina sebelumnya yang berwarna monoton dan sempit.

Sayangnya, tidak semalam pun Helenina merasa nyaman tidur di sini. Dia terus-terusan merasa resah, seolah tengah menunggu seseorang yang dia tahu tidak akan datang.

Dan pada akhirnya, tubuh Helenina merasa lelah juga, sehingga kantuk mulai mengambil alih. Tidak lama kemudian, dia pun jatuh tertidur.

Pintu kamar didorong terbuka dari luar, Arthur melangkah masuk sembari melepas buah kancing kemeja putihnya satu per satu. Gerakannya tergesa-gesa dan ekspresinya tampak kesal. Dia melempar asal kemeja tersebut ke kursi, lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi, tanpa sedikit pun menoleh ke arah tempat tidurnya yang hangat di mana istrinya tengah berbaring nyenyak.

Dan suara gemericik air yang samar membangunkan Helenina. Dia menoleh ke sekitar, sejenak merasa linglung dan merasa masih berada di ambang kesadaran dan mimpi. Mungkin karena alarm kewaspadaannya masih menyala, sehingga suara sekecil apa pun mampu membuatnya langsung terjaga.

Kemudian didengarnya sesuatu jatuh ke lantai, itu adalah sebuah kemeja putih yang kini teronggok di dekat kursi. Kemeja asing yang sebelumnya tidak ada di sana. Helenina mengernyitkan dahi, dan tidak butuh waktu lama dia pun langsung tersadar.

Pandangan Helenina langsung tertancap ke arah pintu kamar mandi, menunggu dengan jantung berdebar suara gemericik air itu terhenti. Tidak peduli seberapa lamanya, dia tidak mengalihkan pandangnya dari sana.

Hingga akhirnya, hal yang Helenina tunggu terjadi; suara air terhenti dan pintu tersebut terbuka.

Arthur keluar mengenakan baju handuk dengan tali yang diikat longgar di pinggangnya, sehingga bagian depannya tersingkap terbuka, menampilkan dada bidang kecokelatan yang mengilap keemasan karena pantulan cahaya. Pria itu melangkah menuju meja dengan cermin bundar di atasnya, menyisir rambutnya yang basah di sana, lalu tatapannya di cermin itu tiba-tiba saja tertuju ke arah ranjang, tepat ke mata Helenina langsung.

TAMING THE DEVILISH HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang