10. An Order

13.5K 779 7
                                    


Helenina pergi ke dapur dengan niat untuk membantu. Dia bertemu dengan Kepala Pelayan Emma dan Sarah di sana—salah satu gadis pelayannya.

“Nyonya, Anda sudah bangun? Haruskah saya menyiapkan air mandinya sekarang?”

Helenina segera menggeleng. Semburat merah samar muncul di pipinya. Entah sampai kapan, Helenina tidak pernah bisa terbiasa dengan semua pelayanan di rumah ini yang begitu memanjakannya, bahkan mandi saja harus disiapkan, dan kalau Helenina tidak bersikeras, gadis-gadis pelayan itu mungkin juga akan membantunya mandi untuk menggosok punggungnya. Kenapa mereka memperlakukan Helenina sampai sedemikian rupa? Bahkan Arthur saja tidak diberi pelayanan sampai seperti itu.

“Aku akan mandi nanti setelah sarapan,” kata Helenina, yang diberi anggukan mengerti oleh Sarah.

Helenina pergi mendekati sang koki yang menyambutnya hangat. Aroma roti dan selai memenuhi indera penciuman Nina.

“Nyonya, Anda tidak harus datang ke sini. Bagaimana Tuan akan berpikir tentang kami kalau dia tahu?” kata Juru Masak, yang Helenina panggil Duncan.

“Tidak apa-apa, Tuan sedang sibuk sekarang.” Sebagian besar waktunya Arthur juga sibuk dan tidak akan peduli tentang apa yang istrinya lakukan. “Dia tidak akan tahu,” lanjut Helenina pelan.

“Baiklah kalau begitu, ini panekuk untuk mengganjal perut Anda selama makanan utamanya jadi.” Duncan menyajikan sepering panekuk yang masih hangat, dengan selai bluberi di atasnya, dari sinilah semua aroma yang begitu enak itu berasal.

“Oh, sebenarnya ini saja sudah cukup menjadi sarapanku,” gumam Helenina, seraya mengambil sepotong panekuk itu dan memasukkannya ke dalam mulut. 

Duncan tertawa mendengarnya, pria itu kembali ke hadapan kompor yang menyala dan mulai memasak, dibantu seorang asistennya.

“Aku serius,” kata Helenina lagi, tapi tentu saja dia tidak akan menjelaskan bahwa selama di rumah Baron, dia selalu sarapan dengan selembar roti yang diberi mentega, karena hanya itu yang disajikan untuknya oleh pelayan di sana.

“Apa maksud Anda, Nyonya? Makanan yang lezat membuat hati riang dan tubuh sehat. Jadi Anda harus makan sebanyak mungkin. Dan saya yakin Tuan juga pasti akan setuju,” kata Duncan. Helenina mendengar suara cekikikan dari pelayan di sana, dan ketika dia melirik ke arah mereka, dia menyadari ada semburat malu-malu seolah ucapan Duncan itu memiliki makna yang tidak Helenina mengerti.

“Aku setuju, Tuan pasti akan senang. Oh, aku tidak sabar menunggu kabar kehadiran Tuan Muda di rumah ini,” kata asisten Duncan yang merupakan seorang wanita yang mungkin usianya tidak jauh dari Helenina. 

Dan setelah mendengar suara sang asisten koki tersebutlah baru Helenina mengerti maksudnya. Lalu bukan hanya semburat merah di pipi, tapi telah menjalar ke seluruh wajah Helenina yang langsung tertunduk malu.

Dia dan Arthur bahkan tidak pernah melakukan hubungan semacam itu seperti yang Duncan dan pelayannya pikirkan. Oh, tapi justru itulah yang terburuk. Mungkin mereka berpikir bahwa hubungannya dengan Arthur telah membaik, karena setiap malam Arthur tidur di kamar bersamanya. 

Tapi itu tidak menjamin apa pun tentang kehadiran seorang Tuan Muda segera.

Bahkan pelukan pagi tadi saja masih membuat Helenina kepikiran. Arthur bilang bahwa setiap malam mereka tertidur seperti itu, tapi Helenina tidak sadar sama sekali.

Setelah menyelesaikan panekuknya, Helenina naik kembali ke atas, ke kamarnya. Dia duduk di pinggir ranjang dengan pikiran yang setengah melamun.

Tidak lama kemudian Arthur muncul. Pria itu masih mengenakan pakaian yang sama, kaos polos berwarna putih dan celana olahraga berwarna hitam. Peluh tampak membanjiri wajahnya. Dia melirik Helenina sekilas, lalu masuk ke dalam kamar mandi.

TAMING THE DEVILISH HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang